Konten dari Pengguna

Menuju Kemandirian IG (Peta) di Indonesia: Regulasi, Kesiapan SDM, dan Teknologi

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
11 Juni 2021 20:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021 adalah pelaksanaan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang di dalamnya mengamanatkan pengaturan lebih lanjut terkait beberapa ketentuan.
ADVERTISEMENT
Hal ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebijakan nasional dimana informasi geospasial (IG) atau dikenal secara awam sebagai Peta, semakin dibutuhkan oleh seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Indonesia. Impian untuk membangun kemandirian IG melalui tersedianya peta dasar skala besar yang akurat, dapat dipertanggungjawabkan dan mutakhir serta memenuhi kebutuhan pengguna makin dituntut keberadaannya. Oleh karena itu, IG beserta kegiatan penyelenggaraannya, mulai dari hulu sampai dengan ke hilir semakin memegang peranan penting dalam menjamin ketersediaan IG yang akurat dan mutakhir.
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kredit Foto: Badan Informasi Geospasial)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kredit Foto: Badan Informasi Geospasial)
Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai National Mapping Agency ditantang untuk mampu menyediakan IG dasar sebagai acuan nasional. Tujuan yang hendak dicapai diantaranya untuk menghindari adanya kekeliruan, kesalahan, dan tumpang tindih informasi yang berakibat pada ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran dan inefektifitas informasi.
ADVERTISEMENT
Namun, ketersediaan IG yang akurat dan mutakhir serta tersampaikan kepada pihak yang membutuhkan, juga memerlukan pondasi utama pembangunan infrastruktur IG; termasuk di dalamnya upaya efisiensi kegiatan penyelenggaraan IG dengan mengoptimalkan sumber daya manusia dan teknologi.
Peta Rupabumi Indonesia: Integrasi Unsur Peta Dasar di wilayah darat, pantai, dan laut
Pasal 6 dalam PP 45 Tahun 2021 menjelaskan bahwa Peta Rupabumi Indonesia mengintegrasikan seluruh unsur peta dasar (yang terdiri atas garis pantai, hipsografi, perairan, nama rupabumi, batas wilayah, transportasi dan utilitas, bangunan dan fasilitas umum, penutup lahan) yang terletak di wilayah darat, pantai, dan laut. Penyajian peta dasar tersebut dapat berupa peta cetak atau digital, baik dua dimensi maupun tiga dimensi dengan Skala dan kaidah tertentu.
ADVERTISEMENT
Ketersediaan satu peta dasar yang menyajikan unsur peta dasar di ketiga wilayah tersebut secara terintegrasi tentunya merupakan salah satu upaya untuk penyediaan informasi yang efektif, integratif, dan harmonis. Ketersediaan unsur garis pantai sebagai integrator IG Darat dan IG Laut semakin dibutuhkan, salah satunya dalam proses pengintegrasian rencana tata ruang darat-laut.
Kebutuhan integrasi tersebut, selain diamanahkan oleh PP 45 Tahun 2021, juga terdapat pada UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada pasal 7A yang mengamanatkan pengintegrasian RZWP3K ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Lebih lanjut, dalam PP 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang mengamanatkan RTRW Provinsi mencakup pengaturan ruang perairan pesisir (Pasal 13); dan pengintegrasian garis pantai menggunakan unsur garis pantai RBI (Pasal 63 dan 65).
ADVERTISEMENT
Hal ini menunjukkan urgensi ketersediaan Peta Rupabumi Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan IG Tematik yang memerlukan integrasi unsur peta dasar yang terletak di ketiga wilayah tersebut.
Lalu, pada skala berapa saja Peta Rupabumi Indonesia diselenggarakan dan apa saja upaya percepatannya?
Mari telisik regulasi yang ada, mulai dari membaca pasal 11 dalam PP 45 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa Peta Rupabumi Indonesia diselenggarakan pada Skala 1:1.000, 1:5.000. 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000, 1:1.000.000. Peta Skala 1:1.000 diselenggarakan di wilayah tertentu sesuai dengan kebutuhan, kemudian selain pada skala yang diamanahkan tersebut dapat diselenggarakan pada skala lain sesuai dengan kebutuhan.
