Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pattaya dan Cowok 'Cantik' di Alcazar Cabaret Show
3 September 2018 17:12 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Ochi Amanaturrosyidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sini, Mas, sini. Padahal situ juga mas-mas.
ADVERTISEMENT
Nah di hari ketiga ini, pagi-pagi setelah packing ala kadarnya dan mandi kecoa, kami berangkat ke Mo Chit 2 Bus Terminal. Tadinya sih mau berangkat jam 6 pagi, tapi rupanya niat hanya tinggal niat. Akhirnya ngaret sampai setengah 8 pagi.
Yah, lumayan lah masih pagi ini.
Setelah pamit, kami langsung jalan kaki menuju halte bus di Khok Wua Intersection. Dari sana, tinggal naik bus nomor 157 atau 509 menuju Mo Chit 2 Bus Terminal.
Dibuang sayang, dibuang sayang.
Semuanya begitu sempurna sampai kita sadar, SALAH HALTE! Jadi, meski sama-sama halte bus Khok Wua Intersection, ada dua tempat tunggu bus yang kira-kira terpisah sekitar 50 meter. Bus yang berhenti di halte satu, tentu tidak berhenti di halte satunya lagi.
ADVERTISEMENT
“Khun, Mo Chit Terminal?” tanya gue kepada petugas halte yang berseragam rapi, mencoba berbahasa lokal. Gue kan anaknya lokal banget.
“Michi thi nai,” kata dia yang artinya, bukan di sini. Kayaknya sih kedengarannya ngomong gitu.
Langsung pasang emoticon scream. Jadi nunggu setengah jam itu sia-sia dong! Untungnya, enggak lama muncul bus nomor 509 dan kita berdua langsung lari-lari ngejar bus ke halte sebelahnya. Huft.
Dibuang sayang, padahal burem.
Perjalanan menuju ke Mo Chit 2 Bus Terminal ditempuh dalam waktu sekitar setengah jam dengan ongkos 19 Baht. Lumayan bisa tidur dulu, dan enggak perlu takut terlewat karena Mo Chit 2 Bus Terminal adalah pemberhentian terakhir.
Dan ternyata turunnya bukan di dalam terminal, tapi di bagian pintu masuk terminal. Tepatnya di depan pasar dan had no idea ini di mana. Untung, kami berinisiatif ngikutin sepasang bule yang (kayaknya) mau ke terminal juga.
ADVERTISEMENT
Membelah pasar elektronik, kita baru sadar kalau harga handphone di Thailand jauh lebih murah. Memble, kan jadi kepengen beli hape. Untung enggak ada uangnya.
Begitu sukses masuk ke dalam terminal, kita langsung dihadapkan dengan deretan loket tiket. Untung, tujuan bus ditulis dalam alfabet, bukan huruf Thailand. Kami langsung menuju ke loket bus ke arah Pattaya, mengantre di belakang turis India.
“Tunggu bentar deh, males gue bareng sama orang-orang India,” kata Wahyu yang sentimen sama turis India. Kelak, gue akan paham soal ini.
Setelah mereka pergi, gue langsung ke loket dan beli tiket. Ada dua jenis bus yang gue sendiri enggak tahu apa bedanya, tapi yang jelas harganya beda. Harga 108 Baht dan 117 Baht.
ADVERTISEMENT
“Pattaya, please.”
“For now?”
“Yes.” Ya masa besok, kan keliatan udah bawa backpack.
“It’s 117 Baht for one person.”
Setelah proses jual beli, tiket gue bayar dengan uang receh sereceh-recehnya. Mau gimana lagi, orang Thailand demen banget ngasih kembalian receh yang enggak laku kalau gue tuker lagi nanti pas pulang.
“Gate 78. Right now.”
Lho! Lho! Enggak taunya yang dibilang ‘for now’ itu benar-benar now. Gue liat di tiket, jam berangkatnya 09.20, sementara sekarang udah jam 09.30! Walhasil, kami lari-lari lagi nyari gatenya yang entah ada di mana. Begitu keluar pintu, hal pertama yang kita liat adalah Gate 7. Senyum dikulum, berarti Gate 78 masih 71 Gate lagi.
