Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Insentif Mobil Listrik: Solusi Hijau atau Beban Baru?
9 Januari 2025 14:42 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari ALIFA GHOZY TIKADI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beberapa tahun terakhir banyak negara termasuk Indonesia gencar memberikan insentif untuk mendorong implementasi mobil listrik. Mobil listrik diharapkan mampu sebagai solusi mobilitas masa depan yang ramah lingkungan. Untuk mempercepat implementasi tersebut, pemerintah memberikan berbagai insentif mulai dari keringanan pajak, subsidi harga, hingga pembebasan biaya tertentu. Tentu tujuan utamanya untuk mengurangi emisi karbon, mempercepat transisi ke energi bersih, dan menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang berkelanjutan. Namun, apakah insentif ini mampu efektif dan tepat sasaran? Atau justru membawa masalah baru yang tidak terduga?
ADVERTISEMENT
Mengapa butuh Insentif Mobil Listrik?
ADVERTISEMENT
Insentif mobil listrik memiliki daya tarik tersendiri. Dengan harga kendaraan yang masih relatif lebih mahal dibandingkan mobil berbahan bakar fosil lainnya, subsidi dapat menjadi kunci dan angin segar untuk menarik minat masyarakat. Harapannya kendaraan listrik secara signifikan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca. Insentif ini juga diharapkan berhasil mendorong pertumbuhan industri lokal sehingga menciptakan lapangan kerja baru, dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.
Tujuan utama pemberian insentif adalah untuk:
ADVERTISEMENT
Lalu apa kelemahan kebijakan apa yang timbul?
Kebijakan insentif kendaraan listrik bukanlah tanpa kritik. Pertama, banyak pihak yang meragukan keadilan subsidi yang diberikan kepada segmen masyarakat, yaitu mampu membeli mobil listrik atau tergolong kalangan menengah ke atas. Artinya subsidi ini bisa dianggap menguntungkan golongan kaya, sementara masyarakat berpenghasilan rendah lebih membutuhkan alokasi anggaran untuk kebutuhan mendesak lainnya seperti pendidikan, kesehatan, atau bantuan sosial.
Kedua, keberlanjutan lingkungan dari mobil listrik bergantung pada sumber energi listriknya. Jika listrik masih didominasi oleh pembangkit berbahan bakar fosil, maka emisi yang dihasilkan hanya berpindah dari kendaraan ke pembangkit listrik. Hal ini mengurangi dampak positif terhadap lingkungan yang seharusnya menjadi tujuan utama.
Ketiga, pembangunan infrastruktur pendukung seperti SPKLU membutuhkan investasi besar dan waktu yang tidak singkat. Banyak daerah di Indonesia, terutama di luar Jawa, masih belum memiliki akses ke infrastruktur ini. Akibatnya, adopsi mobil listrik di daerah terpencil menjadi tantangan besar.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tantangan yang akan dihadapi?
ADVERTISEMENT
Alternatif Kebijakan yang Ditawarkan
Daripada fokus hanya pada insentif mobil listrik, pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan lain yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Misalnya, mendorong pengembangan transportasi umum berbasis listrik yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan. Kebijakan ini tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi sebagian besar masyarakat.
Selain itu, pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, atau panas bumi harus menjadi prioritas. Dengan memastikan bahwa listrik berasal dari sumber energi bersih, manfaat kendaraan listrik terhadap lingkungan dapat dimaksimalkan.
Beberapa langkah strategis sebagai alternatif antara lain:
ADVERTISEMENT
Belajar dari Negara Lain
Beberapa negara telah berhasil menerapkan insentif mobil listrik dengan berbagai pendekatan, antara lain
Norwegia merupakan salah satu negara dengan tingkat adopsi kendaraan listrik tertinggi di dunia. Keberhasilan ini dicapai melalui kombinasi insentif yang komprehensif, termasuk pembebasan pajak pembelian, pembebasan PPN, pengurangan biaya tol dan parkir, serta akses ke jalur bus. Insentif ini telah diterapkan selama beberapa dekade dan terbukti sangat efektif dalam mendorong transisi ke kendaraan listrik.
Faktor Keberhasilan:
Konsistensi Kebijakan. Insentif ini telah diterapkan selama beberapa dekade dan terbukti sangat efektif dalam mendorong transisi ke kendaraan listrik. Kebijakan yang konsisten dan jangka panjang memberikan kepastian bagi konsumen dan produsen.
Infrastruktur yang Memadai. Investasi awal yang besar dalam infrastruktur pengisian daya telah menghilangkan kekhawatiran tentang jangkauan dan ketersediaan pengisian.
ADVERTISEMENT
Dukungan Politik dan Masyarakat. Dukungan politik yang kuat dan kesadaran masyarakat yang tinggi tentang isu lingkungan juga berperan penting.
Jerman memberikan insentif pembelian mobil listrik dan juga berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur pengisian daya.Insentif pembelian (meskipun beberapa telah dihentikan secara bertahap), investasi besar dalam infrastruktur pengisian daya, dan fokus pada pengembangan teknologi baterai.
Faktor Keberhasilan:
Fokus pada Teknologi dan Industri. Jerman tidak hanya memberikan insentif konsumen, tetapi juga berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi baterai dan industri otomotif.
Target yang Jelas. Target penjualan mobil listrik yang ambisius mendorong produsen untuk berinovasi dan berinvestasi dalam kendaraan listrik.
Kerjasama Industri dan Pemerintah. Kemitraan yang kuat antara industri otomotif dan pemerintah telah mempercepat transisi ke kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Insentif mobil listrik memang menawarkan potensi besar untuk mengakselerasi transisi menuju ekonomi rendah karbon. Namun, kebijakan ini perlu dievaluasi secara kritis agar tidak hanya menguntungkan segelintir pihak tetapi juga memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat dan lingkungan. Pendekatan yang lebih holistik, seperti investasi pada transportasi publik dan energi terbarukan, mungkin menjadi solusi yang lebih tepat untuk mencapai tujuan yang sama. Bagaimanapun, transisi energi bersih harus dilakukan secara adil dan inklusif, tanpa meninggalkan siapa pun di belakang.
Authors: Alifa Ghozy Tikadi & Kenzia Nababan, Mahasiswi Prodi D4 Manajemen Keuangan Negara, Politeknik Keuangan Negara STAN