Konten dari Pengguna

Tidak cuma Tas dan Sepatu yang Menjadikan Brand Minded, Obat dan Vitamin Juga

Ajeng Illastria Rosalina
Profesi : Apoteker, ASN BPOM
19 Agustus 2021 15:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Illastria Rosalina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pengalaman hunting

ADVERTISEMENT
Beberapa hari lalu, saya diminta oleh mertua saya yang berada di sekitaran ujung timur pulau Jawa untuk mencarikan multivitamin. Vitamin ini untuk diberikan kepada keluarga di sana yang tengah terinfeksi Covid19. Mertua saya dengan spesifik menyebutkan salah satu brand multivitamin tersebut. Mari kita sebut produk itu dengan merek A. Seperti yang kita tahu, saat ini komoditi obat dan multivitamin memang sedang sulit diakses karena kebutuhan masyarakat yang tinggi dan belum mampu diimbangi oleh kapasitas produksi.
ADVERTISEMENT
Sebelum saya berusaha mencarikan produk tersebut, saya terlebih dulu bertanya kepada mertua saya tersebut, tentang kemungkinan mengganti dengan brand lain dengan komposisi yang serupa. Kebetulan brand yang dicari ini merupakan produk Suplemen kesehatan yang menurut MIMS mengandung Bahan aktif utama: Vitamin E 30 IU, Vitamin C 750 mg, Vitamin B1 15 mg, Vitamin B2 15 mg, Vitamin B6 20 mg, Vitamin B12 12 mcg, Asam Folat 400 mcg, Asam Pantotenat 20 mg, Zinc 22,5 mg, Niacin 100 mg. Dan yang saya tahu di pasaran bertebaran produk-produk serupa dengan komposisi yang sama atau lebih. Namun kemudian mertua saya menjelaskan bahwa, keluarga yang sedang membutuhkan obat ini hanya mau produk merek A. Dengan alasan sebelumnya mendapat rekomendasi dari keluarga lain bahwa brand A ini telah sangat ampuh membantunya melawan Covid 19 yang pernah dideritanya beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Mertua saya bahkan sudah mengusahakan mencari merek A ini di beberapa apotek di kota (yang memang tidak terlalu besar) tempat tinggal mereka. Namun hasilnya nihil dan menurut mertua saya, stok di semua apotek kosong.
Baiklah, karena mertua saya menghubungi saat malam hari, sehingga saya sudah tidak bisa melakukan pencarian di apotek secara langsung, maka saya mulai melakukan pencarian di dua marketplace favorit saya yang berwarna hijau dan oranye. Sebelumnya saya tidak tahu harga normal dari merek A, namun di kedua marketplace tersebut harga nya rata-rata sekitar Rp 50.000. Beberapa seller menjelaskan di deskripsinya bahwa terjadi kenaikan karena tingginya permintaan. Wah, inilah kenapa saya kurang suka konsep ekonomi perihal permintaan dan penawaran.
ADVERTISEMENT
Karena saya yakin kalau saya mendapat di apotek secara langsung harganya tidak akan setinggi itu, akhirnya saya tidak memproses pembelian di marketplace. Keesokan harinya, saya mencari merek A di kawasan pasar proyek, di mana banyak berjajar apotek yang memudahkan saya untuk pindah dari apotek satu ke yang lain. Setelah saya mencoba mendatangi 5 apotek akhirnya di apotek keenam, voila, ketemu, saya mendapatkan merek A dengan harga Rp 45.000. Sebenarnya tidak beda jauh dengan harga di marketplace.
Kenapa keluarga saya itu sangat percaya kepada merek A, yang notabene hanya vitamin bukan obat? Atau mari kita sebut dengan brand minded. Sama halnya dengan sepatu atau tas, beberapa orang yang sudah menyukai satu merek, dengan berbagai alasan, mereka akan sangat setia dengan merek tersebut. Apakah brand minded pada vitamin kasusnya sama dengan pada sepatu?
ADVERTISEMENT
Merek A ini memang diproduksi oleh salah satu industri farmasi terkenal di Indonesia. Mari kita sebut Industri C. Produknya bertebaran laris manis di pasaran (bahkan sampai ada yang dipalsukan saking larisnya, padahal mahal), dan kualitasnya cukup baik. Produk obatnya juga banyak diresepkan (selain karena bagus mungkin juga karena kerja para Medical Representative).
Produk dari industri C termasuk dalam jajaran produk-produk bermerek yang mahal. Kalau saya pribadi saat mendapat resep dengan nama obat dari industri C, pasti saya akan bertanya kepada apotek, "mba tolong generik atau merek lain yang lebih murah ya". Karena di pemahaman saya khasiatnya sama saja, kalaupun ada perbedaan paling hanya di waktu durasi dan onset yang tidak akan signifikan.
ADVERTISEMENT
Sejak saat kuliah saya sudah diajarkan tentang perbedaan dua produk ini, yaitu antara obat dan vitamin branded dibanding generik. Bahkan beberapa tahun ke belakang kalau kita ingat, di televisi bahkan pernah ada iklan layanan masyarakat tentang kualitas kedua jenis produk tersebut yang sama-sama baik. Namun soal harga banyak hal yang akhirnya membuat keduanya memiliki selisih harga yang menjulang. Mulai dari kebutuhan industri akan profit, desain kemasan yang menawan, ongkos Medical Representative, hingga entertain dokter.
sumber: pixabay.com
Bagi keluarga saya yang termasuk orang awam, saya merasa ada beberapa alasan yang membuat mereka menjadi brand minded. Alasan pertama, mungkin karena keluarga saya itu sangat percaya kepada rekomendasi atau testimoni. Di mana saat sakit terutama sakit covid, secara psikologis pasien akan merasa ketakutan dan sangat ingin untuk segera sembuh. Jadi mereka akan menempuh apa pun untuk segera sembuh (apalagi hanya perkara membayar mahal vitamin). Testimoni dari orang terdekat dan terpercaya merupakan senjata yang ampuh untuk membuat orang menjadi brand minded.
ADVERTISEMENT
Tampaknya ini berlaku juga pada orang yang brand minded kepada sepatu. Misal, saat saya mendapat rekomendasi sepatu merek tertentu dari ibu saya atau sahabat yang sangat saya percayai, tentu membuat saya yakin untuk membelinya dan kalau saya suka, saya akan loyal pada merek tersebut.
Alasan kedua, karena pernah mengalami saat terdesak dan seolah mendapat pertolongan dari brand A, sehingga membuat keluarga saya setia terhadap brand tersebut. Hal tersebut akan menyebabkan kesetiaan terhadap brand tersebut. Bahkan bila diyakinkan dengan merek lain, mereka akan sulit percaya.
Yang akan berbeda dengan brand minded fashion adalah pride atau gengsi. Saya rasa tidak mungkin orang memilih obat atau vitamin hanya karena alasan gengsi. Apakah anda setuju dengan saya?
ADVERTISEMENT