Dari Wanita Karier hingga Menjadi Pengusaha

Alifia Adra
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta prodi Penerbitan (Jurnalistik)
Konten dari Pengguna
13 Juli 2021 14:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alifia Adra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto : Dokumentasi penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto : Dokumentasi penulis.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wanita berkulit sawo matang ini lahir pada tahun 1971, seorang anak bungsu dari 5 bersaudara yang tinggal di rumah kecil daerah Jakarta Selatan bersama ibu dan bapaknya.
ADVERTISEMENT
Ibunya merupakan seorang guru, sedangkan bapaknya merupakan seorang polisi. Dengan tingkat kedisiplinan bapaknya yang ketat, menjadikan anak-anaknya mempunyai sopan dan santun yang tinggi.
Wanita ini bernama Ina Sari, dengan rambut gaya khas Putri Diana namun berwarna hitam ini saat remajanya mempunyai cita-cita sebagai penari. Namun, keinginannya sebagai penari tidak tersampaikan karena ibunya tidak menyetujuinya.
Iya, betul. Wanita yang aku deskripsikan dari awal ini adalah bundaku. Bundaku adalah seorang wanita yang sangat pekerja keras dari masa kecilnya. Beliau adalah murid yang berprestasi, dan sangat kompetitif.
Bundaku menghabiskan pendidikan kuliahnya di UPN Yogyakarta jurusan Ekonomi. Bundaku selalu cerita ke aku, bahwa beliau ingin cepat-cepat keluar dari rumah asalnya karena beliau ingin tinggal di Yogyakarta, padahal di Yogyakarta beliau belum kenal siapa-siapa.
ADVERTISEMENT
Setelah lulus dari pendidikan kuliah, bundaku bekerja di salah satu perusahan Jakarta. Beliau dipertemukan dengan seorang laki-laki berkarier yang menjadi pasangan hidupnya, yaitu ayahku. Bundaku dan ayahku menikah pada tahun 1997 dan mempunyai putri pertamanya, yaitu aku pada tahun 2001, lalu adikku tahun 2003.
Pada suatu hari saat aku masih kelas 5 SD, bundaku bilang ke aku sambil menangis "Kak, bunda mau pakai kerudung panjang, bunda mau berhenti kerja karena ingin mengenal agama lebih jauh agar bisa mendidik anak-anak bunda dengan benar." Aku yang pada saat itu masih berumur 10 tahun hanya bisa mendengarkan saja.
Sampai pada suatu saat setelah kejadian itu, bundaku mengadakan rapat keluarga di ruang tamu rumah untuk mendapatkan persetujuan dari aku dan adikku bahwa bunda akan berhenti dari pekerjaan tersebut, karena aku ingin bundaku bahagia dan bebas dari pekerjaan tersebut aku menyetujuinya, begitupun adikku.
ADVERTISEMENT
Menjadi wanita berkarier membuat bundaku hampir setiap hari pulang larut malam, sehingga aku dan adikku di rumah hanya diurus dengan bibi di rumah karena ayahku juga bekerja. Aku dan adikku dulu hampir tidak merasakan bagaimana kasih sayang orang tua.
Setelah bundaku keluar dari pekerjaan tersebut, bundaku memulai bisnis online pada tahun 2013 dengan menjual mukena katun jepang dan memberinya merek "Eshalina", yang mempunyai makna "bunga".
Eshalina yang pada awalnya hanya menjual mukena berkembang menjadi memproduksi busana muslim dari mulai gamis, hingga kerudung panjang.
Dari hanya menjual lewat platform online, pada tahun 2018 Eshalina membuka butik kecil di Cibinong, Bogor. Sehingga, selain aktif berjualan melalui online, Eshalina juga aktif berjualan di toko.
ADVERTISEMENT
Lalu pada tahun 2020, Bundaku membuka usaha lagi, yaitu piyama dengan bahan katun rayon, dan usaha itu dipegang oleh aku sendiri dengan bimbingan bundaku. Usaha piyama katun rayon tersebut diberi nama "Dei-Adra", diambil dari nama aku dan adikku.
Tidak hanya Eshalina, Bunda pada tahun 2021 tepatnya bulan Februari, mendirikan bisnis laundry kiloan bersama teman-temannya di daerah Cilodong, Depok. Bunda menamakannya "Hasanah Laundry". Sampai saat ini, usaha-usaha yang bundaku dirikan masih berjalan dengan lancar.
Bundaku (di tengah), dan teman-temannya saat Hasanah Laundry pertama kali dibuka. (Sumber foto : Agus Sutrisno).
Bundaku sangat menginspirasiku dengan kerja kerasnya selama ini, semoga para pembaca setelah membaca tulisan ini juga menjadi terinspirasi dengan kisah bundaku. (Alifia Adra/PNJ)