Dibuang sayang, padahal burem (part 2).
ADVERTISEMENT
Tapi langsung ketemu, sebab dari kejauhan kami udah ngeliat rombongan turis India yang tadi. Dan ternyata enggak jauh-jauh amat. Sambil ngos-ngosan, gue langsung nyodorin tas ransel ke kondektur untuk dimasukkan ke dalam bagasi.
“Bla bla bla bla bla?” kata dia dengan bahasa Thailand sambil memegang tas gue.
“Hah?” Gue roaming. Ilmunya belom sampai ke situ.
“Bla bla bla bla bla?” tanya dia lagi.
“Hah? Sorry I don’t understand.”
“Huh, bla bla,” gumamnya sambil nyobek nomor penitipan bagasi dan menyerahkan ke gue. Kayaknya dia ragu kalau gue turis, dia kira gue orang lokal yang pura-pura enggak bisa bahasa Thailand. Nice.
Busnya biasa aja, nomornya ada di belakang kursi.
Gue dan Wahyu dapet tempat duduk di ujung belakang. Berdua aja. Sementara di depan kami serombongan turis India yang beneran, selama di jalan berisik banget. Dikit-dikit gusrak-gusruk. Tapi it’s okay, karena gue kan cuma numpang pindah tidur di bus.
ADVERTISEMENT
Perjalanan dari Bangkok ke Pattaya ditempuh dalam waktu dua jam kurang. Sejujurnya, enggak berasa banget karena jalannya berasa lurus doang. Terminal Pattaya ini suasananya mirip deh sama Terminal Kalapa di Bandung.
Seharusnya, dari terminal untuk ke hotel kita naik songtew atau angkot ala Thailand bertarif 10 Baht jauh-dekat. Bentuknya mobil pickup dengan atap tapi duduknya kayak di angkot dan pintunya di belakang. Kalau di kampung gue, angkot semacam ini biasanya melayani rute ke desa-desa di atas gunung.
Tapi, songtew ini rutenya enggak jelas dan suka-suka dia banget. Kalau mau naik, pastikan songtew ini udah ada isinya dan tujuannya sama. Kalau enggak, bisa-bisa kita dikira carter dia dan digetok harga yang lumayan bikin bangkrut.
ADVERTISEMENT
Dan apesnya, pas di terminal, kami enggak nemu ada tanda-tanda songtew berisi penumpang. Batal deh bayar 10 Baht. Daripada digetok harga mahal dan enggak jelas, gue dan Wahyu memilih bayar mahal tapi jelas: naik Grab.
Ongkos Grab Car ke penginapan Sawasdee Sea View Hotel yang letaknya di tepi Pantai Pattaya dan enggak jauh dari mal Festival adalah 200 Baht. Untung, dibagi dua, jadi masing-masing bayar 100 Baht. Lumayan, ini kayak biaya makan tiga kali. Cih.
Meski namanya Sawasdee Sea View Hotel, gue dapet kamar dengan view pintu kamar lain. Enggak ada sea-sea-nya sama sekali. Tapi it’s okay karena kamarnya luas, kamar mandinya bersih, dan ada minum dingin. Semalam gue bayar Rp 115 ribu.
ADVERTISEMENT
Setelah istirahat sebentar, sekitar jam 4 sore kami baru jalan ke luar buat keliling. Yang pertama dicari, tak lain dan tak bukan adalah Sevel; penyelamat hidup kami. Seharian cuma makan roti, takutnya lemak-lemak tak jenuh ini ngambek dan pergi dari tubuh.
Ini enak banget lho! Bikin kangen rasanya.
Usai beli makan siang di Sevel dengan harga 30 Baht dan minum 7 Baht, kami memutuskan makan sambil menikmati deburan ombak di Pattaya. Katanya, Pattaya bagus banget pantainya.
Ternyata…lagi direnovasi! Sudah mendung, ditambah sebagian ditutup seng karena lagi renovasi. Paripurna sudah.
