Konten dari Pengguna

Mama Jadi Anugerah Tak Ternilai dalam Hidupku

Alvian Yoga Yulianto
Mahasiswa Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta
9 Juni 2024 9:38 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alvian Yoga Yulianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(ilustrasi kasih sayang mama pada anaknya. Foto: Pexels/Taryn Elliott)
zoom-in-whitePerbesar
(ilustrasi kasih sayang mama pada anaknya. Foto: Pexels/Taryn Elliott)
ADVERTISEMENT
Mama adalah sosok yang luar biasa bagiku. Di mataku, dia adalah wanita yang selalu penuh dengan cinta. Sejak kecil, aku melihat betapa besar kasih sayangnya terhadap keluarga, menghadapi segala tantangan dengan sabar, dan tidak mengenal lelah dalam bekerja demi kebahagiaan anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Mamaku terlahir dari keluarga yang sederhana, tumbuh dalam balutan kemandirian dan kerja keras yang tak kenal lelah. Dalam ceritanya, Mamaku sering mengenang masa-masa membantu kakek dan nenek di sawah, menggenggam cangkul dalam tangan mungilnya. Di waktu remaja, Mamaku memberanikan diri merantau ke Bengkulu. Meninggalkan sanak keluarga tercinta di Klaten, Jawa Tengah.
Wanita kelahiran Klaten itu setiap harinya menjadi orang yang pertama bangun di keluargaku. Sepertiga malam adalah waktunya. Ketika hening malam masih enggan menyingkir, Mamaku sigap mengenakan jaket lusuhnya. Menembus dinginnya malam, belanja kebutuhan untuk pecel sayur yang dijual saat pagi hari.
Pagi itu, Bapak tidak bisa menemani Mama ke pasar dan aku harus menggantikannya. Meskipun sudah mengenakan jaket tebal, aku menggigil kedinginan karena angin yang menusuk tulang. Sementara Mamaku, yang hampir setengah abad usianya, berjalan di sampingku tanpa mengeluh, tampak kuat menghadapi dinginnya malam. Dalam hati, aku merasa malu. Bagaimana mungkin aku yang lebih muda, merasakan dingin yang begitu menyiksa sementara Mamaku tampak begitu tangguh?
ADVERTISEMENT
Pasar pagi itu dipenuhi kesibukan yang khas. Lampu neon menerangi lapak-lapak yang penuh warna. Suara pedagang yang saling menawarkan bersahutan dengan langkah kaki para pembeli yang tergesa-gesa. Di tengah hiruk-pikuk itu, Mamaku tetap tenang, seperti ikan yang berenang di air jernih.
Aku mengikutinya dari belakang, merasa seperti anak ayam yang berlindung di balik induknya. Saat memilih sayuran, aku memperhatikan betapa telitinya Mamaku dalam memilih yang terbaik. Tangannya yang keriput bergerak lincah, memeriksa setiap daun dengan saksama. Ada sesuatu yang magis dalam gerakan tangannya, sesuatu yang menunjukkan pengalaman bertahun-tahun dan tak bisa dipelajari hanya dalam semalam.
Setibanya di rumah, Mamaku segera memulai persiapan untuk menjual pecel sayur. Dapur yang semula sepi mulai dipenuhi aroma wangi bumbu yang sedang diolah. Aku berusaha membantu, meskipun tahu bahwa bantuanku tidak seberapa. Melihat Mamaku bekerja dengan begitu gesit, membuatku semakin mengaguminya.
(ilustrasi kedekatan mama dengan anak-anaknya. Foto: Pexels/Ron Lach)
Setelah semua persiapan selesai, aku mengantar Mamaku ke tempat jualan. Para pelanggan mulai berdatangan, beberapa di antaranya sudah menjadi langganan tetap. Setiap pelanggan mengenal dan menyukai Mamaku bukan hanya karena pecel sayurnya yang lezat, tetapi juga karena keramahan dan kebaikan hatinya. Setiap senyuman yang dilemparkannya, setiap kata yang diucapkannya, selalu membawa kehangatan dan kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
Ketika waktu beranjak siang, dagangan Mamaku mulai habis. Wajahnya tetap ceria walau kelelahan jelas terpancar di matanya. Aku merasa begitu bersyukur bisa belajar banyak dari sosok yang luar biasa ini.
Usai bekerja, Mamaku masih mengurus kegiatan rumah tangga, seperti memasak sarapan dan makan siang, juga terkadang menjemput adikku. Setelahnya, Mamaku baru istirahat tidur siang, menghilangkan lelah bekerja dari dini hari hingga matahari terik.
