Konten dari Pengguna

Pesona Senja Demokrasi

Alfina Ika Arianti
Mahasiswi program studi Tarjamah, fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18 Februari 2024 1:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfina Ika Arianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source by: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Source by: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kala senja itu tiba, terdengar suara rintihan dan tangisan yang mengalun di telinga. Ketika ditelusuri, ternyata mereka sedang menikmati senja demokrasi, yang hanya terjadi di negeri ini.
ADVERTISEMENT
-Alfina Ika Arianti
Apa yang ada di fikiran kalian ketika mendengar kata ‘senja’? fenomena alam, dimana langit berubah menjadi warna orange, yang terjadi ketika matahari perlahan mulai memasuki cakrawala.
Menurut anak senja, ini adalah waktu yang tepat untuk menghasilkan sebuah goresan-goresan tinta, merangkai kata dalam tulisan, dengan bahasa yang begitu mengagumkan, lalu mereka menjelma bagai seorang sastrawan.
Proses tenggelamnya matahari dapat menghasilkan suatu karya dan menampilkan pesona senja yang begitu indah. Akan tetapi bagaimana dengan tenggelamnya demokrasi, apakah fenomena yang hanya terjadi di negeri wakanda ini juga akan berkesan indah juga?
Istilah demokrasi yang sudah dikenal sejak tahun 1988, dimana ketika masa itu, sistem pemerintahan yang awalanya berbentuk otoriter beralih menjadi demokrasi.
ADVERTISEMENT
Sedikit yang kuketahui tentang definisi demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat, sehingga dapat disimpulkan bahwa, segala aturan termasuk undang-undang yang diberlakukan di negara ini adalah hasil persetujuan rakyat yang nantinya akan dilaksanakan oleh rakyat itu kembali.
Sehingga apabila berfikir secara rasional, ketika aturan itu dibuat atas persetujuan rakyat, tentu seharusnya rakyat tidak akan merintih karena tersiksa dengan aturan tersebut.
agaknya sistem yang tercipta di tahun 1988, kini hanya dijadikan sebagai kenangan dan catatan sejaarah yang tak pernah sekalipun diterapkan.
Sampai sini, apakah kalian sudah dapat merasakan betapa sangat memprihatinkannya kondisi di kala ‘senja demokrasi’ mulai menghadang? Berikut akan sedikit saya jabarkan praktik-praktik di Indonesia yang terkait dengan fenomena baru tersebut dalam ranah lingkungan pemerintah, kampus, dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Senja Demokratis di Parlemen Pemerintahan
Mari merenung bersama, dalam parlemen pemerintahan fenomena senja demokrasi, acap-nya tak hanya sekali atau dua kali terjadi.
Kejadian pertama, pengesahan undang-undang Omnibus Law yang dianggap sebagai pelanggaran asas demokrasi dalam hal proses pengambilan keputusan yang kurang melibatkan publik dan tidak adanya transparansi.
Omnibus law mengatur perubahan terhadap undang-undang ketenagakerjaan yang merugikan para buruh. Konon, berita televisi mengabarkan bahwa undang-undang ini, disahkan ketika malam hari.
Wahhh rakyat memang tak sia-sia memilih mereka yang rela begadang untuk mengesahkan undang-undang, di saat langit telah gelap dan kita sedang tidur lelap. Layaklah kita sebut mereka sebagai sang pahlawan kesiangan.
Dari sini dapat kita katakan bahwa ini adalah gejala munculnya senja demokrasi.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, yang kini sedang trending topik yaitu adanya dinasti politik pada pilpres 2024. Keberadaan dinasti politik ini sangat mengancam keberadaan entitas demokrasi dalam sistem pemerintahan di tanah air.
Hal itu dikarenakan dinasti politik menciptakan konsentrasi kekuasaaan hanya berada di tangan keluarga atau kelompok tertentu, yang kemungkinan besar dapat menyebabkan terjadinya korupsi, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan, kurangnya akuntabilitas politik, serta melemahnya lembaga demokrasi.
Tak tinggal diam, para aliansi mahasiswa dari belbagai kampus mulai turun ke jalan untuk menolak adanya dinasti politik dalam pilpres 2024 ini. Mereka mengecam putusan Mahkamah konstitusi tentang perubahan batasan usia capres dan cawapres, serta kinerja presiden Jokowi yang buruk dalam menjalankan tugasnya dan tidak bisa menjaga netralitasnya dalam pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
Jika masalah seperti ini tidak segera usai, maka kemungkinan besar tragedi trisakti akan terulang kembali.
