Selayang Pandang Agama dan Ideologi di Timur Tengah

Muhammad Ali Ashhabul Kahfi
Master Of Politics and International Relations, School of Strategic and Global Studies, University Of Indonesia.
Konten dari Pengguna
16 Juni 2022 16:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ali Ashhabul Kahfi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Palestina dan Israel

Ketegangan yang terjadi di Timur-Tengah sebenarnya sudah mulai terjadi sangat lama. Khususnya konflik negara-negara Arab dengan Israel yang tidak dapat terlepas dari masalah Palestina & Israel.
ADVERTISEMENT
Masalah atau konflik tersebut sampai sekarang tidak dapat menemukan jalan tengah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Semua permasalahan yang pernah terjadi antara Palestina & Israel ini bermula dari Inggris.
Lord Arthur James Balfour, mantan Perdana Menteri Inggris [Foto:Bassano and Vandyk/britanica.com]
Masalah mulai muncul saat Inggris pada tahun 1917 melalui perjanjian Balfour bahwa Inggris akan menjanjikan tanah Palestina sebagai tanah airnya kelompok Yahudi.
Padahal pada saat itu dapat dikatakan bahwa Palestina masih menjadi bagian dari kekaisaran Ottoman, walaupun tidak lama dari itu kekaisaran nya melemah dan tidak berjaya.
Sebelumnya di Tahun 1915, Inggris telah membuat kesepakatan dengan penguasa mekah yaitu Syarif Husain. Inggris berjanji untuk memberikan kekuasaan di Jairah Arab termasuk daerah Palestina untuk Syarif Husain dengan syarat bahwa Syarif Husain bersedia memimpin perlawanan ke Ottoman.
ADVERTISEMENT
Sehingga dapat dikatakan bahwa Inggris ini menjanjikan tanah Palestina kedua pihak yang berbeda, ke Palestina dan ke kelompok Yahudi. Seperti yang telah disampaikan oleh Ian Black selaku jurnalis dan sejarawan yaitu:
“Pemerintah Inggris tidak memikirkan negara-negara Arab ketika mereka membuat deklarasi itu (Perjanjian Balfour). Itu adalah kebenaran yang sederhana. Mereka hanya memikirkan tujuan langsungnya, untuk perang, untuk keadaan setelah perang, tentang propaganda, tentang persaingan, dan juga mengamankan untuk diri mereka sendiri. Sebuah populasi yang loyal (kepada mereka) di Palestina.”
Dampak yang di timbulkan adalah pada akhir Perang Dunia I kekaisaran Ottoman akhir nya runtuh dan wilayah Palestina diakuisisi oleh Inggris.
Pada waktu itu Inggris memberikan janji-janji kepada wilayah Palestina untuk membantu orang-orang Palestina sampai mereka siap memimpin diri mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Pada masa ini bibit-bibit konflik mulai bermunculan. Sebelum dikuasai oleh Inggris bahwa Palestina telah dihuni oleh orang Kristen dan Yahudi juga selain mayoritas orang islam.
Kenyataannya bahwa mereka sebenarnya hidup rukun dan tentram bahkan di Yerusalem komposisi penduduk antara 3 negara tadi kurang lebih seimbang.
Tentara Inggris mencari senjata orang Arab saat mereka memasuki Yerusalem pada tahun 1938. [Foto: Ullstein Bild/www.nam.ac.uk]
Akan tetapi, sejak Inggris datang 3 agama tersebut dibuat terpisah dan saling bermusuhan, strategi yang digunakan oleh Inggris hampir sama dengan Belanda waktu menjajah Indonesia dulu yaitu Devide Et Impera (Politik Adu Domba).
