Konten dari Pengguna

Ketan Bintul: Warisan Istana Banten yang Tetap Menggoda di Bulan Ramadan

AKBAR AHMAD SISWANTO
Mahasiswa S-1 Ilmu Sejarah UNNES. Kader Pekanan Rakjat.
9 Mei 2025 18:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari AKBAR AHMAD SISWANTO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Museum Surosowan Banten Lama (Foto: dok pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Museum Surosowan Banten Lama (Foto: dok pribadi)
ADVERTISEMENT
Pada Selasa, 22 April 2025, mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang (UNNES) melakukan kunjungan ke Museum Surosowan di Banten Lama. Didampingi oleh Dr. Carolina Santi Muji Utami, M.Hum. dan Bambang Rakhmanto, M.Hum., kegiatan ini merupakan bagian dari mata kuliah Kajian Peninggalan Sejarah (KPS). Di antara situs-situs bersejarah, kami menemukan satu cerita menarik yang hidup di balik olta rasa: Kelan Bintul, makanan khas Kesultanan Banten yang masih lestari hingga kini.
ADVERTISEMENT
Dari Makanan kesukaan Sultan ke Pasar
Ketan Bintul adalah kuiner yang terbuat dari ketan, disajikan dengan campuran serundeng kelapa dan daging berbumbu yang unik. Dulu, hidangan ini hanya tersedia di kalangan Kesultanan Banten, terutama selama bulan Ramadan dan perayaan keagamaan penting. Sekarang, hidangan ini menjadi favorit di masyarakat saat berbuka puasa.
Menurut Ibu Eni Mulyani, seorang penduduk lokal yang menjual Ketan Bintul setiap Ramadan, "Dahulu ini adalah hidangan istana, namun kini telah menjadi santapan rakyat. Tapi kami tetap menjaga resep aslinya. Kami memakai rempah alami agar rasanya tetap kaya seperti di masa lalu."
Ketan Bintul tidak hanya memiliki cita rasa, tetapi juga menyimpan nilai-nilai tradisional. Ibu Suhana, seorang pedagang takjil di wilayah Banten Lama, mengungkapkan, "Saat Ramadan, banyak yang mencari Ketan Bintul. Mereka menganggap ini hidangan nostalgia, mengenang masa kecil dan keluarga."
ADVERTISEMENT
Tradisi Melekat pada Ketan Bintul
Ketan Bintul lebih dari sekadar makanan, memiliki arti simbolik, Istilah "bintul diyakini borasal dari bahasa Sunda yang berarti "memotong" atau "membagi," yang mencerminkan cara ketan dipotong sebelum disajikan. Makna yang kuat juga terletak pada sifat ketannya yang lengket dan padat, menandakan persatuan dan kebersamaan
"Ketika berbuka puasa bersama keluarga, Ketan Bintul harus ada, Rasanya tidak hanya nikmat, tetapi juga menciptakan kehangatan dalam suasana," ucap ibu Siti Zahro, yang biasa membuat Ketan Bintul dengan resep yang diwariskan dari ibunya.
Ibu Dwi Pratiwi, seorang pelaku UMKM yang menjual Ketan Bintul di toko oleh-oleh, menambahkan, "Sekarang kami kemas dengan cara yang lebih modern menggunakan cup plastik, agar dapat dibawa pulang atau dijual secara online. Namun rasanya tetap autentik, masih dan dapur khas orang Banten."
ADVERTISEMENT
Dari Dapur ke Halaman Sejarah
Saat ini, Ketan Bintul dijual dengan harga yang cukup bersahabat: Rp5.000 untuk saat ukuran kecil dan Rp10.000-Rp12.000 untuk ukuran besar. Selain di pasar takjil, makanan ini juga bisa ditemukan di pusat oleh-oleh serta kios UMKM
Namun yang menjadikannya spesial bukan hanya rasa yang ditawarkan, tetapi bagaimana masyarakat Banten terus melestarikan serta mewariskan teknik pembuatan dan penyajiannya.
"Ini bukan sekadar makanan, ini warisan budaya," tegas Ibu Eni di akhir wawancara.
Jejak Kesultanan di Kawasan Surosowan
Museum Surosowan (Foto: dok pribadi)
Ketika kami sampai di kawasan Banten Lama, Pengalaman menikmati Ketan Bintul akan terasa lebih berarti jika mengunjungi tempat asalnya: Kawasan Banten Lama.
Museum Surosowan, yang terletak di lokasi bekas Keraton Surosowan, menyimpan banyak artefak dari Kesultanan Banten. Di area museum, kami juga dapat mengeksplorasi:
ADVERTISEMENT
Masjid Agung Banten (abad ke-16): Salah satu masjid tertua di negara ini, yang memadukan gaya arsitektur Jawa, Belanda, dan Tiongkok. Menara masjid yang berbentuk seperti mercusuar menjadi ikon tersendiri.
Benteng Speelwijk: Warisan dari VOC yang dahulunya berfungsi sebagai pertahanan dari serangan Portugis di tepi Selat Sunda, namun kondisi saat ini benteng Speelwijk sudah runtuh.
Kolam Pemandian dan Gerbang Kaibon: Bekas kemewahan istana perempuan dari Kesultanan Banten. “kolam pemandian digunakan pada keluarga Kesultanan, tegas ibu heni”
Dengan sejarah yang begitu luas, Ketan Bintul lebih dari sekadar hidangan—ia merupakan simbol hidup Kesultanan dari peradaban yang pernah berkuasa di ujung barat Pulau Jawa.
Menjaga Tradisi Lewat Rasa
Sebagai mahasiswa sejarah, kami menyadari bahwa warisan dari masa lalu tidak selalu hadir berupa prasasti atau bangunan besar. Kadang-kadang, warisan itu terwujud dalam bentuk sederhana seperti Ketan Bintul yang tetap bertahan di tengah berbagai perubahan, dijaga oleh tangan-langan ibu yang setia melestarikan resep leluhur.
ADVERTISEMENT
Melalui hidangan ini, masyarakat Banten tidak hanya melestarikan citarasa, tetapi juga menjaga makna kebersamaan, penghormatan, dan tradisi yang telah ada selama ratusan tahun.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing kami yaitu Dr. Carolina. Santi Muji Utami, M.Hum. dan Bambang Rakhmanto, M.Hum., yang telah senantiasa membimbing kami dalam Kajian Peninggalan Sejarah ini dengan penuh semangat dan dedikasi,
Dalam merumuskan naskah laporan oitizen joumalism ini, saya tidak bekerja sendiri. Proses penulisan ini merupakan hasil kolaborasi bersama rekan saya: Arifah Nisa Amira.