Konten dari Pengguna

Revolusi Arab: Gerakan Massa Menuntut Perubahan Politik di Timur Tengah

Muhammad Ali Ashhabul Kahfi
Master Of Politics and International Relations, School of Strategic and Global Studies, University Of Indonesia.
18 Januari 2023 10:38 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ali Ashhabul Kahfi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Keadaan politik di wilayah Timur Tengah mengalami ketidakstabilan. Kemudian pada tahun 2010 menuju pertengahan tahun 2011, pemerintahan di wilayah Timur Tengah mengalami beberapa peristiwa demonstrasi yang dipropagandakan oleh beberapa penggerak yang hadir dari generasi muda.
ADVERTISEMENT
Para aktivis dari golongan pemuda ini kemudian disebut dengan Arab Spring. Gerakan Arab Spring disebut juga dengan gerakan Revolusi Arab. Awal mula terjadinya gerakan Arab Spring di kawasan Timur Tengah muncul di negara Tunisia, tepatnya pada Provinsi Sidi Bouzid. Latar belakang lahirnya Arab Spring atau Revolusi Arab ini masih lekat dengan adanya peristiwa rezim Zine el-Abidine Ben Ali.
Sebelumnya gerakan ini terjadi dengan nama Revolusi Melati Tunisia, tetapi kemudian aksi ini menimbulkan aksi secara lebih besar sehingga dinamakan gerakan Revolusi Arab Spring. Para aktivis yang mayoritas hadir dari golongan muda menuntut turunnya rezim tersebut sebab sering terjadi masalah pada ekonomi, maraknya kasus korupsi di kawasan Tunisia, serta minimnya lapangan pekerjaan di Tunisia sehingga menambah angka pengangguran pada generasi siap kerja di Tunisia. Aksi Arab Spring yang dilakukan oleh generasi muda ini meledak karena dilatarbelakangi dengan adanya kejadian seorang pedagang asongan, yaitu Mohamed Bouazizi yang sengaja membakar dirinya secara hidup-hidup karena polisi setempat telah menyita barang dagangannya yang berupa buah serta sayur.
Ilustrasi terbakar. Foto: Shutter Stock
Dagangan tersebut merupakan satu-satunya sumber pendapatan Bouazizi yang kemudian dirampas oleh pihak kepolisian. Setelah dilakukan perawatan secara intensif di rumah sakit, Bouazizi tidak dapat diselamatkan.
ADVERTISEMENT
Peristiwa Bouazizi kemudian membakar semangat para generasi muda untuk melakukan perlawanan rakyat atas kekejaman rezim Ben Ali. Perlawanan demi perlawanan sangat gencar dilakukan oleh rakyat khususnya generasi muda.
Hal tersebut kemudian menyebabkan Ben Ali gusar sehingga ia kemudian melarikan diri ke Jeddah, Arab Saudi karena tidak kuat dalam menghadapi aksi demonstrasi dan beberapa kerusuhan di Tunisia. Dengan larinya Ben Ali dapat diketahui bersama bahwa hal tersebut menjadi tanda bahwa masa rezim Ben Ali sudah berakhir. Rezim 24 tahun Ben Ali selesai pada saat terjadinya aksi Arab Spring. Dengan adanya aksi tersebut, Tunisia mampu membangun transisi pemerintahannya.

Aksi Masyarakat Mesir dalam Mengakhiri Pemerintahan Rezim

Ketidakpuasan masyarakat terhadap rezim yang berkuasa juga terjadi di negara Mesir. Latar belakang munculnya aksi adalah tingginya angka pengangguran dan maraknya korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintahan, sehingga memicu terjadinya kesenjangan masyarakat kaya dan miskin.
ADVERTISEMENT
Hal ini kemudian menimbulkan aksi atau gerakan yang bertujuan untuk mengakhiri rezim Husni Mubarak. Dengan adanya gerakan ini, Mesir menjadi wilayah kedua yang mengganti rezim pemerintahan akibat maraknya aksi massa pada fenomena Arab Spring.
Keberhasilan dua negara ini dalam menurunkan rezim pemerintahan yang dinilai tidak pro-rakyat kemudian menginisiasi wilayah Timur Tengah yang lain untuk melakukan aksi propaganda yang serupa.
Tuntutan mereka hampir sama, yaitu lebih memerdekakan masyarakat dengan cara menyediakan lapangan kerja, memberantas praktik korupsi yang menyebabkan tidak stabilnya kondisi ekonomi negara. Aksi-aksi tersebut terjadi di Yaman, Yordania, Suriah, Bahrain, Aljazair dan Libya.
Maraknya aksi dan gerakan masyarakat di kawasan Timur Tengah yang secara tegas dan berani menuntut mundurnya rezim penguasa yang tidak berpihak pada rakyat serta mengutamakan praktik otoritarianisme dalam memimpin suatu negara.
ADVERTISEMENT
Hal ini menjadi peristiwa baru yang mengarah pada praktik demokratisasi kawasan Timur Tengah yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. Pembahasan politik di kawasan Timur Tengah pada mulanya mengalami stagnasi, bergerak pasif dan menerima segala kebijakan dari penguasa kini mengalami perubahan setelah adanya aksi Arab Spring.
Lantas seberapa besar dampak gerakan Arab Spring dalam kehidupan politik di kawasan Timur Tengah, apakah semakin memperbaiki tatanan politik di Timur Tengah atau justru memperparah keadaan masyarakat di Timur Tengah khususnya pada sektor politik dan ekonomi setempat.