“Tapi emang enggak bagus-bagus banget, ini kayak di Kuta,” kata Wahyu menghibur diri.
Biasa aja sih menurut gue.
Selain faktor renovasi, mungkin karena kami ke Pantai Pattaya yang ada di pusat kota. Jadi pantainya benar-benar di pinggir jalan raya. Pasirnya emang bersih, tapi pantainya dikit banget dan penuh dengan kursi lapak es kelapa. Lalu lautnya udah penuh kapal-kapal jetski, kapal sewa, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Kami pun makan di seberang kantor polisi. Enggak ada maksud tertentu, cuma bangku umum gratis yang kosong cuma di situ. Sembari makan, kami menikmati pemandangan orang-orang yang kena tilang di depan Polres Pattaya.
Dalam hati: mampus lo!
Polres Pattaya dan deretan motor yang kena tilang.
Kemudian hujan. Apakah ini karma karena ngetawain orang-orang yang kena tilang? Karena enggak tau mau ke mana, akhirnya kami ke McDonald's karena Wahyu pengen foto sama Ronald Thailand yang posenya khas itu.
Murahan banget niatnya.
Harga McDonald's di Thailand lebih mahal dari Indonesia. Camkan itu! Gue beli pake nugget yang isinya 6 nugget, kentang, dan cola dengan harga 167 Baht atau Rp 75 ribu! Orang gila! Di Indonesia itu bisa dapet dua porsi!
ADVERTISEMENT
Kemudian waktu pesanan kami ready. Oh… porsinya dua kali lebih besar rupanya. Yaudah, jadi wajar kalau lebih mahal.
Mahal, untung lebih enak dan besar.
Saus di McD ini ada tiga jenis; saus tomat, saus Amerika, dan saus chili. Saus tomat, ya sama aja kayak saus tomat biasa. Saus Amerika, ini gue enggak tahu apa bedanya sama saus tomat, rasanya sama aja. Tapi saus chili-nya juara! Enggak ada pedes-pedesnya sama sekali! Malah kayak saus asam-manis. Cuma, enak.
Lalu ada saus barbeque bawaan dari nuggetnya. Rasanya… ah, sudahlah. Gue pribadi sih enggak doyan.
Setelah puas nongkrong di McD, kita langsung jalan kaki ke Alcazar Cabaret Show yang enggak jauh juga dari situ. Cuma sekitar 700 meter lah. Awalnya, gue kira Alcazar ini semacam tempat dugem kecil, remang-remang. Eh enggak taunya, gedung teater dong.
Fotonya miring-miring dan enggak aestetik emang.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, gue udah beli tiketnya di Indonesia. Untuk kelas VIP harganya cuma Rp 150 ribu aja. Jadi begitu di lokasi, gue cuma perlu nukerin e-ticket ke tiket aslinya. Dan agak kaget. Gila aja harga on the spot sampai hampir 1000 baht!
1000 baht itu sekitar Rp 450 ribu dong! Gila! Ini pada mau naik haji apa gimana? (Dalam hati bersyukur karena beli online).
Dan kami dapet kursi D-19 dan D-20 yang letaknya di deret keempat dari depan dan pas di tengah-tengah. Jadi di sebelah gue tuh dijadiin tempat lewat para talentnya gitu. Nice banget, kalau iseng bisa tuh gue towel-towel betisnya pas lewat.
Tukerin dan beli tiketnya dari sini.
ADVERTISEMENT
Sebelum masuk, kita disuruh nunggu di luar sambil nyicipin welcome drink. Bisa milih antara air mineral dalam botol, orange juice, atau cola. Sudah termasuk dalam harga tiket, jadi setengah tiketnya disobek buat ditukerin sama minum.
Jam 8 kurang sedikit, pintu teater dibuka. Langsung cuss ke bangku masing-masing dan agak nyesel ngabisin minumannya di luar. Kirain enggak boleh bawa minum haha.
Kursi terbaik di Alcazar Cabaret Show.
