Konten dari Pengguna

Dukun Patah Tulang vs Dokter Ortopedi: Tradisi yang Membahayakan Kesehatan

Ahmad Yudhistira Prasetyo
Medical student at UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hubungan luar DEMA FK UIN SH. UIN Syahid Medical Rescue.
16 Desember 2024 17:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Yudhistira Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi patah tulang yang membutukan penananganan serius. Foto: Dokumen penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi patah tulang yang membutukan penananganan serius. Foto: Dokumen penulis.
ADVERTISEMENT
oleh: Ahmad Yudhistira Prasetyo.
Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya, termasuk dalam hal pengobatan tradisional. Namun, di tengah perkembangan medis modern, masih banyak masyarakat yang lebih memilih dukun patah tulang ketimbang dokter ortopedi saat mengalami cedera tulang. Fenomena ini bukan hanya menjadi cerminan kepercayaan masyarakat terhadap metode tradisional, tetapi juga menjadi sumber kekhawatiran medis karena risiko malpraktik yang dapat mengancam keselamatan pasien.
ADVERTISEMENT

Mengapa Masyarakat Memilih Dukun Patah Tulang?

Salah satu alasan utama masyarakat memilih dukun patah tulang adalah faktor biaya. Pengobatan tradisional dianggap lebih murah dibandingkan konsultasi dan perawatan di rumah sakit. Selain itu, keterjangkauan layanan dukun, terutama di daerah pedesaan yang minim akses fasilitas kesehatan, menjadi alasan utama. Faktor lain yang tak kalah penting adalah keyakinan budaya dan tradisi yang menganggap dukun lebih memahami cara "mengembalikan" tulang ke tempatnya.
Namun, di balik pilihan ini, terdapat pemahaman yang kurang mengenai anatomi manusia dan komplikasi medis yang bisa terjadi akibat pengobatan yang tidak sesuai standar medis. Banyak masyarakat percaya bahwa pengobatan dukun lebih cepat memberikan hasil tanpa memikirkan dampak jangka panjang.

Risiko Malpraktik Dukun Patah Tulang

Studi kasus menunjukkan berbagai insiden malpraktik akibat penanganan dukun patah tulang. Misalnya, ada pasien yang mengalami cedera tulang sederhana, tetapi setelah pengobatan tradisional, kondisinya memburuk menjadi infeksi tulang (osteomielitis) atau bahkan deformitas permanen. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan dukun tentang sterilitas dan teknik reposisi yang benar.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa kasus, dukun patah tulang menggunakan teknik manipulasi tulang secara paksa tanpa alat diagnostik seperti X-ray atau MRI. Akibatnya, fraktur yang tidak teridentifikasi dengan baik dapat menyebabkan patahan tulang menusuk pembuluh darah atau saraf, yang berujung pada komplikasi serius seperti nekrosis jaringan atau kelumpuhan.
Contoh nyata adalah kasus seorang pasien di Jawa Tengah yang mengalami patah tulang paha akibat kecelakaan. Alih-alih ke dokter, ia memilih ke dukun yang menjanjikan kesembuhan cepat. Setelah beberapa minggu, pasien mengalami nyeri hebat dan pembengkakan. Ketika akhirnya dibawa ke rumah sakit, dokter menemukan adanya infeksi berat dan nekrosis tulang yang memerlukan amputasi.

Perbandingan dengan Pengobatan Dokter Ortopedi

Berbeda dengan dukun patah tulang, dokter ortopedi menggunakan pendekatan berbasis bukti ilmiah (evidence-based medicine). Dengan bantuan teknologi seperti X-ray dan MRI, dokter dapat mendiagnosis lokasi dan tingkat keparahan fraktur secara akurat. Penanganan medis juga dilakukan sesuai protokol, termasuk prosedur sterilitas untuk mencegah infeksi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dokter ortopedi memiliki keahlian untuk menangani komplikasi yang mungkin terjadi, seperti penanganan perdarahan internal, perbaikan jaringan lunak, atau pemasangan implan tulang. Meskipun biaya pengobatan medis mungkin lebih mahal, hasil yang didapatkan lebih terjamin dalam jangka panjang.

Upaya Edukasi dan Penyadaran Masyarakat

Untuk mengurangi risiko malpraktik dan meningkatkan kesadaran masyarakat, diperlukan pendekatan edukasi yang holistik. Pemerintah, tenaga medis, dan tokoh masyarakat dapat bekerja sama untuk memberikan informasi mengenai bahaya pengobatan non-medis yang tidak sesuai standar. Kampanye kesehatan yang menekankan pentingnya penanganan fraktur oleh tenaga ahli dapat dilakukan melalui media sosial, televisi, dan kegiatan komunitas.
Selain itu, peningkatan akses ke fasilitas kesehatan juga menjadi kunci. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat di daerah terpencil memiliki akses ke layanan medis, termasuk dokter ortopedi. Program jaminan kesehatan seperti BPJS Kesehatan juga harus terus diperkuat agar biaya tidak lagi menjadi penghalang bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Pilihan masyarakat terhadap dukun patah tulang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor budaya, ekonomi, dan keterjangkauan. Namun, risiko malpraktik yang mengintai dari metode tradisional ini tidak dapat diabaikan. Melalui edukasi, peningkatan akses layanan medis, dan kolaborasi antara pemerintah dan komunitas, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami pentingnya pengobatan yang sesuai dengan standar medis. Dokter ortopedi bukan hanya menawarkan solusi jangka pendek, tetapi juga memastikan kualitas hidup pasien tetap terjaga.