Arab Spring

Arab Spring merupakan istilah yang sudah populer di ranah politik internasional. Berdasarkan namanya, istilah ini muncul dari negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Ilustrasi fenomena Arab Spring yang terjadi di Timur Tengah pada tahun 2010; jatuhnya rezim pemerintahan secara bersamaan dari negara-negara Arab. Image by Hasan Almasi from Unplash.
Arab Spring merupakan peristiwa jatuhnya rezim pemerintahan secara bersamaan dari negara-negara Arab. Awal dari gerakan ini ditandai dengan adanya aksi Gerakan Melati di Tunisia yaitu aksi pergeseran kekuasaan Ben Ali atas maraknya kesenjangan ekonomi masyarakat dan permasalahan-permasalahan lainnya di negara Tunisia.
ADVERTISEMENT
Masyarakat menginisiasi gerakan untuk memberantas aksi diktator dan mengedepankan praktik demokrasi. Gerakan ini kemudian menginspirasi negara Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya untuk menggulingkan kekuasaan pemerintah Husni Mubarak.
Selain itu, pemerintahan diktator Moamar Khadafi yang telah memimpin selama 40 tahun di Libya harus berakhir ketika bergulirnya gerakan Arab Spring tersebut. Bergulirnya gerakan Arab Spring tidak dapat diprediksi sebelumnya, tetapi para politikus Timur Tengah memproyeksi bahwa gerakan ini dapat menjadi awal kebangkitan hidup masyarakat di kawasan Timur Tengah menjadi lebih baik.
Mereka berargumentasi bahwa sistem pemerintah yang demokratis akan terwujud di wilayah Timur Tengah. Perkembangan politik pascagerakan Arab Spring di wilayah Timur Tengah pada tahun 2011 menggiring opini bahwa masyarakat di negara-negara Arab mengalami ketidakpuasan secara besar-besaran terhadap gaya kepemimpinan rezim pemerintahan yang sangat otoriter, diktator, penuh dengan praktik korupsi, sehingga menyebabkan para penguasa semakin banyak menimbun kekayaan sementara masyarakatnya mengalami kemiskinan yang sangat memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Gerakan Arab Spring tersebut bermula dengan adanya pembakaran diri seorang pemuda di Tunisia yang menyebabkan munculnya pergerakan rakyat untuk menentang praktik otoriter rezim pemerintah pada masa itu.
Peran globalisasi dan maraknya pembaharuan teknologi komunikasi pada masa kini menyebabkan praktik kekerasan bahkan penindasan rezim pemerintahan negara Timur Tengah sangat transparan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi berupa penindasan rakyat kecil tidak mampu lagi ditutupi. Semua kejadian tersebut dapat terekspos secara gamblang di dunia maya. Pasca terjadinya gerakan Arab Spring, masyarakat di wilayah Arab mengalami kebebasan dalam segala hal.
Tetapi kebebasan tersebut tentu saja menimbulkan sisi positif dan sisi negatif bagi kehidupan politik, sosial dan budaya di wilayah Timur Tengah. Peristiwa Arab Spring menjadikan gerakan Islam radikalisme mampu menembus rezim pemerintah dan pertahanan masyarakat. Hal ini yang menjadi peringatan di berbagai negara wilayah Timur Tengah pasca bergulirnya gerakan Arab Spring.
ADVERTISEMENT
Gerakan Arab Spring yang terjadi di Tunisia menyebabkan keberhasilan transisi demokrasi di bidang sosial, budaya, politik, bahkan ekonomi. Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di negara Mesir. Mesir mengalami gejolak dalam menghadapi gerakan Arab Spring tersebut. Bahkan dalam hal ini, Mesir mengalami kegagalan dalam upaya memberantas sistem otoriter pada rezim pemerintahannya. Kegagalan tersebut muncul dari upaya kudeta.
Tetapi suatu pencapaian Mesir dalam menghadapi gerakan Arab Spring adalah mampu menghentikan praktik kepemimpinan secara diktator yang dilakukan oleh Husni Mubarak. Sedangkan di Libya, gerakan Arab Spring tidak memberikan dampak yang positif dengan munculnya praktik demokratisasi politik, tetapi justru menghadirkan rezim pemerintah otoriter dengan formasi baru.

