Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Napak Tilas Leonardo DiCaprio di Phi Phi Island
12 September 2018 16:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Ochi Amanaturrosyidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagus itu, iya, emang cocok disebut Surga Dunia.
Hari kelima di Thailand!
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan perjanjian, gue dan Wahyu udah nongkrong di depan penginapan sejak jam 07.40 buat nunggu jemputan dari Miss Ladda. Selama liburan, gue jadi bangun pagi terus. Tapi kenapa waktu kerja rasanya males buat bangun pagi?
Enggak lama, keluar mas-mas sambil ngeliatin kita berdua. Lalu kami saling tunjuk, layaknya adegan di sinetron.
"Lho, kamu..."
"Kamu kan..."
*Lalu ada backsong dramatis, kita gerak slow motion*
Edisi dibuang sayang, tapi ini di mana ya?
Sebelumnya Miss Ladda udah bilang sih kalau di penginapan ini juga ada orang Indonesia yang bakal ikut tour. Semacam, takdir? Namanya Novianto tapi panggilannya AJ. Jangan nanya kenapa.
"Kirain udah telat, tadi bangun kepagian terus pas tidur lagi malah bangun kesiangan. Kaget banget waktu liat jam ternyata udah jam 07.45," kata Mas AJ.
ADVERTISEMENT
"Enggak Mas, kita udah di sini dari tadi juga belum liat jemputannya."
Edisi dibuang sayang, memanjakan mata itu nikmat.
Lalu ngobrol, rupanya Mas AJ ini sebelum sampai di Phuket udah jalan dulu ke Malaysia, Bangkok, dan Kamboja, lalu balik lagi ke Bangkok. Orangnya asik, apalagi waktu sharing-sharing cerita dia ke Kamboja naik bus. Aku tuh ngiri.
"Emang libur berapa lama, Mas?"
"Yah, sekitar dua minggu lah. Ini abis dari Phuket, lanjut 3 hari di Singapore. Cuma bentar."
HAH? BENTAR? MATAMU! Gue pergi 6 hari dengan cuti 4 hari aja semua orang udah bilang KOK LAMA BANGET!
Libur gak usah lama-lama, yang penting efektif.
Rupanya kalau kerja di swasta--kebanyakan-- tidak ada batasan mau ambil cuti berapa hari selama jatahnya masih ada. Lagian, cuti juga bakal angus di tahun depannya. Buat kamu yang suka traveling, pastikan baik-baik kebijakan kantormu soal ini.
ADVERTISEMENT
Bahkan gue pengen liburan jauh aja selain terkendala sama uang, juga terkendala waktu. Apa lebih tepatnya, terkendala nasib?
Akhirnya, minivan dari Miss Ladda datang. Di dalam, udah ada satu bule negro yang keliatan kayak anak pantai banget: celana pendek, rambut gimbal, kaos singlet. Tiga orang Indonesia yang kayaknya kerja jadi akuntan dan sepanjang jalan ngegunjingin bos dan kantornya, serta sepasang bule latin yang cowoknya HOT AF!
Perjalanan menuju ke dermaga ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam. Lumayan lah buat tidur lagi bentar. Lagipula sopirnya jauh lebih enak dibanding sopir minivan kemarin.
Kalau di video atau blog lain kece, kalau di gue ya lo liat apa yang gue liat.
Sampai di dermaga, kami langsung disuguhi welcome drink berupa kopi, teh, jus jeruk yang manisnya bikin diabetes, dan air mineral dingin. Semuanya bisa diambil secara cuma-cuma karena udah termasuk dalam paket.
ADVERTISEMENT
“Untung gue bawa botol, gue mau refill ah,” kata Wahyu.
Indonesia banget.
“Kok dermaganya biasa aja ya. Padahal kalau di video-video atau di foto bagus?” tanya Bang AJ.
“Yah, foto emang suka nipu, Bang. Kalau biasa main Tinder pasti paham, deh.”
Edisi dibuang sayang, ini Khai Island versi miring.
