Fenomena Perubahan Aturan Aborsi Menjadi Perdebatan di Polandia

Aldho Faruqi Tutukansa
Penulis dan Peneliti Lepas asal Yogyakarta, Indonesia Alumni Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
18 Juli 2021 20:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aldho Faruqi Tutukansa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aturan Aborsi baru saja telah direvisi oleh Pemerintah Polandia melalui keputusan yang berasal dari Mahkamah Tinggi Polandia. Keputusan ini mulai disahkan sejak pada akhir bulan Oktober 2020. Akan tetapi, Mahkamah Tinggi Polandia masih melakukan berbagai revisi dan pembahasan berlanjut sehingga perubahan aturan aborsi akan mulai diberlakukan pada hari Rabu, 27 Januari 2021. Isi dari keputusan kontroversial tersebut yaitu memberlakukan larangan terhadap aborsi, bahkan penghentian kehamilan dengan alasan kekhawatiran cacat janin. Sebelum perubahan pada aturan Undang-undang tahun 1993, Polandia masih melegalkan terhadap aborsi bagi masyarakatnya jika di antara mereka mengalami kelainan janin yang begitu parah dan kehamilan yang berasal dari hasil pemerkosaan atau inses. Namun, disebabkan faktor maraknya kasus aborsi yang sangat tinggi dan diikuti dengan masa pandemi COVID-19 membuat Pemerintah dan Mahkamah Tinggi Polandia mengambil keputusan baru demi keselamatan bagi masyarakatnya, khususnya kepada para ibu dan anak.
Masyarakat Polandia melakukan aksi demonstrasi penolakan terhadap langkah Pemeritah Poalndia atas kebijakan perubahan aturan aborsi (Wikimedia Commons)
Proses Pengesahan Perubahan Aturan Tentang Aborsi
ADVERTISEMENT
Permasalahan mengenai aborsi ini sudah terjadi sejak lama di Polandia. Ketika pada tahun 2015, Pemerintah Polandia di bawah kendali Partai Hukum dan Keadilan Kaczynski (PiS) sempat berencana untuk mengumumkan aturan pelarangan aborsi. Namun, sebelum aturan tersebut disahkan terjadi kerusuhan dari sebagian besar masyarakat dalam menyuarakan protesnya terhadap pemerintah setempat. Atas kejadian tersebut, pada akhirnya Pemerintah Polandia memilih untuk membatalkan rencana perubahan aturan tersebut.
Namun, pada tahun 2020 Pemerintah Polandia kembali membahas tentang perubahan aturan tersebut. Hal ini dilatarbelakangi dari kasus aborsi yang terjadi sampai saat ini. Jika dilihat dalam bentuk jumlah, sekitar 200.000 perempuan telah melakukan praktik aborsi secara ilegal, baik yang sedang berada di negerinya maupun beberapa yang sedang berpergian ke luar negeri. Sedangkan, jumlah aborsi yang dilakukan secara legal jauh lebih rendah dari jumlah aborsi illegal. Akibatnya, permasalahan seperti ini masih terus dilanjutkan sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Respons Masyarakat Terhadap Aturan Larangan Aborsi
Pemberlakuan aturan larangan aborsi yang baru disahkan ini tentu akan menjadi perdebatan yang cukup besar bagi seluruh elemen masyarakat di Polandia. Namun, sebagian besar masyarakat dan beberapa aktivis seperti aktivis perempuan menyatakan penolakan terhadap perubahan aturan larangan aborsi tersebut. Penolakan tersebut mulai disuarakan oleh masyarakat melalui demonstrasi secara besar-besaran di Kota Warsawa, Krakow, dan beberapa kota di Polandia. Adapun yang terlibat sebanyak puluhan ribu masyarakat turun ke jalan dan memprotes terhadap keputusan tersebut yang didominasi oleh kaum perempuan dan anak muda. Mereka merasa bahwa setiap manusia itu memiliki urusan pribadinya masing-masing dalam kaitannya dengan mengatur dan menjaga tubuhnya sendiri.