Tanah Palestina di buat terpecah belah dahulu agar mudah untuk di kuasai. Jika di kaitan dengan RUU Yahudi yang telah diajukan oleh Benjamin Netanyahu kepada Parlemen Israel, kemungkinan berdampak merugikan kepada orang-orang dengan keturunan Arab adalah, seperti:
ADVERTISEMENT
1) Akan terjadi migrasi dalam jumlah besar dari berbagai benua Eropa hal ini dikarenakan UU tersebut menyatakan bahwa hanya orang Yahudi yang akan menjadi warga negara Israel,
2) Bahasa arab hanya akan dapat digunakan dalam beberapa hal seperti dalam Lembaga tertentu sehingga menyebabkan penurunan derajat dari Bahasa resmi menjadi ‘status khusus’.
Kembali pada janji Inggris di Tahun 1917 yang akan memberikan wilayah Palestina ke orang-orang Yahudi atau tepatnya ke Zionis (kelompok Yahudi nasionalis yang mendukung bedirinya negara Israel).
Untuk memenuhi janjinya ini Inggris membuka wilayah Palestina untuk Imigran Yahudi yang terusir dari negara Eropa. Oleh sebab itu, sepanjang tahun 1920 – 1939 banyak dari orang-orang Yahudi Eropa yang terusir kemudian masuk ke wilayah Palestina.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga, orang-orang Yahudi yang datang ke Palestina ini mendapatkan akses bebas beli properti dari orang-orang non-arab (orang-orang yang bukan asli dari wilayah Palestina).
Mereka dapat membeli tanah luas yang kemudian menjadi tuan tanahnya dan masyarakat Palestina nya malah menjadi pekerja di tanah mereka sendiri. Pada akhirnya terjadilah konflik antar warga lokal dan pendatang menjadi memanas.
Orang-orang Palestina yang merasa terjajah oleh kedatangan Inggris sempat memberikan perlawanan dari tahun 1936 – 1939 tetapi pada akhirnya orang-orang Palestina diserang kembali oleh pasukan Inggris yang kerjasama dengan Haganah (para militernya Zionis).
Selama masa perlawanan ini, setidaknya terdapat 5.000 orang Palestina yang tewas dalam perlawanan, 15.000 orang luka-luka, dan 5.600 orang ditahan. Seperti yang telah disampaikan oleh Aljazera sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
“Tahun 1917, Arthur Balfour adalah seorang Sekretaris Luar Negeri. Negaranya (Inggris), berperang di Perang Dunia I di berbagai front, termasuk di wilayah yang dijuluki Inggris sebagai “Tanah Suci”.”
Tahun-tahun perlawanan penduduk Palestina ke Inggris berbarengan dengan masa-masa awal Nazi Jerman berusaha menuasai Eropa.
Inggris yang tidak ingin pengaruh Nazi dan blok poros sampai ke Arab akhirnya memutuskan untuk menarik simpati warga arab khususnya terkait dengan masalah Palestina. Oleh sebab itu, mereka membuat dokumen white paper yang berisi 3 poin yaitu:
1. Membatasi jumlah imigran Yahudi ke Palestina yaitu maksimal 75 ribu orang dalam 5 tahun
2. Menjanjikan pembentukan Palestina merdeka dalam waktu 10 tahun
3. Pembatalan dukungan berdirinya negara Yahudi di wilayah Palestina
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, baik pihak Palestina maupun koloni Yahudi Palestina sama sama menolak white paper tersebut dengan alasan yang berbeda-beda. Alasan pertama yaitu pada orang-orang Palestina mereka keberatan dengan waktu pembentukan Palestina Merdeka yang terlalu lama.
Alasan kedua yaitu pada kelompok Yahudi Palestina mereka menolak pembatasan jumlah imigran yang hanya 75 ribu orang dalam waktu 5 tahun. Menurut mereka telah banyak orang Yahudi di Eropa yang menjadi korban kekejaman kelompok Nazi Jerman.
Dengan dibatasai nya kelompok Yahudi yang masuk ke Palestina akan banyak orang Yahudi yang terperangkap ke Eropa dan terkena dampak kekejaman Nazi.
