Krisis Kesehatan Terkait Cuaca Ekstrem

Ahmad Muhajir
Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
28 Januari 2024 11:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Muhajir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak balita menggunakan payung di cuaca panas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak balita menggunakan payung di cuaca panas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa waktu terakhir, sebagian daerah di Indonesia menghadapi kondisi cuaca sangat panas. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa mulai tanggal 22 hingga 29 September 2023, suhu maksimum pada siang hari dapat mencapai 38,0 derajat Celsius.
ADVERTISEMENT
Kondisi cuaca seperti ini mengakibatkan ketidaknyamanan saat melakukan kegiatan di luar ruangan. Tidak hanya pada siang hari, dampak dari panas tersebut juga berlanjut hingga malam hari, menyebabkan rasa gerah dan membuat kita berkeringat.
Radiasi Matahari yang tidak terhalang oleh awan menyebabkan peningkatan suhu udara di siang hari, sedangkan keberadaan awan pada malam hari menghambat pelepasan radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer.
Ilustrasi cuaca panas. Foto: Shutter Stock
Panasnya cuaca juga dapat menimbulkan sejumlah risiko kesehatan yang dapat dihadapi masyarakat kapan saja. Peningkatan suhu bumi dapat memicu pelepasan kembali virus dan bakteri yang berpotensi mencetuskan wabah penyakit baru. Selain itu, perubahan ekstrem dalam iklim dapat memicu perluasan wilayah penyebaran hewan pembawa penyakit, seperti nyamuk, yang dapat menyebabkan peningkatan kasus penyakit seperti malaria dan demam berdarah.
ADVERTISEMENT
Leana S. Wen, dalam tulisannya di The Washington Post tahun 2023, menyampaikan bahwa dampak lonjakan suhu tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik, tetapi juga dapat mengganggu tidur dan merusak fungsi neurotransmitter otak, yang berdampak pada kesehatan mental. Hasil studi terbaru yang dimuat di jurnal Lancet dan Nature Climate Change menunjukkan bahwa peningkatan suhu sebesar 1 derajat Celsius dapat memperburuk gejala depresi, kecemasan, dan tingkat bunuh diri. (Perubahan iklim sendiri dianggap sebagai sumber tekanan mental, terutama bagi generasi muda.)
Terdapat beberapa langkah yang dapat diambil oleh masyarakat untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan suhu terhadap kesehatan. Pertama, penting untuk mengetahui apakah seseorang termasuk dalam kelompok yang paling rentan terhadap panas ekstrem, seperti orang dewasa yang lebih tua, anak-anak kecil, atau orang dengan kondisi medis serius. Beberapa obat, termasuk terapi psikiatris, dapat meningkatkan risiko terjadinya panas berlebih.
ADVERTISEMENT
Kedua, memiliki rencana untuk mengatasi peristiwa panas ekstrem juga dianjurkan. Tingkat toleransi terhadap panas dapat bervariasi, oleh karena itu, lebih baik berhati-hati dan berada di ruangan ber-AC jika perlu. Perlu memeriksa keadaan tetangga lanjut usia dan mengetahui lokasi sumber daya komunitas seperti pusat pendingin. Selain itu, penting juga menyiapkan "tas" keadaan darurat dan menentukan tempat mencari perawatan medis.
Ketiga, individu disarankan untuk mengubah elemen-elemen yang dapat mereka kontrol. Menyadari dampak perubahan cuaca terhadap tidur dan efeknya pada kesehatan mental, serta memantau penggunaan zat seperti alkohol yang dapat mempengaruhi termoregulasi tubuh. Menurunkan risiko penyakit yang ditularkan melalui vektor dengan mengenakan pakaian tertutup di daerah yang berisiko dan mengurangi tempat berkembang biak nyamuk.
ADVERTISEMENT
Pada tingkat sistem, semua sektor, termasuk industri layanan kesehatan, diharapkan mengevaluasi cara mengurangi dampak kontribusinya terhadap pemanasan global. Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan iklim saat ini merupakan krisis kesehatan masyarakat, dan dampak kesehatan yang dirasakan akan berlipat ganda bagi generasi mendatang.