Senja Demokratis di Kampus
Jika dalam ruang lingkup pemerintahan fenomena senja demokrasi sering terjadi, lalu bagaimana dengan lingkup akademis? Kampus atau ruang lingkup akademis yang begitu terkenal dengan aspek pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang studi, seharusnya fenomena senja demokrasi tidak layak terjadi di sini.
Hal itu dikarenakan agar dalam lingkungan belajar dan mengajar dapat menciptakan suasana inklusif bagi semua anggota komunitas akademik. Sehingga kampus dapat menjadi linkungan belajar yang dinamis dan progresif.
Akan tetapi, faktanya semua diluar ekspektasi. Senja demokrasi di lingkungan akademisi bertebaran disana-sini.
Contoh sederhana yang sering ditemui yaitu pembuatan kebijakan-kebijakan kampus seperti penaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal), yang disahkan begitu saja tanpa ada persetujuan dari mahasiswa. Mau tidak mau mahasiswa dituntut untuk menurut saja dengan kebijakan tersebut, walaupun merasa keberatan.
ADVERTISEMENT
Pihak kampus tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi dari keluarga mahasiswa, sehingga kebijakan tersebut sangat merugikan dan membuat beberapa mahasiswa harus putus pendidikan karena tidak mampu membayar dan sulit mendapatkan beasiswa.
Kemudian, saat pemilihan pemimpin dewan eksekutif dan legislatif himpunan mahasiswa.
Ajang demokrasi untuk para mahasiswa seperti ini sering kali dipermainkan oleh Lembaga Komisi Pemilihan Mahasiswa. Lembaga yang bertugas menyeleksi berkas-berkas para calon pemimpin himpunan mahasiswa, seringkali melanggar kode etik dan berbuat curang.
Lembaga pemilihan ini, hanya meluluskan pasangan calon yang satu kubu dengan mereka di organisasi ekstra. Padahal sudah sepatutnya mereka bertindak profesional, dengan tidak mencampuri urusan organisasi intra dan organisasi ekstra kampus.
Oleh karena itu, dalam ajang kontestasi ini seringkali terjadi aklamasi, dimana hanya ada satu pasangan calon dalam pemilihan tersebut, sehingga sudah dapat dipastikan yang akan menjadi pemimpin dalam dewan eksekutif dan legislatif mahasiswa adalah kader yang berasal dari organisasi ekstra yang sama dengan anggota dalam lembaga pemilihan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Bila dicermati, hal ini termasuk ke dalam praktik dinasti politik. Lembaga pemilihan mahasiswa memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan golongan organisasi ekstra agar bisa mempertahankan kekuasaan yang sudah diraih oleh salah satu kadernya.
Jadi jangan heran, jika dinasti politik mulai berkembang di parlemen pemerintahan. Hal itu dikarenakan para pejabat pemerintah sudah terlatih dengan sistem dinasti politik, sejak mereka berada di bangku perkuliahan.
Senja Demokratis di Keluarga
Mendapatkan keluarga harmonis adalah sesuatu yang diimpikan oleh semua orang. Karena menurut lagu “Harta Berharga” yaitu sebuah sebuah ost film keluarga cemara, dijelaskan bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga, istana yang paling indah, puisi yang paling bermakna, dan mutiara yang tiada tara.
Lalu bagaimana sih untuk menciptakan keluarga yang harmonis? Keluarga yang harmonis adalah keluarga di mana anggota-anggotanya hidup bersama dalam kedamaian, kasih sayang, saling pengertian, dan dukungan satu sama lain. Salah satu cara untuk mewujudkannya yaitu dengan melibatkan semua anggota keluarga untuk berdiskusi bersama dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan dengan menerapkan asas demokrasi.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, dalam menerapkan semua itu bukanlah hal yang mudah. Sehingga fenomena senja demokrasi, tidak menutup kemungkinan terjadi di ruang lingkup keluarga.
Seperti kasus dominasi satu pihak, yaitu ketika satu anggota keluarga, seperti orang tua atau saudara yang lebih tua, mendominasi proses pengambilan keputusan tanpa memperhatikan pendapat atau kebutuhan anggota keluarga lainnya. Ini bisa berupa situasi di mana satu individu mengontrol sepenuhnya semua keputusan dan tidak memberikan ruang bagi partisipasi yang adil.
Tidak memberikan hak suara, ketika anggota keluarga tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, baik melalui diskusi atau pemungutan suara, hal ini merupakan pelanggaran terhadap asas demokrasi. Ini dapat menghasilkan perasaan tidak dihargai dan kurangnya keterlibatan dalam keluarga.
ADVERTISEMENT
Betapa fenomena senja demokrasi ini sangat memprihantikan dan memang sudah waktunya untuk dihentikan. Agar terciptanya sebuah kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan. Tanpa sebuah pergerakan, tentu ini semua hanya menjadi sebuah angan dan harapan.