Konten dari Pengguna

Menikmati dan Menilai Sastra dengan Kritik Sastra

Aisah Imaydah
Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Pamulang, Universitas Swasta di Indonesia
17 Juni 2024 10:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aisah Imaydah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi buku kritik sastra. Sumber: https://istockphoto.com/id/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi buku kritik sastra. Sumber: https://istockphoto.com/id/
ADVERTISEMENT
Karya sastra bukan hanya dapat dinikmati saja, namun dapat dinilai berdasarkan keadaan karya itu sendiri. Dalam kritik sastra khususnya di Indonesia sudah banyak kritikus, entah itu novel, cerpen, drama maupun film. Memang apa yang didapat dengan mengkritik sebuah karya sastra? apa yang dapat diubah. Dengan adanya penilaian karya sastra, suatu karya dapat berkembang ke arah yang lebih baik dan membenahi kekurangannya menjadi karya sastra yang lebih kompleks. Lalu apa yang bisa dikritisi dari karya sastra yang toh fungsinya memang sebagai hiburan masyarakat.
Ilustrasi menonton pertunjukan drama. Sumber: https://istockphoto.com/id/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menonton pertunjukan drama. Sumber: https://istockphoto.com/id/
Namun, bukan hanya sebagai media hiburan semata, karya sastra bisa dijadikan sebagai media pendidikan. Bila diambil contoh, maka novel dan film Laskar Pelangi-lah salah satu karya sebagai media pendidikan. Bahwa pendidikan itu hal yang mewah, tidak berarti orang kurang mampu tidak berhak mendapatkan pendidikan. Mereka mengupayakan mendapat pendidikan meski bukan pendidikan sekolah negeri layaknya orang perkotaan. Kisah ini bukan sepenuhnya fiksi yang tidak nyata, melainkan sejalan dengan realita di negeri kita ini. Di mana mereka yang kurang mampu bukan hanya kesulitan mencari makan, namun juga kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal dalam pembukaan Undang-Undang negara kita sudah tercantum ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi itu masih menjadi angan-angan yang belum tercapai.
ADVERTISEMENT
Dengan jelas dituliskan dalam perundang-undangan yang semestinya dipatuhi oleh segenap masyarakat Indonesia, baik aparatur, rakyat biasa atau pemerintah harus melaksanakan kewajiban sebagai warga negara Indonesia. Menegakkan HAM yang di zaman sekarang makin diremehkan dan terlupakan. Ini salah satu hal yang secara nyata perlu dikritisi dari banyaknya aspek kehidupan.
Ilustrasi membaca buku. Sumber: https://istockphoto.com/id/
Kembali pada karya sastra yang merupakan cerminan dari kehidupan nyata yang kita sebagai manusia alami dalam alam sadar maupun alam tak sadar. Sastra lahir dari kumpulan emosi yang terpendam lalu disalurkan ke dalam sebuah karya sastra. Maka karya sastra dapat "relate" dengan yang kita alami sehari-hari. Sebuah karya ada karena bisa diterima dan dinikmati masyarakat. Tidak ada karya yang gagal, hanya karya yang belum sempurna. Maka dari itu tugas para kritikus sastra adalah menemukan kekurangan karya sastra yang nantinya pemilik karya tersebut dapat menyempurnakan kembali karya sastranya.
ADVERTISEMENT
Kritik sastra atau penilaian terhadap karya sastra ini dapat dilakukan dengan berbagai sudut pandang dan teori. Misalnya saja seperti teori feminisme yang menilai suatu karya dari kehadiran dan eksistensi perempuan, teori post kolonialisme yang menilai suatu karya pada hubungannya dengan penjajahan yang pernah terjadi di masa lalu, teori intertekstual dimana suatu karya ada karna adanya karya sebelumnya. Masih banyak sudut pandang yang menarik untuk digunakan dalam penilaian karya sastra, entah itu semiotik (makna), psikologi (perasaan), sosiologi (masyarakat) bahkan strukturalisme karya sastra itu sendiri, entah gaya bahasa, alur, latar, tema bahkan penokohan.