Bahkan kelompok Zionis ekstrem seperti kelompok Irgun dan kelompok Lehi mereka tidak hanya menolak tetapi mengangkat senjata untuk melawan Inggris. Sehingga kedua kelompok inilah yang menjadi pelaku bom di King David Hotel pada tahun 1946 yang menawaskan 91 petugas dan petinggi Inggris.
King David Hotel diledakkan oleh Milisi Etzel. [Sumber: Niv Elis/www.tabletmag.com]
Setelah semua yang terjadi, Inggris pada akhirnya merasa bahwa konflik di wilayah Palestina hanya menjadi sumber masalah. Sehingga, Inggris memutuskan untuk menarik diri dan melimpahkan permasalahan ini kepada PBB yang pada waktu itu masih baru terbentuk.
ADVERTISEMENT
PBB sendiri pada akhirnya membuat rencana pembagian 2 wilayah negara atau dapat disebut sebagai Partition Plan 1947. Jika diperhatikan melalui peta pembagian tersebuh wilayah Yahudi sedikit lebi besar dari wilayah orang-orang Palestina, padahal pada waktu itu penduduk Yahudi jumlahnya tidak mencapai sepertiga penduduk Palestina.
Rencana pembagian Palestina dengan persatuan Ekonomi diusulkan oleh Komite Ad Hoc untuk Masalah Palestina. (MAP) [Sumber:United Nations/www.un.org]
Oleh sebab itu, penduduk Palestina langsung menolak keputusan Partition Plan 1947, sementara penduduk Yahudi menerima keputusan tersebut.
Pada akhirnya keputusan Partition Plan 1947 bukan menyelesaikan permasalahan tetapi memancing ketegangan antara masyarakat negara-negara arab dengan masyarakat yahudi dan dari ketegangan inilah yang menyebabkan awal mula munculnya akar-akar konflik antara Arab-Israel.
Satu tahun setelah Partition Plan 1947 dibuat tepatnya di tanggal 14 Mei 1948 Israel mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka dan mendapat pengakuan dari Amerika Serikat dan Uni Soviet. Disisi lain, negara-negara arab menolak keras deklarasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Dan semenjak tahun 1948 menyebabkan rentetan panjang perselisihan antara Arab-Israel yang terus terjadi hingga saat ini.
Deklarasi Pendirian Negara Israel. [Sumber: Israel Ministry of Foreign Affairs/www.gov.il]
Deklarasi kemerdekaan Israel ini juga menyulutkan negara-negara arab untuk membuat aliansi. Selain tidak setuju dengan pembagian wilayah pada perjanjian Partition Plan 1947, Israel juga berpotensi melanggar kesepakataan pembagian wilayah tersebut dengan melihat kelompok radikal seperti kelompok Irgun dan Kelompok Lehi yang berambisi menjadikan seluruh tanah Palestina sebagai wilayah Israel.
Pada 15 Mei 1948 yaitu satu hari setelah Israel mendeklarasikan kemerdekaannya, koalisi arab yang terdiri dari Mesir, Yordania, Suriah, Iraq, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman bersama-sama menyerang Israel.
Koalisi negara-negara arab ini sempat mengepung Israel dalam beberapa minggu sampai pada akhirnya PBB memutuskan untuk membuat gencatan senjata.
ADVERTISEMENT
Dimasa gencatan senjata ini, baik koalisi arab ataupun Israel diduga melakukan pelanggaran terkait larangan penguatan militer, contohnya adalah keputusan Israel untuk menyelundupkan senjata secara illegal dalam jumlah besar.
Senjata-senjata tersebut berasal dari Cekoslovakia. Kondisi ini menjadikan Israel yang awalnya terkepung menjadi melawan pihak koalisi arab. Kelompok radikal Lehi juga membunuh kaum Bernadotte yang menjadi perwakilan PBB yang memonitor gencatan senjata tersebut.
Alasan kelompok Lehi membunuh kaum Bernadotte adalah karena kelompok Lehi merasa bahwa perundingan yang ditawarkan ini akan merugikan Israel.
