Konten dari Pengguna

Ketegangan Internal dari Serial Netflix Bir Başkadır

Asma Amaaniina
Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
5 Januari 2023 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asma Amaaniina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: Youtube, Netflix Türkiye (https://www.youtube.com/watch?v=8-z8UhyAdAU)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: Youtube, Netflix Türkiye (https://www.youtube.com/watch?v=8-z8UhyAdAU)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewasa ini, banyak dari anak muda sudah menggunakan atau setidaknya mengetahui aplikasi bernama Netflix. Netflix merupakan aplikasi yang menyediakan layanan untuk mengakses film dan serial. Aplikasi ini terkenal dengan banyaknya film yang seru, dengan resolusi yang mumpuni dan memberikan kenyamanan pada pengguna. Akan tetapi, di antara banyaknya film di aplikasi ini terdapat beberapa film maupun serial yang menurut saya cukup kontroversial. Salah satunya yaitu, film berjudul Ethos atau Bir Başkadır.
ADVERTISEMENT
Serial ini sempat ramai penonton di negara asalnya, Turki serta beberapa negara lainnya. Bir Başkadır mengisahkan tentang seorang wanita paruh baya bernama Meryem yang bekerja sebagai asisten rumah tangga. Meryem hidup dalam keluarga konsevatif yang tinggal di pinggiran kota Istanbul. Meryem memiliki masalah dalam hidupnya dan mengonsultasikannya pada seorang psikiater bernama Peri yang berlatar belakang kehidupan berbeda dengan Meryem. Peri memiliki latar belakang kehidupan yang berpendidikan, kaya, dan sekuler. Seperti yang diketahui bahwasanya Turki merupakan negara sekuler. Akan tetapi, di dalamnya terdapat keberagaman masyarakat yang menjadi sesuatu yang khas dari negara Turki sendiri. Netflix sendiri menggambarkan film Ethos sebagai “sekelompok individu di Istanbul melampaui batas-batas sosiokultural dan menemukan koneksi saat ketakutan dan keinginan mereka saling terkait”.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengalaman saya yang menonton serial ini, tidak heran jika serial ini ramai ditonton di berbagai negara. Hal ini disebabkan karena serial ini memang memberikan pengalaman yang berkesan dan berhasil melibatkan perasaan penonton saat disuguhkan dengan konflik yang terjadi di dalamnya. Berbagai macam karakter memiliki kisahnya masing-masing yang kemudian terpadu menjadi harmoni yang menjadikan tontonan ini semakin seru dan semakin merepresentasikan Turki sebagai negara yang penuh keberagaman dan sekuler. Hal ini terlihat dari karakter seorang playboy kaya tapi tertekan, keluarga kurdi kelas menengah, aktris sinetron, penyintas pemerkosaan, mantan tentara, intelektual, pemuka agama dan anak perempuannya, dan Meryem sebagai pemeran utama. Di manakah kemudian letak kontroversialnya?
Menurut saya sendiri, letak kontroversial mulai terlihat saat salah satu karakter yang merupakan anak perempuan dari seorang pemuka agama yang akrab dipanggil Hoca, (dibaca: hoja). Secara etimologi, hoca meupakan kata dari bahasa Turki yang berarti guru. Dalam serial ini, Hoca merupakan seorang yang dipercaya oleh orang-orang disekitarnya. Memiliki karakter yang agamis, bijaksana, dan omongannya didengar bahkan dijadikan sebagai sumber pendapat oleh Meryem. Akan tetapi, anak perempuan dari karakter Hoja yang bernama Hayrunnisa digambarkan memiliki karakter yang rebel. Hayrunnisa melakukan hal-hal yang berbanding terbalik jika dibandingkan dengan ayahnya yang merupakan seorang pemuka agama. Hayrunnisa digambarkan dalam serial ini melakukan kenakalan remaja, dan menjalin hubungan sesama jenis dengan temannya.
ADVERTISEMENT
Titik kontroversialnya tersorot dari karakter di film ini yang merepresentasikan tokoh-tokoh dalam serial ini sebagai muslim. Muncul kekhawatiran dan ketidaknyamanan saat saya menonton serial ini. Dikarenakan adanya stereotipe yang melekat di beberapa golongan terhadap agama Islam sebagai agama yang buruk, dikhawatirkan dengan adanya film ini kemudian memperburuk citra muslim di mata golongan lain terutama yang memiliki stereotipe bahwa Islam merupakan agama yang buruk. Dalam beberapa adegan, diperlihatkan Hayrunnisa yang diam-diam pergi keluar rumah bersama temannya kemudian melepas hijabnya, menjalin hubungan sesama jenis, melakukan kenakalan remaja, dan lain sebagainya.
