Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sudan dan Austria, Harapan dan Realita
23 Februari 2018 11:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari Aidil Khairunsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada suatu kesempatan dalam perjalanan hidup ini, saya dan isteri yang baru 6 bulan menjalani kehidupan pernikahan kami, mendapatkan kesempatan untuk bertugas ke 2 negara yang menurut kami sangat bertolak-belakang, kedua negara tersebut adalah Sudan dan Austria.
ADVERTISEMENT
Sudan di satu sisi adalah negara yang tidak pernah terbesit dalam benak kami untuk kami kunjungi. Sudan dalam pemikiran kami adalah negara yang penuh konflik, udara yang ekstrem, dan minim hiburan.
Austria di sisi lain, adalah negara yang kami mimpikan untuk kami kunjungi dalam hidup ini. Negara dengan empat musim nya, kemegahan benua eropa, serta berbagai kemudahan dan kesenangan yang kami bayangkan akan kami dapatkan ketika kami berada disana.
Dapat disimpulkan bahwa Sudan adalah negara yang tidak kami harapkan dan Austria adalah negara yang sangat kami harapkan.
Perjalanan kami pun dimulai ketika saya dan istri memulai penugasan kami di Sudan. Sudan seperti yang kami perkirakan sebelumnya adalah negara dengan fasilitas sarana dan pra-sarana yang masih jauh dibawah standar, udara yang sangat panas, minim tempat hiburan, serta kehidupan terkesan berjalan dengan monoton.
Namun seiring waktu, Sudan telah memberikan pengalaman yang sangat mengejutkan untuk kami.
ADVERTISEMENT
Khartoum, ibukota Sudan, bagi kami adalah kota yang sangat aman bahkan lebih aman dibandingkan Jakarta. Seringkali saya dan istri keluar di tengah malam tanpa perlu merasa cemas ataupun khawatir. Keramahan orang Sudan kepada pendatang asing juga menambah rasa aman dan nyaman ketika kami berada di Sudan.
Interaksi kami dengan masyarakat Sudan yang memang terkenal ramah dan sopan santun membawa kami kepada sebuah cerita di masa lalu mengenai hubungan baik antara Sudan dan Indonesia yang diawali oleh kejadian di Konferensi Asia-Afrika tahun 1955--yang hingga saat ini masih membekas di hati paling dalam masyarakat Sudan. Hubungan baik yang hingga saat ini masih terjaga dengan baik dan sangat kami rasakan.
Kehidupan harian yang pada awalnya terasa monoton dan membosankan perlahan berubah menjadi sebuah pengalaman menyenangkan. Minimnya hiburan di Sudan menyebabkan saya dan istri lebih banyak berinteraksi, berdiskusi, dan mengenal satu sama lain. Suatu hal yang agak jarang kami lakukan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
1,5 tahun berjalan tanpa kami rasakan dan kamipun harus segera berangkat menuju ke negara penugasan kami berikutnya, Austria, dan meninggalkan Sudan dengan sejuta kenangan.
Saya dan istri pun menyambut kepindahan kami dengan penuh ekspektasi dan semangat mengingat Austria memang negara yang kami impikan untuk kami kunjungi.
Kamipun tiba di Austria dan semua seperti apa yang seperti kami bayangkan. Negara dengan 4 musim, pemandangan yang indah, kemudahan dalam mendapatkan fasilitas kesehatan dan hiburan yang sangat baik.
Namun dalam satu momen keberadaan kami di Austria, saya dan isteri merasakan sebuah kerinduan yang sangat terhadap Sudan. Rindu akan masyrakat yang penuh ramah tamah, rindu akan suasana kekeluargaan, bahkan rindu kepada cuaca Sudan yang panas.
ADVERTISEMENT
Pengalaman di Sudan telah meninggalkan kenangan yang sangat berarti di hati kami.
Di penghujung hari, saya dan istri melihat apa yang kami harapkan tidak selalu berjalan seperti apa yang kita bayangkan.
Namun apa yang tidak pernah kami harapkan sebelumnya bisa memberikan warna yang lebih mendalam di perjalanan hidup ini.
Harapan dan realitas tidak selalu berjalan beriringan, yang terpenting adalah mensyukuri setiap pengalaman yang kita peroleh dari hidup ini, karena kita tidak pernah tahu hal apa yang akan lebih menambah warna pada perjalanan hidup.