Pertunjukan dimulai dengan tarian pembuka Wondrous World oleh seluruh talent. Dan, emang enggak main-main cantiknya. Padahal cowok semua.
“Kenapa ya kabaret selalu cowok? Enggak boleh ada ceweknya?”
“Soalnya cowok staminanya lebih kuat, lebih stabil. Maybe,” jawab Wahyu yang tumben pinter. Make sense sih.
ADVERTISEMENT
Total ada 17 tarian yang dibawakan dalam durasi 70 menit. Dalam satu hari, ada 4 pertunjukan yang diadakan berturut-turut. Emang butuh stamina yang kuat dan stabil.
Salah satu yang paling menarik adalah tarian Flowers of China. Di antara cewek (jejadian) yang cantik, tinggi, langsing, seksi, tiba-tiba pertunjukan ini diisi cewek (jejadian) bertubuh gempal dengan dada super besar. Tapi palsu.
Menarik karena lucu banget! Selama lagu doi turun buat nyapa penonton di deret VIP, mulai dari bangku pertama dan deretan kedua sampai empat yang duduk di tengah. Wow! Tiba-tiba merasa lucky!
Duh, burem. Padahal lucu banget doi.
Tiap kali doi salaman sama cowok, doi pasti “membenamkan” kepala cowok itu ke dadanya. Abis itu pura-pura marah, lanjut jalan ke penonton lain sampai terakhir salaman sama gue.
ADVERTISEMENT
“Kok gue cuma disalamin aja, enggak ditenggelamkan di dada?”
“Lo gila?”
Ya kan penasaran juga gue.
Yang paling apes, mungkin cowok (beneran) yang duduk paling depan dan diseret maju ke atas panggung. Udah dipaksa nari, terakhir dia dikasih “kejutan” dengan dicium di bibir tiba-tiba! Mampus!
Mukanya shock dan cengok banget. Lucu abis. Maafin aku, Mas. Kita enggak saling kenal emang tapi mukamu bully-able emang. Mukanya masih shock sampai dia turun balik ke bangkunya. Trauma pasti.
Kirain di Indonesia.
Yang menarik lainnya mungkin Melayu Dance. Karena setting panggung langsung diubah ala-ala rumah tradisional di Sumatera (ya, kan Melayu). Terus lagu yang dinyanyikan kayaknya sih lagunya Siti Nurhalizah.
Meski Melayu itu enggak cuma di Indonesia, tapi gue jadi ngerasa itu tarian Indonesia. Keren banget. Dan… cantik banget emang.
ADVERTISEMENT
Lalu di Persian Dance, diawali dengan Aladdin yang mondar-mandir di bagian atas panggung dengan duduk di karpet terbang. Dan itu keren banget! Soalnya relnya enggak keliatan, jadi berasa kayak terbang beneran.
Yang kiri lucu banget! Mbak (mas) nya juga cakep banget.
Ada juga tarian ala K-Pop gitu. Cewek “penyanyinya” (kabaret kan lipsync doang) kebetulan keluar dari deret tengah penonton. Jadi gue menang banyak lagi. Pokoknya kursi VIP nomor 19-20 itu the best deh!
Selain itu, ada juga penampil yang kayak Hudson IMB. Tau kan, yang setengah cowok terus setengah lagi cewek. Ini juga menarik banget.
Secara keseluruhan, gue justru kagum sama setting panggungnya. Keren banget! Bayangin aja, 17 lagu berturut yang settingnya beda-beda semua. Dan panggungnya bisa nyala, gerak. Kece abis. Sepanjang pertunjukan gue malah mikir gimana cara bikin dan cara kerjanya.
ADVERTISEMENT
Sial, gue kan dulu pengen banget jadi tukan setting panggung. Baper kan jadinya.
Sayang, waktu 70 menit berlalu begitu aja. Berasa cepet banget. mungkin karena bagus banget penampilannya. Harga Rp 150 ribu enggak sia-sia lah ya. Oh iya, tiketnya gue beli di Tokopedia. Cari aja. Kalau beli di Klook lebih mahal dikit. Jangan beli on the spot.
