Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Streotipe Buruk Masyarakat kepada Anak Jalanan di Jakarta
14 Desember 2022 13:12 WIB
Tulisan dari Aida Adha Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kali ini akan kita bahas tentang bagaimana streotipe masyarakat terhadap anak jalanan di kota Jakarta. Sebelumnya perlu kita ketahui, pengertian stereotipe menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.
ADVERTISEMENT
Nah, dari pengertian di atas, dapat kita ketahui bahwa anak jalanan di Jakarta mendapat streotipe buruk dari masyarakat. Sebelum kita membahas lebih jauh, anak jalanan yang di maksud di sini ialah, anak dari rentang usia anak-anak sampai remaja yang sudah tidak bersekolah, baik karena faktor ekonomi atau faktor dasar kemauan anak itu sendiri.
Pertama, penulis akan membahas tentang anak jalanan yang tidak lagi bersekolah karena didasarkan oleh faktor ekonomi. Hal ini seharusnya menjadi perhatian lebih pemerintah dan petugas sosial setempat. Mari ambil contoh di kawasan Kalideres, Jakarta Barat tepatnya di daerah Sumur Bor. Sampai detik ini masih banyak terlihat anak-anak menjual tisu, permen, di pinggir halte busway melintas.
Kemudian jika kita bergeser sedikit ke daerah rawa buaya, juga masih kerap kali terlihat seorang ibu yang menggendong putra/putrinya sembari mengulurkan tangan mengais-ngais belas kasihan warga yang melintas. Kembali penulis tekankan, hal ini perlu menjadi perhatian lebih pemerintah dan otoritas setempat untuk menanggulangi hal ini.
ADVERTISEMENT
Kemudian merujuk pada alasan lain yang sudah sedikit disinggung di atas tadi, ada banyak anak yang tidak melanjutkan sekolah karena atas dasar kemauannya sendiri. Mengapa demikian? Merujuk pada fakta di lapangan, hal ini dapat terjadi karena tidak adanya penanaman edukasi sedari dini oleh orang tua anak tersebut. Maksudnya, pendidikan seharusnya sudah diterapkan sejak dini, sejak anak masih di bawah umur.
Contohnya, orang tua dapat memasukkan atau menyekolahkan anaknya ke taman kanak-kanak terdekat. Hal ini perlu dilakukan agar anak terbiasa mendapatkan pendidikan formal sejak ia masih kecil. Sehingga saat ia dewasa, ia tidak akan merasa jenuh atau bosan terhadap lingkungan sekolah yang jauh lebih besar nanti. Seperti kasus anak yang tidak melanjutkan pendidikan atas dasar kemauannya sendiri di atas.
ADVERTISEMENT
Lalu Apakah Semua Anak Jalanan Memiliki Dampak Negatif?
Kemudian mari kita bahas apakah semua anak jalanan dengan kriteria yang sudah dijelaskan di atas tadi memiliki dampak negatif untuk masyarakat dan lingkungan? Mungkin jawaban dari masyarakat yang sering kali melihat fenomena ini akan menjawab iya 98%. Karena jika kita kembali melihat fakta di lapangan, anak jalanan hanya akan memenuhi ruang publik dengan dagangannya. Atau melakukan modifikasi kendaraan roda dua sehingga menyebabkan bising dan kepulan asap. Hal ini tentu mengganggu masyarakat dan mencemari lingkungan.
Kemudian jika kita mengingat kejadian beberapa minggu lalu yang sempat menghebohkan warga Jakarta dan sekitarnya tentang fenomena begal yang sampai melukai dan merenggut nyawa seseorang, hal ini pun kembali menyebabkan stigma masyarakat kepada anak jalanan semakin buruk. Bagaimana tidak, para begal ini biasanya terbentuk dari pola kriteria anak jalanan yang sudah kita bahas di atas. Tentang kurangnya pendidikan yang mereka tempuh. Lagi dan lagi, hal ini harus menjadi perhatian penuh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Tapi Masih Banyak Terdapat Anak Jalanan Memiliki Sikap yang Baik
Terlepas dari banyaknya dampak negatif tadi, penulis ingin membagi sedikit pengalaman dan realita fakta di lapangan, tepatnya di Jakarta. Ternyata, masih banyak anak jalanan yang memiliki sikap budi pekerti yang baik. Walaupun stigma buruk yang diberikan masyarakat kepada anak-anak ini terlampau berlebih, namun ditemukannya anak-anak dengan pola perilaku baik ini seharusnya menurunkan stigma itu.
Beberapa waktu lalu, malam hari, terlihat salah satu pengendara bermotor bersama anak perempuannya sedang mendorong motornya karena alasan yang tidak diketahui. Kemudian terlihat beberapa anak jalanan ini yang sepertinya sudah tidak bersekolah, menghampiri pemotor tersebut. “Pak, motornya kenapa?” tanya salah satu anak itu. Benar sekali, anak ini tidak sendirian. Ia bersama dua temannya yang sepertinya sama dengannya. “Ingin dibantu dorong motornya sampai bertemu pom bensin, Pak?” Bapak itu menjawab, "Oh tidak usah, Dek. Ini bannya yang bocor. Bukan bensinnya yang habis.” Beberapa anak itu mengangguk. “Tapi tolong anterin anak saya saja ini sampai ke depan. Tolong ya, Dek, kasihan dia.” Bapak itu meneruskan.
ADVERTISEMENT
Anak jalanan itu memang membawa motor, motor hasil modifikasi yang sudah kita singgung tadi. Tapi rasa-rasanya memang masih layak pakai. Kemudian anak itu mengantar anak bapak pengendara motor tadi.
Dari contoh salah satu pengalaman asyarakat di atas, terlihat jelas bahwa anak jalanan ini memiliki empati lebih kepada sesama, bukan? Terlihat sekali bahwa anak-anak itu ingin menolong bapak yang motornya terkendala itu dengan tulus. Salah seorang yang melihat kejadian ini pun sejenak mengubah persepsi buruk tentang anak jalanan. Memang, memang banyak sekali dampak negatif yang mereka hadirkan, tapi jika kita melihat sudut pandang lain dan menyaksikan beberapa perilaku baik mereka, stigma tersebut seharusnya dapat menurun.
Anak Jalanan Bukan Pelaku Kriminalitas
Dari cerita di atas, dapat kita simpulkan bahwa anak jalanan bukan lah pelaku kriminalitas. Mereka tidak mencuri, tidak membuat keributan, walaupun memang ada sederet fenomena anak jalanan yang melakukan perilaku tersebut. Namun, kerap kali fenomena anak jalanan di Jakarta, hanya memenuhi ruang publik sehingga Jakarta dinilai kian semakin sesak.
ADVERTISEMENT
Penulis mengajak masyarakat untuk sedikit menurunkan stigma buruk kepada anak jalanan ini. Mereka sebetulnya hanya anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan penuh, bukan pelaku kriminalitas. Jika ingin, masyarakat dapat membina anak jalanan ini kepada jalan yang seharusnya.
Contohnya, tidak menaruh pandangan sinis/aneh saat melihat mereka, berperilaku lah seperti anda melihat kebanyakan orang. Coba lah untuk membeli dagangan mereka jika mereka berjualan. Atau sekadar menyapa jika anda melewatinya. Hal ini mungkin tidak akan berpengaruh besar, namun anak jalanan akan merasa dirinya lebih diterima masyarakat.
Catatan:
Peristiwa yang tercantum di atas terjadi di kawasan Kalideres, Jakarta Barat.