Konten dari Pengguna

Riset Jurnal Lakon: Rekonsiliasi Trauma dalam Novel Eat Pray Love

Aidatul Fitriyah
Mahasiswa Sarjana Bahasa dan Sastra Inggris Universita Airlangga yang suka menulis dan bekerja dengan dunia kepenulisan
3 Januari 2023 10:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aidatul Fitriyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hampir setiap orang di dunia mengalami suatu peristiwa trauma dari suatu kejadian. Tapi banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki suatu trama. Trauma dapat diartikan sebagai suatu pengalaman yang sangat sulit atau tidak menyenangkan yang menyebabkan seseorang mengalami masalah mental atau emosional biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Ketika seseorang mengalami trauma dengan segala gejala yang muncul setelahnya, akan membuat individu merasa terganggu dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Untuk itu, sebagian pasti berpikir untuk bisa bangkit dan berdamai dengan traumanya.
ADVERTISEMENT
Selain dalam dunia nyata, Permasalahan mengenai trauma juga banyak diangkat dalam karya sastra, khususnya novel. Dalam studi yang berjudul “Elizabeth Gilbert’s Self-healing Efforts From Past Trauma In The Novel Eat Pray Love” oleh Naafi’atun Nur Lathifah ia menemukan metode rekonsiliasi trauma yang digambarkan dalam suatu novel berjudul Eat Pray Love karya Elizabeth Gilbert.
Novel Eat Pray Love karya Elizabeth Gilbert (Sumber: The Poweful Ladies Blog)
Novel tersebut menceritakan tentang Gilbert mengalami guncangan secara psikologis pasca perceraiannya. Ia merasakan kecemasan, kesedihan, dan trauma atas peristiwa tersebut. Hingga akhirnya ia bertanya-tanya tentang tujuan hidupnya yang sebenarnya.
Nafiatun mengungkapkan bagaimana Gilbert mengobati traumanya dengan melakukan berbagai upaya self healing yang terbagi menjadi tiga fenomena yang meliputi perjalanan ke tiga negara, menghindari hal-hal yang berpotensi menimbulkan trauma, dan menulis novel.
ADVERTISEMENT

Melakukan Perjalanan ke Tiga Negara Berbeda

Dalam novel diungkapkan bahwa Gilbert melakukan ekspedisi ke tiga negara untuk mempelajari bahasa, budaya dan tradisi sebagai wujud mengalihkan pikirannya dari trauma.
Salah satu negara yang dikunjunginya adalah Italia. Disana ia mengambil kursus bahasa italia sebagai media menyibukkan diri agar pikiran terhadap trauma perceraiannya tidak muncul kembali. Biasanya setelah ia menyelesaikan kursusnya, ia akan menikmati hujan dan berendam air panas sambil membaca kamus bahasa Italia.
Negara berikutnya yang menjadi sasaran Gilbert adalah India. Jika di Italia ia mempelajari bahasa, maka di India ia mempelajari hal-hal spiritual untuk mendapatkan ketenangan batinnya. Dalam novelnya ia mengatakan bahwa ia bisa merasakan tempat peristirahatan yang aman bagi traumanya ketika melakukan upacara spiritual.
ADVERTISEMENT
Dan negara terakhir yang ia kunjungi adalah Bali - Indonesia. Jika di kedua negara sebelumnya ia mempelajari suatu hal untuk mengalihkan traumanya. Maka di Indonesia ia hanya berkunjung untuk menemui temannya terdahulu. Perjalanan tiga negara yang dilakukan Gilbert mengubah jalan hidupnya dan lebih menerima takdirnya.

Menghindari Hal-hal yang Berpotensi Menimbulkan Trauma

Walaupun ia telah melakukan self healing dengan mengelilingi tiga negara berbeda, trauma tersebut masih saja membayangi Gilbert kapanpun dan dimanapun. Tetapi ia tetap tidak tidak berhenti untuk mencoba hal-hal yang bisa mengalihkan rasa trauma dan kesedihannya.
bahkan ia membeli buku untuk membantu dirinya bangkit dari keterpurukan, berolahraga untuk menjaga kesehatan jiwa dan raga, serta menghindari buku, music, dan film yang bisa memunculkan trigger atas perasaan traumanya.
ADVERTISEMENT
Upaya-upaya yang dilakukan Gilbert untuk bangkit dari keterpurukan dan melanjutkan hidup nyatanya belum bisa menghilangkan rasa traumanya secara keseluruhan. Memang Gilbert berusaha untuk menghindari hal yang berpotensi membuatnya sedih, tapi itu hanya beberapa saat saja.
Menulis merupakan salah satu bentuk dari kesaksian atau testimoni yang dilakukan Gilbert dalam upaya menyembuhkan traumanya. Ketika seseorang bersaksi atas kejadian traumatis yang telah ia alami, ada kecenderungan untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa traumatis di masa lalu dan penyintas tersebut berpotensi terjebak kembali dalam masa lalu
Saat menuliskan perjalanan hidupnya, Gilbert mengatakan bahwa ia dapat menulis dengan tenang tentang hal-hal yang telah dan sedang ia alami.
setelah ia mengalami perceraian, kegagalan dalam hubungan asmara dengan David, dan adanya teror peristiwa 9/11 ia merasa seperti mengalami kecelakaan mobil secara berulang-ulang selama rentang waktu dua tahun.
ADVERTISEMENT
Namun, nyatanya ia berhasil menerima itu semua dan tetap melanjutkan hidupnya berdampingan dengan rasa trauma yang ia miliki. Keberhasilan Gilbert dalam menulis pengalaman hidupnya yang traumatis merupakan salah satu wujud dari konsep working through yang ia jalani.
Upaya yang dilakukan oleh Gilbert ini merupakan wujud self-healing atas traumanya dari konsep working through. konsep working through digambarkan sebagai kondisi seseorang yang dapat berkompromi dengan masa lalu. Sehingga, si penderita dapat menjalani kehidupan secara alami berdampingan dengan trauma. Hal terpenting dalam konsep working through adalah ketika seseorang telah berusaha semaksimal mungkin, semapu yang ia bisa untuk melalui pengalaman traumatis nya.