Perang pertama Israel dengan bangsa-bangsa Arab ini dimenangkan oleh Israel. Banyak pihak percaya bahwa salah satu faktor yang membuat bangsa-bangsa Arab kalah adalah ambisi masing-masing negara Arab yang memiliki tujuan untuk membuat perluasanan wilayah negaranya.
Perang Enam Hari di Dataran Tinggi GolanTank-tank Israel maju di Dataran Tinggi Golan antara pasukan Arab dan Israel, 10 Juni 1967.(Government Press Office) [Foto:Assaf Kutin/www.gov.il]
Selain mereka ingin membantu Palestina, masing-masing dari mereka juga memiliki niat tersembunyi. Israel yang menang akhirnya mengakuisisi wilayah yang harusnya menjadi milik Penduduk Palestina dan menyebabkan 700.000 penduduk Palestina terusir.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu saja, wilayah tepi barat juga akhirnya dikuasai oleh Yordania dan wilayah Gaza diambil alih oleh Mesir. Masyarakat Palestina sampai menyebut perang pertama ini sebagai Harb An-Nakba (Perang Kehancuran).
18 tahun setelah perang Arab-Israel yang pertama, muncullah perang besar antara negara arab seperti Mesir, Suriah, dan Yordania melawan Israel.
Pada masa itu, paham sosialis sedang bertumbuh subur di Mesir dan Suriah dan hal tersebut menyebabkan konflik dengan Israel memanas. Pada Juni 1967, muncullah perang negara-negara arab dengan Israel yang di kenal dengan nama Perang 6 Hari.
Pada perang ini lagi-lagi Israel di kepung oleh negara-negara arab tersebut dari 3 Front (Sinai, Yordania, dan Suriah).
Pada awalnya Mesir mendapat informasi palsu terkait dengan pergerakan Militer Israel di Suriah dan untuk merespon laporan tersebut Mesir langsung mengirimkan pasukannya ke wilayah Sinai yang merupakan perbatasan langsung dengan Israel dan Mesir juga memutuskan untuk memblokade Selat Tiran yang menghubungkan Israel ke Laut Merah.
ADVERTISEMENT
Di tanggal 5 Juni 1967, Mesir dikagetkan dengan serangan mendadak Israel ke berbagai pangkalan udara mereka dan dari kondisi ini Mesir menjadi lumpuh kekuatan udaranya.
Melihat ini Yordania dan Suriah langsung merespon dengan menyerang pangkalan udara Israel akan tetapi Israel balik menyerangnya dan pangkalan udara mereka bernasib sama dengan pangkalan udara Mesir.
Akan tetapi, setelah 6 hari berperang yang terjadi di 3 Front tadi dimenangkan oleh Israel. Wilayah Gaza dan Sinai berhasil direbut oleh Israel dari Mesir, tepi barat direbut oleh Israel dari Yordania, dan wilayah pegunungan Golan juga berhasil diduduki oleh Israel.
Sekitar 6 tahun setelahnya atau tepatnya pada tahun 1973 muncul satu perang besar lagi, kali ini dapat dikatakan koalisi arab berhasil memenangkan perang.
ADVERTISEMENT
Perang kali ini dikenal dengan nama Perang Yom Kippur karena perang ini meletus pada hari Yom Kippur pada tanggal 6 Oktober 1973.
Pasukan Israel bergegas ke perbatasan utara dengan pecahnya Perang Yom Kippur, 7 Oktober 1973. [Foto:Eitan Harris/www.timesofisrael.com]
Hari Yom Kippur adalah peringatan hari suci umat Yahudi dan tanggal muncul nya perang ini juga bertepatan dengan tanggal perang Badar yang merupakan perang besarnya pertama umat islam melawan kaum Quraisy.
Oleh sebab itu, operasi ini dinamai sebagai operasi Badar oleh Mesir. Pada perang ini, Mesir dan Suriah yang juga di dukung oleh negara-negara arab lainya memutuskan untuk melakukan perlawanan untuk mengambil alih wilayah mereka sebelumnya, khususnya di Sinai dan Golan.