Karena jumlah peserta tour hari itu cukup banyak, peserta dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan warna gelangnya. Kami yang dapet kelompok ungu langsung dapet gelang dari mas-mas guide yang biasa gue liat di Youtube.
Padahal, sebelum dibagi kelompok, mas-mas itu juga yang ngider sambil ngabsen peserta serta nagihin satu-satu yang belum bayar. Tarif one day trip ke Phi Phi dipatok 1.500 baht per orang, kalau beli di Miss Ladda.
ADVERTISEMENT
Mas ini kayaknya famous lho, soalnya di video trip Phi Phi Island, biasanya dia yang keliatan jadi guide-nya. Sayangnya, ternyata dia bukan guide tim ungu. Guide kami adalah seorang mbak (atau mas) bertubuh tinggi besar bernama Spicy.
Pedes, tapi bukan cabe-cabean.
“Waduh, yang lain dapetnya normal kok kita dapetnya jadi-jadian begini,” celetuk Bang AJ. Tunggu aja sampai orangnya denger, disikut sekali bisa kelempar sampai Tangerang lu, Bang.
Edisi dibuang sayang, rumah sakit di Phi Phi Island tapi lebih kecil dari puskesmas kecamatan.
Sebelum naik ke kapal, kami di-brief dulu oleh Spicy. Dan gue baru sadar, rupanya 90 persen peserta trip di kelompok kami adalah orang India. Senyum dikulum. Dan kayaknya, mereka bawa guide sendiri. Jadi semacam open trip di dalam open trip.
ADVERTISEMENT
Semua diem, serius mendengarkan penjelasan Spicy soal trip hari ini dan do and don’t-nya. Semuanya, kecuali bule India yang sesekali main slonang-slonong aja. Spicy, masih terus ngoceh meski sesekali mendengus nahan diri buat enggak nempeleng peserta trip-nya yang bandel.
“Jadi, kita sedang dalam musim Monsun. Di musim ini, cuaca sering berubah tiba-tiba di lautan. Kadang terang, beberapa menit kemudian cuaca memburuk tapi hanya sebentar. Jadi mungkin, perjalanan akan sedikit memualkan,” kata Spicy, si sales antimo.
Karena cuaca yang bisa jadi buruk, ditambah perjalanan ke Phi Phi Island memakan waktu sekitar 1 jam, kami bebas mengambil obat mual dari keranjang di meja. Gue, sengaja ambil buat bekal. Lumayan kan, enggak usah beli antimo lagi besok.
Le me terjebak dalam grup outing turis India.
ADVERTISEMENT
Kami lalu digiring ke dalam speedboat. Sebelum naik, kami difoto satu-satu entah buat apa. Soalnya, gue enggak pernah dapet hasilnya. Mungkin biar gampang nyarinya kalau kapalnya kenapa-kenapa.
Amit-amit juga sih.
Kami duduk di buritan, pas di depan mesin. Soalnya, posisi itu strategis karena enggak panas dan kurang berasa guncangannya. Kalau di depan, guncangannya kerasa banget. Waktu satu jam gue habiskan dengan lanjut tidur.
Bang AJ dan si tampan berbetis lebar, Wahyu.
Tujuan pertama kami adalah Khai Nai Island, sebuah pulau kecil yang menawarkan aneka aktivitas air seperti snorkling, diving, jet ski, dan meratapi nasib sambil liat laut. Oh iya, untuk diving, enggak semua orang bisa ikutan sebab satu kelompok cuma dikasih kuota 5 orang. Itu pun, bayar lagi sekitar 500 baht.
ADVERTISEMENT
Padahal keliatannya seru, karena enggak perlu bisa berenang. Iya, enggak perlu bisa berenang karena diving-nya sambil dijaga sama penyelam profesional. Katanya, 100 persen aman.
Katanya. Tapi kayaknya dompet gue yang enggak aman kalau ikut diving.