Stagnasi Politik yang Terjadi di Wilayah Timur Tengah setelah Munculnya Gerakan Arab Spring

Gerakan Arab Spring pada mulanya diprediksi akan mengantarkan negara-negara Timur Tengah pada kebebasan praktik otoritas yang dilakukan oleh rezim pemerintah yang berkuasa.
Ilustrasi Peristiwa pemberontakan yang menimbulkan banyak korban. Image by Fajrul Falah from Pixabay.
Tetapi pada kenyataannya, gerakan Arab Spring justru menimbulkan “wajah” yang sangat menyeramkan daripada sebelum terjadinya gerakan Arab Spring di negara kawasan Timur Tengah. Dalam praktiknya, Arab Spring bahkan lelah mencatatkan korban sebanyak 250.000 lebih masyarakat di Suriah hingga kini sebab konflik yang terjadi di negara tersebut masih belum menemui titik perdamaian.
ADVERTISEMENT
Masyarakat di wilayah Arab Saudi menyebutkan bahwa gerakan Arab Spring sebagai fenomena politik yang sangat penting, sehingga mampu mempengaruhi bidang-bidang lainnya, seperti bidang sosial, budaya, bahkan kehidupan ekonomi di suatu wilayah tersebut.
Gerakan Arab Spring dikenal dengan Al-Tsaurat al Arabiyyah yang berkaitan dengan suatu revolusi yang nantinya dapat memberikan perubahan pada tatanan kepada masyarakat yang ideal setelah sekian puluh tahun dipimpin oleh rezim pemerintahan yang diktator dan otoriter.
Masyarakat memerlukan kebebasan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbanding terbalik dengan prediksi bangsa Arab tersebut, gerakan Arab Spring justru menghasilkan beberapa legasi yang menimbulkan permasalahan baru.
Gerakan Arab Spring menyebabkan munculnya perang saudara antara Libya-Yaman-Suriah hingga saat ini. Hal ini dilandasi dengan adanya aksi protes secara masif yang pecah di negara kawasan Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini kemudian menghasilkan pemberontakan yang menimbulkan banyak korban. Dengan adanya dukungan globalisasi dan perkembangan teknologi berupa maraknya media sosial telah menyebabkan kegiatan pemberontakan dilakukan dengan mencari massa di media sosial tersebut.
Adanya pemberontakan dan perang saudara yang terjadi tersebut, menyebabkan banyak masyarakat yang mengungsi ke negara-negara Eropa bahkan menyebabkan terganggunya stabilitas wilayah serta menjadi training ground yang dilakukan oleh beberapa kelompok radikal secara ekstrem.
Adanya gerakan Arab Spring juga memicu adanya stagnasi politik serta ekonomi yang dirasakan negara-negara di wilayah Timur Tengah. Hal tersebut merupakan akibat dari adanya konflik dan peperangan yang terjadi antarnegara di wilayah Timur Tengah. Kestabilan politik dan ekonomi mengalami kemunduran secara signifikan.
Kerusuhan politik yang terjadi pada masa Arab Spring menimbulkan kemunculan kelompok Islam radikal yang memiliki keyakinan ekstrem. Mereka menjarah negara-negara Timur Tengah secara besar-besaran, seperti halnya ISIS. Hal tersebut menyebabkan stabilitas ekonomi, sosial dan budaya mengalami kelemahan.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan ekonomi sangat terganggu. Sektor wisata di wilayah Timur Tengah mengalami kemunduran pendapatan secara drastis. Negara yang berdampak dalam hal ini antara lain Tunisia, Mesir serta Libya.
Ketidakstabilan politik menyebabkan kerusuhan dapat menyerang negara-negara Timur Tengah kapan saja.
Gerakan Arab Spring yang pada awalnya diproyeksikan untuk memberantas adanya sistem rezim pemerintah yang otoriter dan diktator menjadi pemerintahan yang demokratis justru menimbulkan stagnasi politik bahkan pergolakan serta kemunduran ekonomi yang bisa saja menghancurkan suatu negara di wilayah Timur Tengah.