Cakepan mana sama kamu?
Setelah pertunjukan selesai, rupanya para talent bakal ngumpul di luar, tepatnya di sebelah gedung teater buat nyapa penonton. Mereka bakal membentuk lingkaran dengan mas-mas yang pegang papan harga di tengah.
Buat foto bareng satu penari, dipatok harga 2 USD atau 80 Baht. Bisa bayar pakai USD atau pakai Baht. Tapi kalau ngefoto dari jauh sih masih gratis.
ADVERTISEMENT
Sayang, mas-mas berkuping kucing yang manis banget itu enggak ada. Soalnya yang dipamerin di luar cuma yang “cewek” aja.
Ternyata bener, cewek jejadian di Thailand emang super. Enggak paham lagi, diliat dari dekat pun cantiknya flawless.
“Gue suka tau kalau bancinya kayak gini. Elegan, gitu,” kata Wahyu.
Bancinya elegan. Baik, Pak!
Deretan ini kalau malem rame banget.
Karena enggak ada lagi yang mau dilakukan, kita jalan balik ke penginapan. Rupanya di depan pantai kalau malam lebih rame. Ada pasar street food yang jualan ikan segar.
“Pilih sendiri ikanmu!” Begitu kira-kira tagline-nya. Enggak cuma ikan, ada kepiting, lobster, cumi, kerang, dan binatang laut lain yang gue enggak tau apa namanya. Semuanya masih hidup! Jadi pas masak bener-bener segar.
ADVERTISEMENT
Ingin mencoba, tapi aku miskin. Takut enggak mampu bayar. Jadi lewat aja sambil nyium-nyiumin bau wangi asapnya.
Laper.
Tapi di jalan, si Wahyu akhirnya tergoda juga buat beli casing handphone. Harganya 150 baht satunya, tapi kalau beli dua dapet 200 Baht. Tertarik, tapi hape gue (baca: hape kantor) bukan iPhone jadi percuma aja.
Gerobaknya lucu abis.
Sambil nunggu dia milih-milih casing hape (yang enggak bisa gue beli padahal kepengen), gue beli ice cream dari gerobak sebelah. Namanya Annette Ice Cream. Bentuknya lucu-lucu, ada bunga, emoticon, spiral, paws, sampai lambang Dewa 19 ahaha. Semua varian dijual dengan harga 80 Baht.
Gue beli yang bentuknya paws dan warnanya biru. Gue kira karena biru jadi rasanya Mint. Eh ternyata anggur dong! Gimana cerita anggur kok biru! Ungu dong!
Pilihan rasa dan bentuknya. Lucu-lucu ya, kayak aku.
ADVERTISEMENT
Untung rasanya enak. Esnya enggak cepat mencair soalnya lebih kayak sirup (tanpa air) yang dibekukan. Terus di dalam esnya ada jelly-jelly aneka rasa berbentuk ikan. Enak kok.
Lalu gerimis. Selain itu besoknya kita harus check out pagi-pagi buat ke U-Tapao International Airport buat pindah ke Phuket. Jadi kita memutuskan untuk balik ke penginapan dan do nothing. Enggak ngapa-ngapain. Lagian mau keliling juga udah enggak punya duit lagi.
“Besok beneran gajian, kan?”
Miauuuuuw!!!
Pengeluaran Hari Ketiga:
Bus nomor 509 … 19 THB
Bus ke Pattaya … 117 THB
Penginapan … Rp 115 ribu
Sharing grab .... 100 THB
Makan di Sevel … 30 THB
Air minum … 7 THB
Alcazar Cabaret Show VIP … Rp 150 ribu
ADVERTISEMENT
Es krim … 80 THB
TOTAL Rp 265 ribu dan 436,5 THB (atau Rp 197 ribu jadi totalnya Rp 462 ribu)
Total dari hari pertama sampai ketiga: Rp 1.634.000,-)
Si jangkung ngehalangin kamera hapeku.
Tulisan Lainnya:
Thailand D-6: Serunya Transit di Changi Singapore