Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
POLRI Tingkatkan Rehabilitasi dan Deradikalisasi dalam Melawan Radikalisme
26 Juli 2023 11:06 WIB
Tulisan dari Muhammad Ali Ashhabul Kahfi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Program Deradikalisasi POLRI Menawarkan Jalur Kedua Untuk Individu yang Terlibat Dalam Aktivitas Radikal
![Seminar Sekolah SESPIMMA SESPIM LEMDIKLAT Polri angkatan ke-69. [Sumber: Dokumen Pribadi]](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01h5y5ngj3eh2ssyyb9eckegzc.jpg)
ADVERTISEMENT
Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia dan dengan keragaman etnik, agama, dan budaya yang luar biasa, dihadapkan pada tantangan signifikan dalam menangani isu radikalisme dan intoleransi. Menurut Global Terrorism Index 2020, Indonesia berada di peringkat 41 dari 163 negara dalam hal dampak terorisme, menunjukkan bahwa tantangan ini tidak bisa dianggap remeh. Sebagai instansi yang bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban, MABES POLRI memegang peran penting dalam menangani tantangan ini.
ADVERTISEMENT
Radikalisme, dalam konteks ini, merujuk pada pandangan ekstrem yang sering kali mencakup keyakinan bahwa tindakan ekstrem dan kekerasan dibenarkan untuk memajukan tujuan politik atau agama tertentu. Di Indonesia, contoh nyata dari radikalisme ini dapat dilihat dalam bentuk terorisme oleh kelompok radikal seperti Jamaah Islamiyah dan lainnya.
Sementara itu, intoleransi, yang mengacu pada kurangnya penghargaan dan pengakuan atas hak asasi dan kebebasan orang lain, juga menjadi masalah serius di Indonesia. Ini dapat mempengaruhi hubungan masyarakat dengan polisi, merusak kepercayaan publik, dan mencegah penegakan hukum yang adil dan tidak bias.
Dalam menangani isu-isu ini, MABES POLRI telah mengimplementasikan berbagai strategi, termasuk pendidikan, dialog antaragama, rehabilitasi dan deradikalisasi, serta penegakan hukum. Salah satu contoh nyata adalah implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang memberikan wewenang lebih luas kepada aparat penegak hukum dalam memberantas terorisme, termasuk radikalisme yang mendasarinya.
ADVERTISEMENT
Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Keragaman besar dalam paham dan praktik radikalisme dan intoleransi membuat isu ini sulit dipahami dan ditangani. Mengidentifikasi dan melacak individu atau kelompok radikal juga merupakan tantangan, serta menciptakan keseimbangan antara penegakan hukum dan hak asasi manusia.
Maka dari itu, ada beberapa rekomendasi untuk peningkatan upaya penanggulangan dan pencegahan paham radikalisme dan intoleransi oleh MABES POLRI:
1. Melakukan kerjasama yang lebih erat dengan instansi lainnya, baik di tingkat nasional maupun internasional, dalam berbagi informasi dan sumber daya untuk mengidentifikasi dan melacak individu atau kelompok radikal.
2. Meningkatkan program pendidikan dan pelatihan untuk anggota POLRI dan masyarakat umum tentang radikalisme dan intoleransi, termasuk bagaimana cara mengidentifikasi, mencegah, dan meresponsnya.
ADVERTISEMENT
3. Memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan cara yang menghargai dan melindungi hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan beragama dan berpikir.
Dengan mengimplementasikan strategi ini, MABES POLRI dapat berperan lebih efektif dalam penanggulangan dan pencegahan paham radikalisme dan intoleransi, sehingga membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan damai bagi semua orang di Indonesia.
Menghadapi paham radikal dan intoleransi memerlukan strategi yang holistik, tidak hanya penegakan hukum yang tegas. Dalam hal ini, penting untuk melihat radikalisme dan intoleransi sebagai masalah sosial dan budaya, dan bukan hanya masalah hukum dan keamanan.
Pertama, ada kebutuhan yang mendesak untuk pendidikan dan kesadaran yang lebih besar terhadap isu radikalisme dan intoleransi. MABES POLRI dapat berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta organisasi masyarakat sipil, untuk mengembangkan kurikulum dan program pendidikan yang menekankan pada nilai-nilai toleransi, penghargaan terhadap keragaman, dan pemahaman yang lebih baik tentang bahaya radikalisme dan intoleransi.