Negara-negara arab juga telah melakukan pengembangan pada senjata mereka yang berasal dari Uni Soviet seperti Tank, Rudal Anti Pesawat, dan persenjatan lainnya.
ADVERTISEMENT
Hasilnya di hari awal-awal perang ini, koalisi arab menang secara telak akan tetapi beberapa hari setelah nya pelan-pelan Israel berhasil memukul mundur koalisi arab.
Akan tetapi kali ini solidaritas Mesir, Suriah, dan negara-negara arab lainnya memberikan mereka keuntungan. Jadi untuk menekan Israel yang dibantu oleh Amerika dan beberapa negara lainnya, OPEC yang merupakan organisasi negara-negara pengekspor minyak yang didalam nya ada Arab Saudi, mereka memutuskan untuk melakukan embargo minyak ke Amerika dan ke berbagai negara lainnya yang mendukung Israel.
Hasilnya embargo ini menyebabkan terjadinya krisis energi di Amerika dan beberapa negara lainnya. Hal ini dikarenakan mereka terlalu bergantung dengan minyak impor.
Setelah perang Yom Kippur, dapat dikatakan bahwa konflik antara negara-negara arab dengan Israel tensinya terus menurun. Hal ini dikarenakan Israel lebih fokus menangani kelompok militas Palestina sedangkan negara-negara arab banyak yang terpecah karena perang saudara. Palestina sendiri meskipun telah menyatakan diri merdeka dan diakui juga oleh negara kedaulatan akan tetapi mereka masih saja mengalami perampasan hak hidup oleh Israel.
ADVERTISEMENT
Agama Abraham (agama samawi) sendiri sebetulnya memiliki peranya dalam perdamaian di dunia khususnya yang terjadi di Israel-Palestina atau negara-negara arab lainnya, seperti yang telah penulis sampaikan pada sejarah Palestina, di wilayah Palestina dan sekitarnya lahir dan bertumbuhnya orang-orang dengan agama abraham dan juga ketiga agama seperti Yahudi, Kristen, dan Islam saling hidup berdekatan terutama di Yerusalem.
Palestina tidak hanya tanah untuk kaum muslim tetapi juga kaum agama lainnya yang sama sama merasa dirugikan dengan adanya konflik Israel-Palestina.
Ada banyak tradisi Yahudi, Kristen dan Muslim yang berbeda tentang Abraham. Penafsiran Abraham mencerminkan keragaman kepercayaan dan kebiasaan yang luas di antara orang Yahudi, Kristen, dan Muslim pada waktu dan tempat yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Varietas ada di dalam setiap tradisi maupun di antara mereka. Pengakuan betapa berbedanya interpretasi ini dan seberapa sering interpretasi ini mengesampingkan yang lain adalah penting jika seseorang ingin memahami sejarah hubungan yang kacau antara orang Yahudi, Kristen dan Muslim.
Diskusi dan Dialog antara Duta Besar Palestina untuk Indonesia dan Mahasiswa Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. Sumber: Dok.Pribadi
Pemikiran yang penuh angan-angan tentang visi Abraham yang dibagikan secara damai memungkiri realitas konflik dan penganiayaan yang pahit selama berabad-abad.
Karena itu, penting juga untuk mengakui karya bermanfaat yang telah dilakukan di bidang dialog antaragama selama bertahun-tahun. Para teolog seperti Karl-Josef Kuschel dari Jerman telah mendesak setiap agama untuk fokus pada esensi Abraham dalam tradisi masing-masing, seorang pria yang percaya kepada Tuhan dan yang melakukan kehendak Tuhan.
Dia meminta pengikut tiga agama untuk saling mengenali melalui identifikasi timbal balik mereka sebagai milik keluarga Ibrahim.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana Abraham dilihat oleh ketiga tradisi sebagai orang yang menaruh kepercayaannya kepada Tuhan, demikian pula para penganut tiga agama utama Ibrahim harus cukup percaya satu sama lain untuk dapat terlibat dalam dialog yang penuh hormat.