Menjelang sore, Mamaku bangun dari tidur siangnya, meregangkan tubuh yang penat. Dia langsung menuju dapur, mempersiapkan bumbu dan peyek kacang untuk dagangan esok hari. Keharuman rempah-rempah yang khas mulai menguar, menyatu dengan suara gemerincing alat-alat dapur yang beradu.
Saat senja mulai beranjak malam, Mamaku selalu menyajikan hidangan dengan cinta, meski lelahnya belum sepenuhnya hilang. Setiap suapan nasi, setiap gigitan lauk, terasa lebih istimewa karena aku tahu betapa besar usaha yang telah dicurahkannya untuk menyiapkan makanan ini.
ADVERTISEMENT
Melihat keluarganya kenyang, Mamaku baru beranjak tidur dan beristirahat, lalu bangun kembali dan mengulangi rutinitas yang sama setiap harinya tanpa libur. Dalam setiap hari yang dilaluinya, aku selalu menemukan kekuatan dan keuletan yang luar biasa. Keikhlasan yang terpancar dari setiap tindakan dan keputusan yang diambilnya, menjadi teladan yang begitu berharga bagiku.
Semangatnya dalam menjalani hidup yang begitu berat mengingatkanku pada saat pertama kali jualan pecel sayur. Usaha ayam goreng yang gulung tikar akibat masalah sengketa tanah, memaksa Mamaku memulai segalanya dari nol lagi. Dengan keteguhan hati yang tak tergoyahkan, dia berusaha mencari tempat tinggal baru, merangkai ide-ide bisnis yang segar, dan menemukan lokasi jualan yang baru, meski perjalanannya dipenuhi dengan kesulitan dan kelelahan yang tak terhitung.
(ilustrasi mama bermain bersama anaknya. Foto: Pexels/Gustavo Fring)
Mamaku sangat beruntung memiliki Bapak yang mendukung segala idenya. Bapak langsung gesit membuat gerobak agar sang istri tercinta bisa menjual pecel sambil berkeliling, selagi mencari lokasi jualan yang baru. Syukur, respons dari warga sekitar sangat positif dan banyak yang menyukai masakan Mamaku.
ADVERTISEMENT
Kala itu, hari ketiga berjualan, hujan turun sangat deras tatkala Mamaku sudah siap berjualan. Nekat, Mamaku memilih tetap berkeliling menjajakan pecel sayurnya menggunakan jas hujan plastik yang begitu tipis. Menerjang petir yang menggelegar serta angin kencang.
Belum lama pergi, Mamaku kembali pulang dengan dagangan yang masih utuh. Mamaku tetap senyum, walau tak ada satu pun pembeli yang menjajal pecel sayurnya. Tak kuat, aku bergegas pergi ke kamar. Menahan rasa sedih dan tangis, membayangkan bagaimana perasaan Mamaku di hari itu.
Mamaku adalah contoh nyata dari cinta tanpa syarat. Dia tidak hanya mencintai keluarganya, tetapi juga menyebarkan cinta dan kebaikan kepada semua orang di sekitarnya. Mamaku selalu mengajarkan bahwa cinta dan kebaikan adalah hal paling berharga yang bisa kita berikan kepada dunia. Dia merupakan sosok yang selalu mengutamakan orang lain, meski itu berarti harus mengorbankan kenyamanan dan kebahagiaannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kelak, ketika aku memulai karierku sendiri, aku semakin menyadari betapa berartinya semua pelajaran yang telah diajarkan oleh Mamaku. Saat aku menghadapi tantangan di tempat kerja atau dalam kehidupan pribadi, aku selalu teringat akan keteguhan dan kebijaksanaannya. Aku berusaha untuk menjalani hidupku dengan cara yang diajarkannya, dengan penuh cinta, kerja keras, dan ketulusan.
Mamaku, terima kasih untuk segalanya. Terima kasih telah menjadi pilar kekuatan dalam hidupku, memberikan cinta tanpa batas, dan selalu mendukungku dalam setiap langkah. Aku berjanji akan selalu berusaha menjadi pribadi yang kamu banggakan dan meneruskan semua nilai-nilai yang telah kamu tanamkan dalam diriku. Aku sangat bersyukur memiliki sosok Mama yang begitu luar biasa sepertimu.
Seiring berjalannya waktu, aku semakin mengerti bahwa Mamaku merupakan anugerah terbesar dalam hidupku. Setiap hari adalah kesempatan untuk belajar dari kegigihan dan kebijaksanaannya, dan setiap momen bersama Mamaku adalah anugerah yang tak ternilai.
ADVERTISEMENT