Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Faktanya Percaya Diri dalam Narsisme yang Dinilai sebagai Kontruksi Feminitas
27 Desember 2020 11:08 WIB
Tulisan dari Alditta Khoirun Nisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Uniknya dari segi geografis kependudukan, penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa perempuan lebih sering unggah foto selfie di jejaring sosial dibandingkan dengan laki–laki, melalui persentase perbandingan 68% dan 42%. Terlebih lagi Instagram menjadi salah satu media sosial populer yang digunakan banyak pengguna untuk membagikan foto selfie-nya. Dengan demikian, elektabilitas Instagram cukup kredibel dalam mengaplikasikan selfie yang menetapkan pola penggunaan media sosial sesuai dengan kultur dan geografis suatu daerah.
Tidak hanya itu saja, kebiasaan selfie yang lebih banyak digemari kaum perempuan pun turut dikonstruksi oleh kultur-kultur yang sudah berdiri sejak zaman dulu. Salah satunya menurut Teori Mitos Kecantikan milik Naomi Wolf, yang mengindikasikan kecantikan merupakan benteng pertahanan perempuan dan identik dengan keindahan. Sehingga, dalam sejarah perempuan, kecantikan dipandang sebagai sesuatu yang objektif dan universal yang inheren dalam diri perempuan (Wolf, 2004:139). Hasil kontruksi budaya inilah yang juga dipercayai oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dapat dikorelasikan dalam pandangan kelompok feminis yang menyetujui bahwa fenomena selfi termasuk sumber kenikmatan layaknya budaya populer . Perempuan-perempuan di Indonesia merasa sangat terdukung dengan adanya fenomena selfie ini. Karena demikian, peluangnya dalam merepresentasi identitas berupa kecantikan dan kepercayaan diri sebagai kontruksi feminitas semakin terbuka lebar. Tentu saja mereka memiliki motivasi yang paling krusial dari ber-selfie ria, yakni ingin menunjukkan penampilan fisik di hadapan orang lain untuk mendapatkan respon - respon positif akan kecantikan fisik yang dimilikinya.
Ketika hasil selfie semakin baik, maka motivasi untuk mengunggah ke media sosial semakin besar, dimana dalam diri seseorang terdapat kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya atas harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus dalam meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri.
ADVERTISEMENT
Di lain sisi, selfie sudah menjadi sebuah kultur baru atau budaya populer yang senantiasa dilakukan masyarakat Indonesia kebanyakan usai kegiatan-kegiatan baik formal maupun informal. Sebagai bentuk ekspresi diri & dokumentasi, secara tidak langsung selfie juga mencerminkan akulturasi menuju budaya konsumen global. Penerapan selfie ini bisa mengalokasi teknologi melampaui batas geografis & budaya. Bahkan, fenomena ini turut dimanfaatkan oleh vendor ponsel khusus yang mendukung kegiatan selfie.
Adapun teori-teori yang berkaitan dalam fenomena selfie ini selain Teori Mitos Kecantikan adalah Teori Interaksi Simbolik . Selfie merupakan sebuah simbol berupa tindakan yang dikomunikasikan oleh pelakunya kepada orang lain yang akhirnya membentuk makna. Dalam aktivitas selfie, Interaksi Simbolik dapat dilihat dari bagaimana orang lain memaknai apa yang ditampilkan pelaku selfie.
ADVERTISEMENT
Contohnya, melalui unggahan foto selfie selebgram atau artis Tiktok di media sosial Instagram, yang mana foto – foto tersebut menampilkan berbagai macam pose, riasan wajah atau penampilan fisik maupun lokasi ber-selfie. Nantinya, pengguna Instagram yang lain akan menginterpretasikan dan memberikan makna tersendiri terhadap apa yang dilihatnya. Sehingga, tak jarang pengguna yang lain memberikan feedback/umpan balik baik itu berupa komentar atau “like” (suka) terhadap apa yang ditampilkan oleh si pelaku selfie.
Di samping itu, Teori Media Baru juga dapat dianalisa dalam fenomena selfie. Media sosial adalah bagian dari media baru. Itulah prinsip dasar untuk menjelaskan keberadaan media sosial saat ini yang merupakan wujud perkembangan media dari media tradisional menjadi media yang lebih baru atau media baru. Hingga saat ini fenomena selfie bertengger di beragam media sosial meliputi WhatsApp, Facebook, Instagram, Line, Youtube, dan masih banyak lagi. Seakan – akan media sosial menjadi wadah yang tepat untuk mempublikasikan foto – foto hasil selfie, khususnya bagi para perempuan.
ADVERTISEMENT