Pengaruh Gerakan Arab Spring terhadap Bidang Sosial dan Budaya di Wilayah Timur Tengah

Arab Spring terjadi pertama kali di negara Tunisia. Dengan adanya gerakan ini, Tunisia telah berhasil dalam mengatasi permasalahan kediktatoran dan sistem otoritas pemimpin negara.
ADVERTISEMENT
Tunisia mampu mewujudkan praktik demokrasi dan mampu membangkitkan gerakan sipil atau people power untuk melakukan perlawanan secara masif kepada pemerintah otoriter sejak Tunisia merdeka di tahun 1956.
Dengan adanya gerakan Arab Spring, pemimpin Tunisia yaitu Ben Ali kemudian mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pemilihan secara legislatif.
Setelah itu, Ben Ali pada pidatonya telah menyebutkan akan melakukan penurunan harga-harga pangan, melakukan pembebasan pers, menyetujui kebebasan politik sebelum ia mengikrarkan kemundurannya sebagai presiden Tunisia.
Ben Ali kemudian mengadakan lapangan pekerjaan dengan angka 300.000 di Tunisia dalam waktu 2 tahun. Kemunduran Ben Ali sebagai presiden Tunisia disebabkan oleh dua faktor, antara lain gerakan massa pada Arab Spring telah menguasai seluruh Tunisia, kekuatan mereka (people power) semakin kuat dan tidak dapat dikendalikan oleh aparat negara.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menyebabkan Ben Ali harus dipukul mundur dari pemerintahan Tunisia. Selain itu, faktor kedua mundurnya Ben Ali disebabkan oleh tidak adanya dukungan bangsa Barat terhadap Ben Ali. Dengan tegas, Prancis bahkan tidak berkeinginan untuk memberikan suaka politik atau perlindungan kepala negara, sehingga Ben Ali terpaksa melarikan diri ke Arab.
Kemunduran Ben Ali tersebut menjadi awal mula munculnya gerakan revolusi di berbagai negara Timur Tengah lainnya. Hal ini kemudian diikuti oleh negara Mesir.
Mesir menjadi salah satu negara yang menerima dampak dari adanya keberhasilan Arab Spring di Tunisia. Gerakan Arab Spring di Tunisia kemudian diikuti oleh Mesir, dengan cara banyaknya masyarakat demonstran yang turun ke jalan menuntut mundurnya Husni Mubarak yang telah memimpin Mesir selama kurang lebih 30 tahun tetapi sangat diktator, otoriter, melegalkan praktik korupsi dan dinilai gagal membangun Mesir menjadi negara yang maju.
ADVERTISEMENT
Pola gerakan di Mesir hampir sama dengan gerakan di Tunisia yang menyebabkan pemerintahan rezim Husni Mubarak merasa terancam.Pergerakan masyarakat Mesir berhasil menggulingkan kepemimpinan Husni Mubarak, tetapi mereka belum mampu menyelamatkan keadaan negara dari berbagai stagnasi ekonomi dan politik. Keadaan Mesir pasca Arab Spring justru semakin buruk.
Hal ini muncul dari sektor pariwisata. Dengan adanya paham demokrasi, beberapa kelompok radikal muncul dan mengacaukan kestabilan negara. Sektor pariwisata Mesir lumpuh sebab para wisatawan merasakan tidak aman dengan keadaan Mesir.
Keadaan yang serupa terjadi di Libya, efek domino Arab Spring menjalar dengan begitu cepat. Pemimpin negara, yaitu Moamar Khadafy berhasil mundur dari jabatannya tetapi menyisakan konflik bersenjata secara menegangkan di Libya.
ADVERTISEMENT
Hal ini kemudian menimbulkan kehancuran di berbagai sektor. Kejahatan perang dilakukan secara bengis dan melanggar HAM di Libya.
Kondisi Libya sangat mencekam, pasukan keamanan memanfaatkan meriam air bahkan peluru karet untuk melawan demonstran untuk menuntut mundurnya Khadafy. Hal tersebut menyebabkan tewasnya Moamar Khadafy di tangan para demonstran.
Gerakan Arab Spring di Libya dinilai telah gagal, karena memukul mundur pemimpin negara secara tragis di tangan demonstran. Asumsi demokratisasi Arab Spring di Libya dianggap telah hilang.
Gerakan Arab Spring di Libya justru menimbulkan praktik otoriterisme baru, yaitu dengan adanya pemilihan pemimpin negara dengan cara kudeta atau melalui sistem pewarisan.
Selain itu, gerakan Arab Spring di Libya belum mampu menyelamatkan masyarakat di tengah kesenjangan dan praktik korupsi penguasa yang memimpin negara tersebut.
ADVERTISEMENT