Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Indomie si Industrialis Instan Yang Tidak Memiliki Indulgensi
21 Juni 2024 9:45 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari ahmadaulia119 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Analisis Customer Behavior Indofood di Pasar Indonesia & Eropa
Dalam upaya memahami dinamika perilaku konsumen, analisis terhadap customer behavior produk Indomie menjadi sangat penting, baik di pasar domestik (Indonesia) maupun pasar internasional di Eropa. Studi ini bertujuan untuk menggali faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen, pola pembelian, serta tingkat kepuasan (khususnya terhadap) produk mi instan Indofood di kedua wilayah tersebut. Di Indonesia, sebagai negara asal produk, Indomie telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat dengan berbagai varian rasa yang telah disesuaikan dengan selera masyarakat setempat. Sementara itu, di Eropa, Indomie ini juga telah meraih popularitas di kalangan komunitas internasional, Indomie menawarkan cita rasa yang eksotis dan memenuhi kebutuhan konsumen akan kemudahan dan kepraktisan penyajian.
ADVERTISEMENT
Pendahuluan
PT. Indofood Sukses Makmur adalah salah satu perusahaan Indonesia yang sangat berpengaruh dalam industri makanan dan minuman. Mereka terus berinovasi, melakukan diversifikasi produk, dan berupaya untuk menjaga posisinya sebagai pemimpin pasar dalam berbagai kategori produknya. Secara keseluruhan, PT Indofood Sukses Makmur mencerminkan budaya Indonesia dalam produk yang mereka hasilkan, praktik bisnis, dan komitmennya terhadap masyarakat dan lingkungan. Mereka terus berperan dalam mempromosikan dan melestarikan warisan budaya dan kuliner khas Indonesia.
Salah satu cara utama di mana Indofood mencerminkan budaya Indonesia adalah melalui produksi makanan tradisional Indonesia yang kaya akan rempah-rempah. Contohnya adalah produk mie instan Indomie, yang telah menjadi ikon makanan instan di Indonesia dan dikenal di seluruh dunia. Indomie hadir dalam berbagai varian rasa yang mencerminkan keragaman masakan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain pasar domestik yang besar, Indofood juga telah mengembangkan jejaknya untuk melangkah lebih jauh menuju pasar global. Produk-produknya diekspor ke berbagai negara, dan perusahaan ini telah mendirikan pabrik dan fasilitas untuk melakukan produksi di beberapa negara di Asia, Afrika, dan Amerika yang berguna untuk menyesuaikan preverensi customer behavior yang berbeda dengan yang di Indonesia.
Objek Riset
Adapun hal yang menjadi objek analisis customer behavior produk Indofood ini mencakup beberapa hal :
- Customers Profile
Mencakup karakteristik demografis seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dan lokasi geografis. Penelitian profil pelanggan membantu perusahaan mengidentifikasi siapa yang merupakan target pasar potensial.
- Customer Preferences and Desires
Mencoba memahami apa yang diinginkan pelanggan dari produk atau layanan, yang didalamnya termasuk fitur yang diinginkan, manfaat yang dicari, dan preferensi terhadap merek atau kualitas produk.
ADVERTISEMENT
- Customers feedback
Menerima masukan langsung dari pelanggan melalui survei, ulasan, atau komunikasi langsung dapat memberikan wawasan berharga tentang kekuatan dan kelemahan produk atau layanan Indomie. Pengukuran ini meliputi indikator tingkat kepuasan, kepercayaan, loyalitas, dan citra merek.
- Customers trend & changes
Melacak (memantau) tren pasar, perubahan perilaku pelanggan, dan perkembangan dalam industri yang memengaruhi preferensi pelanggan.
Melalui analisis komparatif ini, kita akan memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai adaptasi strategi pemasaran yang efektif serta bagaimana Indomie berhasil mempertahankan daya saingnya di pasar yang berbeda.
Pokok Masalah
a. Produk Indomie yang sangat mempresentasikan makanan khas Indonesia yang kaya akan rempah-rempah.
Hal yang seharusnya menjadi kelebihan di pasar Indonesia, tapi di sisi lain justru malah timbul sebagai suatu masalah di pasar Eropa. Karena tidak semua makanan yang kaya rempah-rempah dapat sesuai dengan preferensi lidah konsumen di Eropa. Terlebih cost untuk memperoleh rempah-rempah di Eropa membutuhkan biaya yang jauh lebih tinggi (dari pada di Indonesia) karena cukup sulit untuk didapatkan.
ADVERTISEMENT
Masalah ini makin diperkeruh dengan adanya regulasi cukup ketat yang di terapkan di Eropa, terkait dengan penggunaan bahan (bumbu) tambahan pada makanan seperti MSG. Badan pengatur makanan di Eropa, seperti European Food Safety Authority (EFSA), memiliki regulasi ketat terkait dengan bahan makanan dan label produk, termasuk penggunaan bahan-bahan tambahan (MSG). Hal ini membuat produsen makanan harus mematuhi batasan jumlah dan penggunaan MSG dalam produk mereka, dan mereka harus dapat membuktikan keamanan penggunaan MSG dalam makanan.
b. Kesadaran akan nutrisi dan kesehatan semakin meningkat di konsumen yang memunculkan kekhawatiran tentang penggunaan bahan tambahan, pewarna makanan. Membuat konsumen semakin memperhatikan label nutrisi dan mencari produk yang lebih sehat.