Snorkling di Khai Island sebenarnya lumayan, karena dimulai dari pantai. Di ujung pulau ada segerombolan turis Tionghoa yang asik mengajari anak-anaknya ngambang sebelum snorkling. Katanya, meski dari pantai tapi snorkling di sini lumayan bagus.
Menikmati siang sembari menatap mamah-mamah muda ngajarin anak berenang.
Lagi-lagi katanya, karena gue memilih untuk duduk di tepi pantai dan meratapi nasib. Galau, sambil bolak-balik ke titik kumpul buat nyomot air mineral, cola, semangka, dan nanas gratisan. Aku tuh sukanya yang gratis-gratis soalnya.
ADVERTISEMENT
Oh, satu lagi. Kalau duduk di bangku yang ada di Khai Nai Island, siap-siap keluar uang. Karena kursi teduh dan nyaman itu baru bisa diduduki setelah kita membayar 100 Baht ke warga lokal. Syit. Pokoknya semua tempat teduh di pulau ini berbayar. Kesel aku tuh.
Setelah 1,5 jam di Khai Nai Island, kami bersiap menuju ke destinasi selanjutnya. Spicy udah berkoar-koar ngumpulin anak-anaknya, lalu seketika bete karena gerombolan turis India malah mampir buat belanja. Bener-bener enggak ada takut-takutnya.
Maya Beach dari jauh, salah musim emang kami.
Dari Khai Island, kami lewat ke Maya Beach yang terkenal setelah dipakai shooting Om Leonardo DiCaprio. Dan, emang sebagus yang dibayangkan. Sayang, karena musim Monsun, Maya Beach ditutup sampai akhir September, jadi enggak bisa merapat.
ADVERTISEMENT
Padahal tempat ini bagus banget, dan sempat nge-hits gara-gara dijadiin lokasi syutingnya Om Leonardo DiCaprio. Lho, enggak tahu filmnya? Itu lho, 'The Beach' yang naik banget pas taun 2000-an. Ya, sejujurnya gue juga enggak tau yang mana, waktu itu masih SD kayaknya.
Setelah liat-liat sekitar 15 menit, kapal jalan lagi ke Loh Samah Bay, yang letaknya cuma beda satu batu dari Maya Beach. Di situ, kami dipersilakan untuk ber-snorkling ria.
Tapi gue enggak, males basah aku tuh. Padahal ke laut tapi males basah. Jadi gue diem aja nungguin kapal bareng Bang AJ yang lupa bawa baju ganti dan our beloved Spicy.
“You look like Thai,” kata Spicy, yang kayaknya udah ada 30 orang yang ngomong begini. “Where are you from?”
ADVERTISEMENT
“Chiang Mai (tapi boong). Indonesia.”
“Oh, di Indonesia kan lagi ada Asian Games, kenapa malah ke sini?” tanya Spicy lagi. “Padahal itu keren lho, kenapa enggak di sana aja?”
Pengen jawab, soalnya aku kerja waktu pembukaan dan penutupan. Tapi males ditanyain lagi, jadi gue cuma ketawa aja. He he.
Ini tempat orang-orang pada snorkling.
“Waktu gempa kemarin, kena juga? Kasihan juga, ya. Padahal lagi ada event besar.”
“Enggak, soalnya itu jauh. Beda pulau juga.”
“Oh iya, Indonesia kan kepulauan juga ya. Bukannya di sana juga banyak wisata laut kayak gini? Kayak di Raja Ampat gitu. Kenapa malah ke sini?”
“Karena ke Thailand ongkosnya lebih murah daripada ke Papua,” jawab gue yang bikin Spicy keliatan kaget. Fakta ini, suka bikin sedih emang. Ingin keliling Indonesia, tapi ongkosnya lebih mahal. Ga mampu aku tu.
Kesayangan kami, Spicy, aku mau lho kalau guidenya kamu lagi, Mbak (Mas).
ADVERTISEMENT
Setelah puas snorkling (padahal gue cuma nonton aja dari atas kapal), kami melanjutkan perjalanan menuju Phi Phi Don Island. Tapi, sebelum ke Phi Phi Don, kami mampir dulu sebentar ke Viking Cave dan Monkey Island.
