Konten dari Pengguna

TVRI di Mata Masyarakat Mengurai Stigma dan Kode Etik dalam Era Digital

Alif pratama putra
Pelajar / mahasiswa universitas pancasila
30 Oktober 2024 9:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alif pratama putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Masyarakat yang memiliki persepsi kalau TVRI adalah siaran kuno yang membosankan ( sumber foto: freepik )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Masyarakat yang memiliki persepsi kalau TVRI adalah siaran kuno yang membosankan ( sumber foto: freepik )
ADVERTISEMENT
Di era digital yang bergerak dengan kecepatan cahaya, pola konsumsi informasi berubah drastis. Dulu, televisi menjadi sumber utama berita dan hiburan bagi masyarakat, namun kini mereka memiliki akses tak terbatas ke berbagai platform media sosial, portal berita daring, hingga layanan streaming global yang menawarkan segala jenis konten di ujung jari. Di tengah derasnya arus informasi ini, TVRI sebagai lembaga penyiaran publik kerap menghadapi stigma dari masyarakat. Persepsi bahwa TVRI adalah media "kuno," yang kontennya dianggap tak mampu bersaing dengan media lain, seolah terus membayangi citra lembaga ini. Namun, di balik pandangan ini terdapat prinsip-prinsip kode etik yang kokoh landasan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab sosial yang dijunjung tinggi oleh TVRI yang justru membedakannya dari kebanyakan media modern.
ADVERTISEMENT
Stigma terhadap TVRI bukanlah hal yang baru ia terbentuk seiring sejarah lembaga ini yang berdiri dengan misi besar untuk menyampaikan informasi yang dianggap penting bagi masyarakat luas. Sebagai lembaga yang pernah berperan dalam menyebarkan agenda nasional dan informasi dari pemerintah, TVRI sering dianggap membosankan atau bahkan “terlalu resmi” oleh sebagian masyarakat, terutama generasi muda yang terbiasa dengan format media yang lebih fleksibel dan interaktif. Dalam lingkungan di mana tayangan dramatis dan viral lebih sering menjadi pusat perhatian, TVRI yang tetap berpegang pada prinsip kode etik justru kerap dilihat sebagai "media tua" yang tidak menarik. Namun, pandangan ini hanya melihat kulit luarnya saja, tanpa memahami tanggung jawab besar di balik layar yakni menyeimbangkan selera publik dengan integritas dalam jurnalisme.
ADVERTISEMENT
Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI tidak hanya dituntut untuk menghadirkan berita yang aktual dan informatif, tetapi juga memastikan bahwa setiap konten yang ditayangkan memenuhi standar kode etik yang ketat. Kode etik ini bukan sekadar aturan tertulis, tetapi juga refleksi dari komitmen untuk menghadirkan informasi yang objektif, netral, dan berimbang. Dalam tayangan beritanya, misalnya, TVRI menghindari sensasionalisme yang kerap digunakan media lain untuk meningkatkan jumlah penonton. TVRI justru menjaga penyampaian berita yang transparan dan faktual, meski ini berarti tidak mengikuti arus tren yang mungkin lebih digemari. Sikap ini sebenarnya merupakan simbol tanggung jawab terhadap masyarakat, namun karena konten yang tidak berlebih-lebihan inilah, masyarakat kadang melihatnya sebagai "kurang menarik".
Meski sering dihadapkan pada pandangan skeptis, TVRI terus berpegang pada nilai netralitas dan independensi yang tertuang dalam kode etiknya, bahkan di tengah tekanan dari berbagai kepentingan politik maupun komersial. Bagi lembaga yang tidak berfokus pada keuntungan finansial, komitmen terhadap kode etik adalah fondasi dalam membangun kepercayaan masyarakat. Namun, tantangan di era digital ini semakin besar, masyarakat, terutama generasi muda, lebih tertarik pada berita yang disajikan dengan gaya dramatis dan emosional. TVRI harus mampu beradaptasi tanpa kehilangan prinsip-prinsip dasarnya, agar dapat menyeimbangkan relevansi dengan tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Di tengah tantangan yang semakin kompleks, TVRI memiliki peluang besar untuk tetap relevan. Salah satunya adalah dengan memperkuat kehadiran digital melalui platform media sosial dan aplikasi berbasis internet. Memanfaatkan teknologi terkini dan gaya konten yang lebih dinamis bisa menarik perhatian masyarakat tanpa harus mengorbankan kode etik. Transformasi digital ini bukan hanya tentang mengikuti tren ini adalah upaya untuk menunjukkan bahwa kode etik dan integritas yang dijunjung tinggi oleh TVRI bukanlah penghambat kreativitas. Sebaliknya, kode etik tersebut justru menjadi landasan untuk menghadirkan konten yang berkualitas dan tetap bisa beradaptasi dengan zaman.
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa TVRI memiliki tanggung jawab lebih dari sekadar menghadirkan hiburan. Di balik setiap tayangannya, TVRI mendidik publik dengan informasi yang berimbang, memupuk rasa nasionalisme, serta menumbuhkan kepedulian sosial yang lebih dalam. Untuk mengurangi stigma negatif, perlu adanya edukasi media agar masyarakat menyadari pentingnya media penyiaran yang beretika. Ini bukan hanya tugas TVRI, tetapi juga peran dari masyarakat dan institusi pendidikan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai etika penyiaran, stigma bahwa TVRI "kaku" atau "kurang modern" akan berkurang.
ADVERTISEMENT
Ke depan, TVRI bisa menjadi simbol dari lembaga penyiaran yang bertanggung jawab, yang tidak tergerus arus media yang hanya mencari sensasi. Sebagai pilar etika di dunia penyiaran, TVRI memiliki potensi untuk menjadi media yang mendidik sekaligus relevan di masa depan. Jika dapat memanfaatkan teknologi secara tepat dan bijaksana, TVRI akan tetap menjadi mercusuar integritas yang tak tergantikan, media yang bukan sekadar melaporkan, tetapi membangun karakter bangsa. Kode etik yang dipegang teguh TVRI akan selalu menjadi pengingat bahwa di dunia penyiaran, kredibilitas jauh lebih berharga dari sekadar popularitas. Dengan dukungan masyarakat, TVRI akan terus menjadi teladan dalam menghadirkan informasi yang jujur, seimbang, dan mendidik di tengah tantangan era digital yang terus berubah
ADVERTISEMENT