ADVERTISEMENT
Kedua, dialog antaragama dan antarbudaya harus diintensifkan. Perbedaan dalam agama dan budaya sering menjadi titik api bagi konflik dan penyebaran paham radikal. MABES POLRI dapat memfasilitasi atau mendukung forum dan dialog yang mempromosikan kerukunan dan pengertian antar komunitas yang berbeda.
Ketiga, rehabilitasi dan deradikalisasi adalah bagian penting dari strategi ini. Program seperti ini perlu diarahkan kepada individu atau kelompok yang telah terlibat dalam aktivitas radikal, dengan tujuan membantu mereka kembali ke masyarakat dan menjauh dari paham radikal. Program ini harus dirancang dengan hati-hati dan disesuaikan dengan kebutuhan individu atau kelompok yang ditargetkan.
Keempat, penegakan hukum harus tetap menjadi prioritas. Namun, penting untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan untuk menjaga keamanan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, adalah langkah penting, tetapi harus diterapkan dengan cara yang tidak merugikan hak-hak warga negara yang tidak bersalah atau menciptakan ketakutan dan kecurigaan di antara masyarakat.
Dengan menerapkan pendekatan multi-dimensi ini, MABES POLRI akan lebih siap dan mampu menangani tantangan radikalisme dan intoleransi. Ini bukan tugas yang mudah, dan tidak ada solusi cepat. Tetapi dengan komitmen yang kuat dan kerja sama antara berbagai pihak, Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan menciptakan masyarakat yang lebih aman dan damai.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya melawan paham radikalisme dan intoleransi di Indonesia, MABES POLRI menerapkan berbagai strategi yang mencakup pendidikan, dialog antaragama, rehabilitasi, dan penegakan hukum.
Menurut Ardianto Bayu Wibowo, anggota Divisi Hubungan Internasional POLRI, MABES POLRI memiliki unit khusus yang menggunakan intelijen dan teknologi canggih untuk melacak dan memantau individu atau kelompok yang diduga terlibat dalam aktivitas radikal.
Upaya penanggulangan dan pencegahan paham radikalisme dan intoleransi juga melibatkan strategi pendidikan yang dikembangkan oleh MABES POLRI. Bayu menegaskan, "Sebagai bagian dari komitmen kami terhadap penanggulangan radikalisme, kami tengah merumuskan dan mempersiapkan pelatihan dan seminar yang ditujukan bagi anggota POLRI dan masyarakat umum. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang bahaya radikalisme dan intoleransi."
ADVERTISEMENT
Kolaborasi dengan komunitas dan organisasi agama lokal menjadi salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengadakan forum dan dialog. "Dialog ini bertujuan untuk mempromosikan pengertian dan kerukunan antara berbagai kelompok agama dan budaya," kata Bayu.
Pada front rehabilitasi dan deradikalisasi, MABES POLRI memiliki program yang dirancang untuk membantu individu yang telah terlibat dalam aktivitas radikal. Program ini mencakup konseling, pendidikan, dan dukungan sosial.
Bayu menekankan tantangan yang dihadapi dalam memerangi radikalisme dan intoleransi adalah keragaman dan kompleksitas pandangan dan motivasi dari masing-masing individu dan kelompok. Namun, ia meyakinkan bahwa MABES POLRI tetap berkomitmen untuk menjaga keamanan dan keselamatan publik.
Bayu juga memberikan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan upaya penanggulangan dan pencegahan paham radikalisme dan intoleransi. "Pertama, melibatkan masyarakat secara lebih luas dalam upaya ini sangat penting," ujarnya. "Masyarakat harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari solusi, bukan hanya penonton. Ini berarti membangun kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam mendeteksi dan melaporkan kegiatan yang mencurigakan."
ADVERTISEMENT
"Kedua, kami percaya penting untuk memperluas program pendidikan dan rehabilitasi kami," lanjut Bayu. "Ini termasuk pendidikan tentang bahaya radikalisme dan intoleransi serta program rehabilitasi yang dirancang untuk membantu individu yang terlibat dalam aktivitas radikal untuk kembali ke masyarakat."
Terakhir, Bayu menekankan pentingnya kerjasama dengan instansi lain, baik di tingkat nasional maupun internasional. "Radikalisme dan intoleransi adalah isu global, dan solusinya memerlukan kerjasama global," katanya. "Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan rekan-rekan kami di seluruh dunia untuk berbagi informasi, strategi, dan praktik terbaik dalam upaya penanggulangan dan pencegahan paham radikalisme dan intoleransi."