Indofood seharusnya dapat lebih berani untuk kembali berinovasi pada produk yg bersangkutan dengan kesehatan karena pasar (masyarakatnya) sudah mulai mafhum dan terbuka. Misalnya, dengan menggunakan pewarna (zat) alami pada produknya seperti menggunakan zat kurkumin dari kunyit, karotenoid dari wortel, ataupun klorofil dari saripati bayam. lalu, mengembangkan produk2nya menjadi protein (gizi) tinggi.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya kesadaran konsumen akan kesehatan yang (mungkin) dipengaruhi oleh perubahan iklim yang drastis, yang pada akhirnya juga akan menggiring konsumen untuk peduli terhadap berbagai isu lingkungan. Dengan hal itu, membuat konsumen juga akan memperhatikan (citra perusahaan) melalui sisi keramahan pengemasan produk dan pengerukan sumber daya untuk dijadikan bahan baku, yang tidak terlalu berdampak pada lingkungan sekitar.
c. Produk khas Jepang & Eropa yang terus menunjukkan persaingan yang ketat
Seperti yang kita tahu, dengan mendunianya budaya K-Pop ataupun J-Pop yang kemudian mendorong budaya dan produk (f&b) khas Korea dan Jepang banyak melakukan ekspansi pasar di seluruh penjuru dunia (khususnya Indonesia & Eropa) yang dijadikan target pasar. Keanekaragaman dan persaingan pasar yang ketat di kedua wilayah tersebut, menuntut Indofood untuk selalu memahami preferensi juga kebutuhan konsumen yang bervariasi, dan harus memahami para pesaing sekaligus menemukan diferensiasi dari produk mereka.
ADVERTISEMENT
Strategi Indofood
1. Tingginya inovasi produk yang selalu berkaitan (antara kualitas & rasa) untuk terus beradaptasi dan selalu berkonotasi pada penyesuaian preferensi dan pemberian solusi bagi konsumen
Indofood (melalui Indomie) dapat dikatakan berhasil dalam hal pengadaptasian pada preferensi konsumen regulasi makanan Eropa. Hal ini dibuktikan dengan, penurunan kadar monosodium glutamate (MSG) pada kandungan bumbu produk. Meski hal ini juga belum bisa memuaskan seluruh lapisan konsumen, karena banyak beberapa pihak yang lebih menaruh minat pada produk (dengan kandungan bumbu penyedap) lebih tinggi yang tersebar luas di Indonesia.
Indomie juga mengadaptasi rasa makanan khas dari berbagai daerah di Indonesia dengan mengeluarkan varian Rendang, Ayam pop, Soto lamongan, dan lain-lain. Hal yang sama juga dilakukan mereka di Eropa dengan mengadaptasi rasa melalui makanan khas beberapa daerah di Eropa, seperti chicken tikka masala khas Inggris, gout poulet khas perancis, govedina khas kroasia. Hal itu dilakukan sebagai respon terhadap persaingan ketat pasar global sekaligus bentuk difrensiasi dalam hal merapatkan produk kepada (budaya) konsumen.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, indofood juga turut melakukan adaptasi pada produknya melalui rasa khas makanan mediteranian (dominan produk nabati/sayur), seperti varian tarladan, sebze ceznili, mediteransko poverce, gust de legume.
Indofood juga menawarkan produk pop mie sebagai jawaban atas kemudahan eksponensial yg dijajakan produk makanan instan melalui pengemasan berwujud cup semi strofom yg menawarkan fleksibelitas.
2. Produk Indofood mampu menargetkan berbagai segementasi, positioningnya sebagai produk dengan harga ekonomis namun kualitasnya sama sekali "tidak mencerminkan simbolisasi kaum proletariat"
Misalnya saja pada produk mi instan, Indofood memiliki pop mie yang menawarkan fleksibilitas, Indomie sebagai mata rantai paling atas (populer), disusul sarimi yg menyasar segmentasi di bawahnya, hingga intermi ataupun sakura yg (sekarang) lebih ditempatkan sebagai produk nostalgia.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya hal itu banyak membuat customer yg ikut berperan (sebagai influecer) untuk turut memasarkan produknya hingga menjadi top of mind masyarakat.
3. Indofood juga terus berfokus pada pengembangan makanan instan tapi belum bisa dikategorikan sebagai makanan bergizi tinggi
Interseksi inovasi produk diantara dua kategori tersebut hanya sebatas produk q-tela (tempe) yang awalnya dianggap brillian, namun pada akhirnya terus diratapi karena peredaran produknya dapat dikatakan tidak sukses di pasaran.
Kesimpulan
Secara teknis, proses aklimatisasi produk Indofood ini lebih banyak bertumpu pada inovasi produk yg selalu berhasil menyesuaikan pada preferensi konsumen di negara pasar. Tapi sayangnya, mereka masih belum banyak menitikberatkan perhatiannya pada aspek kesehatan dan dampak yg mereka hasilkan pada lingkungan.
ADVERTISEMENT