Gambaran Status Ketersediaan Peta Dasar (sumber: foto tangkapan layar YouTube Badan Informasi Geospasial tentang Percepatan Penyediaan Peta Dasar Skala Besar)
Untuk diketahui bahwasannya kebutuhan penyediaan peta dasar skala besar se-Indonesia memerlukan kajian mendalam dalam penentuan kebijakan dan langkah strategisnya. BIG selaku instansi pemerintah yang berwenang di bidang IG telah melakukan kajian dan menggelar sejumlah forum diskusi terkait urgensi penyediaan peta dasar skala besar (1:5.000) untuk seluruh wilayah Indonesia, termasuk di dalamnya mulai dari kajian terhadap kombinasi teknologi akuisisi data geospasial dasar, optimalisasi kecerdasan buatan dalam ekstraksi unsur peta dasar, generalisasi peta dalam produksi peta dasar, hingga mekanisme penyelenggaraan IGD yang dapat dikerjasamakan dengan BUMN.
ADVERTISEMENT
Dalam berbagai webinar yang dihadiri narasumber dari BIG, termasuk paparan dari Kepala BIG pada acara webinar kampus dapat diketahui bahwa penentuan AOI (Area of Interest) atau cakupan wilayah pemetaan skala besar berkaitan dengan pilihan kombinasi teknologi akuisisi untuk wilayah yang akan dipetakan dibagi berdasarkan tiga kategori karakteristik umum wilayah yaitu urban, rural dan hutan. Produksi peta dasar skala besar yang detail dan akurat se-Indonesia ini tentunya memerlukan penyimpanan dan pengamanan DG dan IG yang tentunya telah menjadi bagian yang disiapkan oleh BIG terkait infrastruktur IG untuk percepatan penyediaan peta dasar.
BIG memerlukan dukungan berbagai pihak dalam penyelenggaraan IG Dasar. Kerja sama antara Pemerintah Pusat, dalam hal ini BIG dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam penyelenggaraan IG dasar telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021. Saat ini, rancangan peraturan BIG terkait KPBMUN termasuk mekanisme seleksi BUMN telah dimatangkan. BIG saat ini sedang dalam tahap penentuan cakupan wilayah dan perhitungan besarnya pembiayaan sebagian KPBUMN sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 26 Perpres tersebut.
ADVERTISEMENT
Terkait pembiayaan percepatan penyediaan peta dasar skala besar tentunya BIG senantiasa berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait (diantaranya Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan) agar tidak terjadi inefisiensi anggaran melalui optimalisasi kombinasi penggunaan teknologi terdepan, peningkatan kapasitas SDM, dan penyusunan landasan hukum.
Bagaimana Penyelenggaraan Peta Dasar berjalan pasca lahirnya PP 45/2021 dan Perpres 11/2021 terkait SDM di Industri IG?
Tentunya dalam kegiatannya Industri IG dapat mendukung BUMN mengingat Pasal 25 Perpres 11/2021 bahwa dalam melaksanakan KPBUMN maka BUMN pelaksana wajib menyelenggarakan infrastruktur pendukung, termasuk diantaranya sumber daya manusia (SDM).
Berkaitan dengan peningkatan SDM di bidang IG, maka PP 45/2021 memberikan amanat yang cukup berat dan membutuhkan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak, termasuk diantaranya dari akademisi hingga organisasi profesi di bidang IG. Kegiatan penyelenggaraan IG oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan oleh Setiap Orang, termasuk orang perorangan yang memenuhi kualifikasi sebagai Tenaga Profesional yang Tersertifikasi di Bidang IG.
ADVERTISEMENT
Salah satu isu yang hangat dan sering dibahas saat sosialisasi terkait IG pasca lahirnya PP 45/2021 adalah keberadaan 2 Profesi bidang IG: geografer dan surveyor. Detail mengenai kedua profesi tersebut dapat dilihat dalam Pasal 97 ayat 5 menjelaskan tentang Geografer dan ayat 6 yang menjelaskan tentang Surveyor.
Upaya penguatan dan sinergi penyelenggaraan IG dapat dilakukan dengan mengoptimalkan kemampuan masing-masing profesi dalam melakukan pekerjaannya. Saya mencoba membayangkan sinergi kedua profesi tersebut. Misal, seorang surveyor memiliki kemampuan dalam melakukan pekerjaan pengukuran DG berupa permukaan bumi dan objek tiga dimensi sehingga menghasilkan DG yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan; kemudian seorang geografer memiliki kemampuan analisis DG menggunakan prinsip interaksi, interelasi, dan interdependensi melalui pendekatan keruangan (spatial approach), ekologis (ecological approach), dan kompleks kewilayahan (regional complex approach).
