Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Dropship dalam Pandangan Islam
24 November 2021 14:28 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Alfiyatul Latifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jual beli online pada saat ini begitu digemari oleh masyarakat luas karena tidak perlu menghabiskan tenaga atau waktu untuk berbelanja. Dewasa ini selain dipakai untuk bersosialisasi, internet juga digunakan sebagaian orang untuk memulai jual beli online yang menjual barang-barang dengan harga terjangkau dan kualitas terbaik.
ADVERTISEMENT
Bahkan jual beli online dengan sistem dropship kini menjadi model bisnis yang diminati oleh pebisnis online di kalangan masyarakat tanpa modal. Dropship merupakan sistem jual beli yang terdiri dari tiga pihak, yaitu: penjual, pembeli, dan supplier (penyedia barang). Penjual dalam konteks ini disebut dropshipper. Dropshipper sebagai pihak yang menjual barang si supplier.
Nah, pada kesempatan kali ini kita akan mengenal lebih dalam tentang dropship beserta hukumnya dalam Islam.
Apa sih DropShip itu?
Menurut kamus Cambridge (2018) pengertian dropship atau dropshipping adalah suatu pengaturan di mana produsen mengirim produk secara langsung kepada pembeli berdasarkan permintaan bisnis yang mengiklankan dan menjual produk tersebut namun tidak memiliki persediaan produk tersebut.
Arti lain dari dropshipping adalah penjualan produk yang memungkinkan dropshipper menjual barang kepada konsumen dengan hanya bermodalkan foto (tanpa harus menyediakan stok barang) dan menjual ke konsumen dengan harga yang ditentukan oleh dropshipper. Dengan kata lain setelah dropshipper mendapatkan pesanan barang, dropshipper langsung membeli barang dari supplier.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana Dropship dalam pandangan Islam?
Melansir dari laman NU Online, ada dua sistem dropship berdasarkan keberadaan izin yang dipegang oleh penjual.
Pertama, dropshipping tanpa izin menjualkan barang supplier.
Biasanya sistem ini hanya berperan mencarikan barang, tanpa kesepakatan imbalan (ujrah) dengan supplier. Sebagai gambaran perdagangan ala makelaran. Barang yang ditawarkan belum menjadi milik makelar, dan belum mendapat izin atau meminta izin kepada pedagang aslinya, tapi dia sudah menawarkan barang. Sistem seperti ini disepakati oleh mayoritas ulama sebagai haram, kecuali mazhab Hanafi yang masih membolehkan, asalkan ia mengetahui ciri-ciri umum dari barang. Sebagian dari kalangan Syafi’iyah juga masih ada yang menyatakan boleh, namun sifatnya hanya terbatas pada barang tertentu yang mudah dikenali dan tidak gampang berubah ciri khasnya.
ADVERTISEMENT
Contoh makelar sepeda motor dengan merek Jupiter Z1, atau makelar mobil dengan merek Avanza. Baik sepeda motor maupun mobil Avanza adalah merupakan jenis barang yang tidak gampang berubah dan mudah dikenali oleh pembelinya, meskipun barangnya itu tidak ada di tempat penjualnya. Untuk jual beli barang seperti ini termasuk jual beli ainun ghaibah, yaitu jual beli barang yang belum ada di tempat.
Dalam Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, beliau menyampaikan:
ﻭاﻟﺴﻤﺴﺮﺓ ﺟﺎﺋﺰﺓ ﻭاﻷﺟﺮ اﻟﺬﻱ ﻳﺄﺧﺬﻩ اﻟﺴﻤﺴﺎﺭ ﺣﻼﻝ؛ ﻷﻧﻪ ﺃﺟﺮ ﻋﻠﻰ ﻋﻤﻞ ﻭﺟﻬﺪ ﻣﻌﻘﻮﻝ
Artinya: “Jual beli makelaran adalah boleh. Dan upah yang diambil oleh makelar adalah halal karena ia didapat karena adanya amal dan jerih payah yang masuk akal.” (Lihat: Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tt.,: 5/21).
ADVERTISEMENT
Namun, dalam hal ini yang membolehkan hanya madzhab hanafi saja.
Kedua, dropshipping dengan izin menjualkan barang oleh supplier.
Untuk sistem kedua ini, biasanya dilakukan dengan jalan pihak dropshipper meminta izin kepada supplier untuk ikut menjualkan barangnya. Dengan demikian pedagang berperan selaku orang yang diizinkan atau mendapatkan kuasa menjualkan.
Akad yang dibangun dalam model kedua ini adalah akad salam. Ulama empat mazhab menyatakan status kebolehan hukumnya. Khusus untuk mazhab Syafi’i, ada catatan khusus terkait dengan barang yang dijual, yaitu apabila barang terdiri atas barang yang tidak mudah berubah baik model maupun sifat barangnya.
Di mana jual beli dengan menggunakan akad salam hukumnya sah dalam Islam, selama akad salam ini memenuhi syarat dan rukunnya. Dasar hukum akad salam ini sesuai dengan syariat berdasarkan hadis nabi. Hadis riwayat Bukhari dari Ibn 'Abbas, Nabi bersabda :
ADVERTISEMENT
مَنْ اَسْلَفَ فِيْ تَمْرٍ،فَلْيُسْلِفْ فِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ، وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ، اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ (روه بخري )
"Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui" (HR. Bukhari, Shahih al-bukhari) [Beirut: Dar al-Fikr, 1955] jilid 2, halaman 36.
Akad ini juga diperbolehkan oleh Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia (DSN MUI) no : 05/DSN-MUI/IV/2000.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun juga, dropshipping merupakan tuntutan bisnis yang praktis tanpa modal. Namun, karena adanya unsur keharaman dalam dropshipping, disebabkan tidak izin menjual produk supplier, maka langkah yang lebih aman yaitu mengikuti wajah dalil yang membolehkannya. Wallahu a’lam bi al-shawab.