Kerumunan masyarakat Polandia yang masih melakukan demo tolak perubahan aturan larangan aborsi pada bulan Oktober 2020 hingga di malam hari (Foto: Reuters)
Kemudian, hal ini tentu berkaitan dengan Hak Asasi Manusia mereka. Sebagaimana yang disampaikan oleh Dewan Komisaris HAM Eropa, Dunja Mijatovic dalam bentuk kecaman melalui media sosial Twitter bahwa hari keputusan larangan aborsi tersebut menjadi hari yang menyedihkan bagi hak para kaum perempuan, khususnya kaum perempuan yang berada di Polandia. Serta, beliau juga menyampaikan kembali kalau aborsi legal mulai dihapuskan secara menyeluruh maka hal tersebut sama saja dengan melanggar Hak Asasi Manusia melalui tagarnya #HumanRights.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, terlepas dari berbagai penolakan tersebut, ada juga sebagian kelompok elemen masyarakat yang lebih cenderung menyetujui dari adanya larangan aborsi tersebut. Hal ini dikemukakan oleh para kalangan konservatif, seperti Kaum Gereja Katolik yang bersatu mendukung dari langkah Pemerintah Polandia tersebut. Lalu, diikuti oleh dukungan dari Direktur International Law Ordo Luris, Karolina Pawlowska yang menyatakan bahwa keputusan larangan aborsi tersebut merupakan langkah dalam merealisasikan Hak Asasi Manusia secara besar untuk seluruh manusia dan merasa sesuai dengan Perjanjian PBB tentang hak-hak anak. Serta, tidak lupa juga, beliau menganggap bahwa aturan tersebut menjadi terobosan baru untuk mencegah diskriminasi kepada anak-anak yang mengalami cacat atau penyakit lainnya.
Pelarangan Aborsi dan Isu Gender, Berpengaruhkah?
ADVERTISEMENT
Banyak sekali berbagai pergerakan yang mulai timbul akibat dari pengesahan larangan aborsi tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa isu aborsi ini mulai terjadi di Argentina sejak tahun 2015. Permasalahan ini semakin menguat dengan adanya kampanye aborsi legal secara besar-besaran oleh pergerakan kaum perempuan di negara tersebut melalui Gerakan Ni Una Menos yang terjadi pada tahun 2015 dan Gerakan Green Scarf (Syal Hijau) pada saat ini. Hingga pada akhirnya, tepat pada akhir tahun 2020, Argentina secara resmi melegalkan aborsi melalui perumusan Undang-undang yang telah resmi ditandatangani oleh Presiden Argentina, Alberto Fernandez.
Jika kita melihat dari peristiwa yang dialami di Argentina maka tentunya hal ini menandakan bahwa isu aborsi legal menjadi salah satu isu terpenting dalam urusan gender. Aborsi sendiri merupakan langkah yang bersifat pribadi dilakukan oleh kaum perempuan. Akan tetapi, banyak sekali negara-negara di dunia yang masih melarang praktik aborsi, seperti yang baru saja terjadi di Polandia. Berdasarkan dari penjelasan yang telah dipaparkan bahwa permasalahan mengenai larangan aborsi ini menimbulkan perselisihan antar pihak, di mana pihak yang mendukung pelarangan merasa bahwa hal ini menjunjung HAM untuk anak-anak, sedangkan pihak yang menolak pelarangan beralasan kebebasan hak kaum perempuan yang juga termasuk bagian dari HAM. Sehingga isu seperti ini menjadi suatu hal yang sangat begitu sulit baik dibicarakan maupun diperdebatkan oleh seluruh kalangan masyarakat di dunia.
ADVERTISEMENT
Pandangan Mengenai Aturan Aborsi dan Solusi Alternatifnya
Berdasarkan pada kasus tersebut, menurut saya isu seperti ini akan menjadi isu gender yang sangat besar bagi masyarakat yang berada di Polandia. Seperti yang kita lihat bahwa kalangan yang lebih menentang terhadap larangan aborsi tersebut merupakan kalangan yang diwakili oleh sebagian besar kaum perempuan dari golongan liberalisme, feminisme, dan sebagian juga dari kalangan LGBT. Namun, ada juga pihak yang mendukung pelarangan tersebut yang cenderung berasal dari kaum konservatif dan agamis.
Kalau dilihat dalam segi pemahaman gender bahwa perlunya ada beberapa cara bagi pemerintah agar mampu menyelesaikan permasalahan seperti ini. Cara yang dapat dilakukan yaitu perlunya pengkajian kembali terhadap pemberlakuan aborsi tersebut. Sebagaimana mestinya, Polandia sendiri merupakan negara yang masih dibilang masuk dalam kategori berhaluan liberal, namun setidaknya Polandia perlu memahami kembali terhadap kaum perempuan atas kebebasannya dengan memberikan peraturan mengenai aborsi yang tidak terlalu mengikat dalam urusan hukum.
ADVERTISEMENT
Perlunya semacam mediasi antara perwakilan aktivis penolak larangan aborsi dengan Pemerintah Polandia agar dapat diselesaikan dengan baik. Jadi, Pemerintah Polandia seharusnya sebelum mengeluarkan perubahan aturan tersebut, mereka harus mengadakan semacam komunikasi dengan masyarakatnya agar tidak ada yang mengalami kesalahpahaman mengenai larangan aturan tersebut. Akan lebih bagus lagi jika Pemerintah Polandia setidaknya melibatkan para ahli kesehatan dan aktivis gender agar mereka memahami terhadap isu seperti ini.