Jika melihat dari sudut pandang sosiologi, perbedaan yang ada di masyarakat merupakan hal yang sangat wajar. Setiap orang berhak memutuskan terkait apa yang ingin dilakukannya, ingin menjadi masyarakat yang seperti apa, dan sebagainya. Maka dari itu, kita bisa menilai bahwa apa yang dilakukan oleh karakter Hayrunnisa dalam serial ini merupakan hal yang wajar dilakukannya sebagai anak muda. Dapat juga disebutkan bahwa tak ada yang salah dengan apa yang dilakukannya dalam adegan tersebut. Namun, tidak semua orang kemudian dapat menjadi masyarakat yang menerima perbedaan dan mengetahui bagaimana sosiologi memandang masyarakat. Akan tetapi jika kita melihat dari sudut pandang agama Islam, jelas apa yang dilakukan oleh Hayrunnisa merupakan penyimpangan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, hal yang dilakukan oleh karakter Hayrunnisa dalam serial ini juga dapat dikaitkan dengan kondisi dari negara Turki sendiri yang merupakan negara sekuler. Secara terminologi menurut KBBI, kata sekuler sendiri memiliki arti sebagai berikut: bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian). Kaitan antara keduanya terlihat dari usia Hayrunnisa yang sedang memasuki masa peralihan dari masa sekolah menengah menuju masa perkuliahan. Sebagaimana disebutkan dalam penelitian:
“Transisi dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi melalui beberapa aspek positif. Siswa cenderung berkembang, memiliki lebih banyak mata pelajaran dalam perguruan tinggi artinya mata kuliah, lebih banyak waktu untuk berdiskusi dengan temanteman, mengikuti berbagai macam gaya hidup serta nilai-nilainya, lebih mandiri tanpa pengawasan orang tua, menentukkan apa yang diinginkannya sendiri tanpa bantuan orang tua” (Hidayat, 2017).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat keterkaitan dengan karakter Hayrunnisa yang sedang dalam masa peralihan dari masa sekolah menengah menuju masa perkuliahan. Hal tersebut menjadikannya lebih mengutamakan keputrusan-keputusan besar untuk dirinya sendiri tanpa campur tangan orang tuanya. Hal ini kemudian didukung dengan Turki sebagai negara sekuler yang menumbuhkan ekosistem tidak terlalu agamis. Terlebih lagi, pada masa usia Hayrunnisa dapat dikategorikan pada usia yang masih mencari dan menetukan jati diri.
Hal yang disorot dalam topik ini bukanlah penyimpangan yang dilakukan oleh Hayrunnisa. Yang concern dari topik ini ialah kekhawatiran yang muncul dalam diri saya saat menonton serial ini akan semakin buruknya pandangan beberapa golongan terhadap agama Islam yang dipandang buruk oleh beberapa pihak. Tentu agama islam sendiri sudah berusaha untuk membangun citra terbaik demi melawan pandangan buruk tersebut dengan melakukan kebaikan-kebaikan tanpa memandang perbedaan agama dan yang lainnya. Namun, yang menjadi permasalahan di sini ialah kekuatan dari media. Netflix yang juga merupakan media jelas memiliki kekuatan untuk menumbuhkan dan menanamkan pemahaman kepada penontonnya. Terlebih lagi, serial Ethos ini memiliki penonton yang banyak bukan hanya dari negara asalnya saja, melainkan dari berbagai negara. Sebagai satu orang penonton di antara jutaan penonton lainnya, tentu saya tidak mampu mengendalikan pemahaman serta pandangan mereka kepada agama Islam. Sebagai seorang muslim, tentu saya tidak menginginkan pandangan buruk dari pihak tertentu terhadap agama Islam meskipun hal tersebut muncul dari kesalahpahaman. Namun, setidaknya kita dapat berusaha untuk sedikit-demi sedikit melawan stereotipe tersebut dengan membangun citra terbaik, salah satunya dimulai dari media.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
1. Hidayat AM. Pengaruh dukungan orang tua terhadap minat melanjutkan ke perguruan tinggi: penelitian pada siswa-siswi kelas XII di SMAN 1 Tukdana Kabupaten Indramayu. Published online 2017. http://digilib.uinsgd.ac.id/6360/