ADVERTISEMENT
Apabila keduanya bekerja bersama diharapkan dapat melahirkan penggambaran IG yang akurat sebagai acuan dasar dan dilengkapi hasil analisis DG berdasarkan pendekatan yang tepat untuk melahirkan IG dengan added-value (nilai tambah) sesuai kebutuhan pengguna. Bahkan, tidak menutup kemungkinan meningkatkan IG Komersial yang menunjang berbagai kebutuhan serta mendukung kemandirian bangsa Indonesia di bidang Informasi Geospasial.
Ilustrasi Peta di Genggaman Tangan (Kredit Foto: Photo by CardMapr.nl on Unsplash)
Generasi geospasial milenial ke depan, baik yang berprofesi geografer maupun surveyor adalah generasi yang memiliki literasi geospasial tinggi; melek secara teknologi sekaligus memiliki dasar keilmuan yang kuat ditambah pengalaman praktis untuk dapat langsung diimplementasikan dalam menyelesaikan tantangan industri IG. Saatnya penyelarasan antara kebutuhan industri IG dengan dunia pendidikan, salah satunya melalui penyiapan pendidikan profesi oleh perguruan tinggi terkait.
ADVERTISEMENT
Secara umum, kedua profesi tersebut dibentuk sebagai upaya menjamin penyediaan IG yang diselenggarakan oleh orang perorangan. Kemudian tantangan bagi perguruan tinggi adalah penyiapan pendidikan profesi oleh perguruan tinggi di bidang geografi untuk geografer dan pendidikan tinggi di bidang teknik geodesi dan/atau geomatika untuk profesi surveyor. Beberapa waktu lalu, perwakilan perguruan tinggi swasta berkonsultasi mengenai peluang untuk mendirikan jurusan terkait informasi geospasial. Pertanyaan pertama yang dilontarkan adalah peluang kerja dari lulusan di bidang IG serta sejauh mana minat calon mahasiswa terhadap jurusan tersebut.
Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang IG melalui semangat gotong-royong
Berdikari melalui kemandirian IG diharapkan dapat membantu pemulihan perekonomian bangsa, sekaligus menjaga kedaulatan bangsa serta bagian dari pertahanan dan keamanan negara. Apabila mencermati lebih seksama tampaknya kesadaran akan perlunya membangun SDM di bidang IG mulai menggeliat.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, adanya regulasi dan kolaborasi akademisi, pemerintah, praktisi, dan dunia industri merupakan bagian dari upaya peningkatan kapasitas SDM di bidang IG dimulai dari hulu hingga ke hilir. Langkah ini diharapkan dapat pula menjawab tantangan dan meningkatkan daya saing SDM bidang IG serta peningkatan kualitas industri IG di Indonesia untuk dapat bersaing di kancah regional asia tenggara maupun internasional.
Secara umum, berbagai upaya yang dilakukan oleh BIG dengan keberadaan sejumlah regulasi baru tersebut mengingatkan BIG sebagai pembuat peta agar benar-benar memperhatikan aspek dari hulu ke hilir. Kemudian, penyelenggaraan peta dasar itu tidak sekedar membuat lembaran peta yang mencakup wilayah Indonesia, tapi bagaimana menyusun peta dasar sebagai IG yang dapat langsung dimanfaatkan oleh pengguna sebagai acuan bersama. Penyediaan peta dasar yang diselenggarakan untuk pemenuhan kebutuhan pengguna, hingga terbangunnya semangat integrasi, sinkronisasi, kolaborasi dan gotong-royong dari hulu ke hilir.
ADVERTISEMENT
BIG dalam penyelenggaraan IG tidak dapat berjalan sendirian, membutuhkan sinergi, kolaborasi, kerja sama berbagai pihak; dari mulai kajian teknologi hingga peningkatan kapasitas SDM di bidang IG. Kemandirian IG di Indonesia telah diletakkan berbagai pondasi pendukungnya, sekarang saatnya menata dan melangkah bersama agar dunia geospasial yang di genggaman tangan kita adalah hasil kerja seluruh komponen bangsa.