Viking Cave sebenarnya merupakan bangkai kapal tua yang terlihat menyatu dengan karang. Dulu, lokasi ini digunakan sebagai tempat tinggal kaum gipsy lautan (semacam anime One Piece) yang selama ratusan tahun hidup dari mengumpulkan sarang burung walet dan memancing.
Sarang burung walet ini kemudian diubah menjadi obat-obatan, minuman, sabun, dan banyak lainnya, karena konon manfaatnya cukup komplit. Percaya kok. Soalnya gue juga beli sabun burung walet yang harganya gak karuan itu. Pamer dikit.
Dari Viking Cave, kami melewati Monkey Island yang--seperti namanya--dihuni oleh saudara missing link-nya manusia. Bentuknya sebenarnya pulau karang biasa, dan sepanjang mata memandang, cuma ada tiga ekor monyet yang gue liat.
ADVERTISEMENT
Apa yang lainnya masih malu-malu?
Apa rasanya tinggal di dalam situ?
“Sekarang kita akan sampai di Phi Phi Don, silakan makan siang. Semua makanan yang disediakan gratis, kecuali yang ada di etalase toko. Dan jangan khawatir, semua makanan halal,” kata Spicy.
Dan, jangan ragu akan kehalalannya. Sebab, di Phuket, terutama di Phi Phi Island, banyak warga muslim yang merupakan keturunan Melayu. Pokoknya, imigran dari Malaysia tapi udah menetap selama puluhan tahun di Phuket.
Pegawai-pegawainya yang cewek rata-rata berhijab dan itu jadi semacam jaminan mutu halal. Makanan yang disajikan juga rasanya agak beda dengan masakan Thailand pada umumnya yang rasanya asem. Ini, rasanya malah mirip masakan lebaran di kampung gue.
Oh, iya, kampung gue kan emang di Thailand. Suka lupa.
ADVERTISEMENT
Menu yang disajikan adalah nasi putih, kerupuk udang, ayam kari (yang rasanya kayak opor di rumah gue, entah siapa yang salah paham sama resepnya), semacam ayam balado, kentang rebus, spaghetty, oseng sayur. Menu-menu ini disajikan prasmanan, tinggal di-play lagu Kebogiro, abis itu gue salaman sama pengantennya.
Lokasi ini yang dulunya habis kena tsunami.
Waktu istirahat di Phi Phi Don cukup lama, sekitar 1,5 jam. Cukup lama buat bengong, tapi enggak cukup lama buat keliling pulau.
“Eh, ini bagus deh. Kayak gardu pandang gitu. Ke sana yuk,” kata Wahyu sambil menunjukkan feed IG orang yang tak dikenal. Dia kan tipe yang kalau jalan referensinya dari Instagram.
Gue, Wahyu, dan Bang AJ sepakat buat nyari gardu pandang ini. Tapi niat mulia kami terhalang jarak. Sebab, gardu ini letaknya sekitar 40 menit jalan kaki dari dermaga. Waktunya enggak cukup.
Semacam foto terbaik yang pernah gue ambil dari hape gue.
ADVERTISEMENT
“Maybe next time, kalau ke sini, nginep aja,” kata Spicy sambil terus ngebulin asep fogging. Duh, dia ini lovely banget sih.
Yaudah, akhirnya kita bertiga cuma jalan di sekitar dermaga aja. Tapi itu juga udah cukup, karena kami menemukan spot foto ala di Google. Kece abis.
Saking beningnya air di Phi Phi Don, bayangan kapal-kapal yang berlabuh di Phi Phi Don sampai keliatan. Jadi kapalnya keliatan seolah-olah mengambang gitu. Bagus banget. Saking bagusnya, sama Wahyu dijadiin wallpaper.
Bening banget, kayak mukamu.
Orang yang buta-fotografi aja pasti bagus kok kalau ambil foto di sini. Bagus banget, parah.
