Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Humor pada Era Medieval: Kumpulan Tawa yang Terlupakan
26 Mei 2023 17:06 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Amabel Brahmania Sebayang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam kegelapan abad pertengahan, di mana perang dan wabah menjadi narasi dominan, tampaknya sulit untuk membayangkan bahwa tawa dan humor memiliki tempat. Namun, di balik bayang-bayang waktu yang suram ini, humor medieval ternyata bersemi, menghidupkan kehidupan sehari-hari, mempengaruhi sastra, dan bahkan membentuk masyarakat. "Kita tidak bisa sepenuhnya memahami sejarah tanpa mengetahui apa yang membuat orang-orang tertawa," kata Umberto Eco, penulis terkenal dan sejarawan abad pertengahan.
ADVERTISEMENT
Sebuah kesalahpahaman umum adalah bahwa humor kita sekarang jauh lebih baik daripada humor era mereka. Tetapi apakah benar begitu? Lalu lintas cerita fabel, humor dalam naskah drama, dan bahkan humor dalam dokumen gerejawi membuktikan sebaliknya. Pada abad pertengahan, humor berfungsi sebagai alat penting untuk kritik sosial, politik, dan agama. Ini memperlihatkan betapa tingginya apresiasi masyarakat terhadap humor dan betapa dalamnya peranannya dalam budaya mereka.
Banyak naskah kuno menggambarkan humor yang kasar dan satir, seringkali ditujukan pada tokoh-tokoh otoritas seperti raja, bangsawan, dan rohaniwan. Misalnya, dalam "Decameron" karya Boccaccio, kita menemukan cerita-cerita lucu yang menceritakan tentang rohaniwan yang jatuh cinta dan tertipu. Ironisnya, ini adalah buku yang ditulis oleh seorang biarawan.
ADVERTISEMENT
Tawa dan humor juga sering digunakan sebagai cara untuk meredakan ketegangan dalam situasi yang menakutkan atau sulit. Pada saat wabah Hitam melanda, humor menjadi alat untuk melawan ketakutan dan putus asa. Salah satu humor yang terkenal dari masa itu adalah kata-kata Geoffrey Chaucer dalam "The Canterbury Tales," di mana dia menulis, "Yang paling pendek dan menghibur, itulah yang terbaik." Di tengah wabah mematikan, mungkin kata-kata ini menunjukkan upaya untuk mempertahankan semangat baik dan menikmati hidup sebanyak mungkin, meski dalam keadaan yang suram.
Humor pada era medieval juga tidak selalu berisi sarkasme dan ejekan. Faktanya, ada juga humor yang bersifat ringan dan suka cita. Misalnya, dalam manuskrip abad pertengahan, terkadang bisa ditemukan gambar-gambar lucu dan absurd yang disebut "marginalia". Biasanya berupa gambar aneh seperti kelinci bersenjata atau snail raksasa. Ini menunjukkan bahwa seniman-seniman abad pertengahan juga menikmati lelucon visual yang absurd, mirip dengan meme internet zaman sekarang.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dikatakan oleh penulis Mark Twain, "Tidak ada yang lebih subjektif dari jenis humor." Meski terpisah oleh ratusan tahun, kita tetap memiliki kesamaan dalam hal humor dengan para pendahulu kita di abad pertengahan. Bahkan, mungkin ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari cara mereka menggunakan humor untuk mengatasi tantangan, mengejek otoritas, dan menghibur diri.
Sebagai contoh, kritik sosial melalui humor adalah alat yang sangat berharga dan masih relevan sampai hari ini. Dalam situasi di mana oposisi langsung bisa berbahaya, humor memungkinkan kita untuk mempertanyakan dan menantang status quo, sama seperti bagaimana cerita-cerita dalam "Decameron" menggugat moralitas rohaniwan.
Tawa juga tetap menjadi cara yang berharga untuk mengatasi situasi sulit. Di masa pandemi global seperti sekarang, kita bisa melihat paralel dengan cara orang-orang abad pertengahan menggunakan humor untuk melawan ketakutan dan keputusasaan mereka selama Wabah Hitam. Ada kekuatan besar dalam kemampuan untuk tertawa di tengah kesulitan.
ADVERTISEMENT
Menghargai absurditas dan merasa terhibur oleh kekonyolan merupakan aspek penting dari pengalaman kemanusiaan. Meme internet kita saat ini mungkin memiliki lebih banyak kesamaan dengan 'marginalia' abad pertengahan yang aneh daripada yang kita sadari.
Bukannya meremehkan humor abad pertengahan sebagai sesuatu yang primitif atau kasar, kita sebaiknya menghargai kekayaan dan keberlanjutannya. Seperti yang dikatakan oleh ahli sejarah Barbara Tuchman, "Tawa adalah sarana manusia untuk mendapatkan kejernihan dan jarak. Ini adalah perspektif yang membantu melihat dunia dalam cahaya yang benar." Oleh karena itu, kita harus menertawakan sejarah, bukan sebagai penghinaan, namun sebagai pengakuan terhadap kebijaksanaan dan ketahanan nenek moyang kita.
Singkatnya, humor pada era medieval adalah nutrisi untuk jiwa. Tertawa di tengah kegelapan, menemukan sukacita dalam hal-hal konyol, dan menantang otoritas melalui satir–semua ini membantu membentuk era medieval menjadi periode yang jauh lebih berwarna dan hidup daripada apa yang seringkali kita bayangkan. Dalam cara mereka menertawakan dunia, kita mungkin dapat belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri–dan potensi yang kita miliki.
ADVERTISEMENT