Biasanya, kalau tempatnya bagus, waktu berjalan cepat. Tau-tau kami udah dipanggil pakai toa sama Spicy buat balik lagi ke kapal. Berakhirlah perjalanan kami.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan gue cuma tidur aja. Sambil sesekali terhempas-hempas gara-gara ombaknya lumayan. Tapi masih oke buat tidur pules.
Hingga, ketika kapal berlabuh gue baru sadar… CELANA GUE SOBEK DONG! Enggak tanggung-tanggung, sobeknya dari selangkangan sampai ke lutut! Ini mah gue udah nyaris enggak pakai celana.
Mood booster usai tragedi celana sobek, untung enak.
Dan gue baru sadar waktu kapal udah menepi dan gue siap-siap berdiri mau turun. Bangkai! Sobek segitu gedenya jelas enggak mungkin ditutupi tanpa alat bantu sama sekali. Dengan cekatan, gue melepas pashmina gue dan menggunakannya jadi semacam jarik.
Saking ketatnya gue melilit pashmina, kaki gue enggak cukup panjang buat melangkah dan gue jatoh waktu mau manjat ke dermaga! Paripurna sudah rasa malu ini.
ADVERTISEMENT
“Gapapa, untung enggak ada yang kenal. Enggak akan balik sini sama orang-orang ini lagi juga,” batin gue menenangkan diri.
Wahyu, yang berdiri di belakang gue masih kalem aja, enggak sadar kalau rekannya sedang berada di roda kehidupan terbawah. Dan, ternyata dia juga enggak tahu celana gue sobek segede itu! Dasar enggak peka.
Edisi dibuang sayang, speedboat dari Phuket atau Krabi di Phi Phi Don Island.
Perjalanan dari dermaga ke penginapan terasa begitu lama. Gue deg-degan, takut ada yang ngebahas soal sobeknya celana gue. Tapi kayaknya enggak ada yang ngeh. Ah, lagian, emang gue siapa?
Begitu sampai di penginapan, gue langsung istirahat sebentar sambil ganti celana yang baik dan benar. Baru setelah itu, gue dan Wahyu ke Sevel buat beli makan sore. Iya, makan sore.
ADVERTISEMENT
Makan sore gue lumayan mewah. Gue sengaja beli makanan seharga 45 baht, minum 10 baht, ditambah susu kopi YANG ENAKNYA LUAR BIASA seharga 25 baht untuk bekal besok. Tapi, gue cuma perlu membayar sekitar 20 baht aja. Kok bisa?
Jawabannya adalah: PERANGKO SEVEL.
Yang atas itu 1 baht, yang bawah itu 3 Baht.
Jadi, setiap pembelian 50 baht, kita akan mendapatkan 1 perangko dengan nominal 1 baht (tapi pakai aksara Thailand). Biasanya sih gambarnya makanan khas dan tempat wisata.
Sedangkan untuk pembelian produk khusus (ada tandanya tapi enggak bisa bacanya), kita bisa mendapat perangko senilai 3 baht (pakai aksara Thailand juga).
Perangko ini bisa digunakan untuk bertransaksi di Sevel manapun di seluruh Thailand (kecuali pembelian alkohol dan rokok). Jadi, setelah 5 hari jajan di Sevel, perangko gue udah cukup banyak buat beli makan mewah. Itu pun masih sisa banyak, karena sebagian besar perangkonya ketinggalan di kamar.
ADVERTISEMENT
Terima kasih Sevel. We will miss you lah pokoknya.
Jauh-jauh ke Thailand, makannya tetep lele balado.
Pengeluaran Hari Kelima:
Phi Phi Island Tour …. 1.500 baht
Makan malam (diskon perangko) … 20 baht
Total: 1.520 Baht (atau Rp 689 ribu)
Total dari hari pertama sampai kelima : Rp 3.160.000,-
Di Khai Nai Island, edisi dibuang sayang.
Tulisan Lainnya:
Thailand D-6: Serunya Transit di Changi Singapore
Live Update