Senandika: Antara 'Kenapa' dan 'Andai Saja'

Gusti Manda
Mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Pamulang, sedang mengikuti Kegiatan Program Pertukaran Mahasiswa Angkatan 3 Tahun 2023.
Konten dari Pengguna
28 Desember 2021 14:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gusti Manda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kaki ini pernah semangat mengejar, agar posisinya sama dengan langkahmu. Sumber: koleksi pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Kaki ini pernah semangat mengejar, agar posisinya sama dengan langkahmu. Sumber: koleksi pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Awalnya memang terasa sangat indah. Kau merespon dengan baik kalimat-kalimat tersirat yang aku tuliskan. Aku tahu kau pasti paham, meski itu membuatmu berpikir lebih dalam. Aku selalu berusaha untuk menutupi perasaanku padamu. Aku tidak ingin kau cepat mengetahui soal itu. Aku merasa malu, bagaimana bisa aku jatuh cinta pada seseorang yang awalnya kuanggap sebagai teman?
ADVERTISEMENT
Tapi melihat responsmu yang seolah juga merasakan hal yang sama, membuatku semakin terbuka padamu. Jujur, aku bukan manusia yang mudah menceritakan masa lalu. Tapi untukmu, aku rela bercerita masa-masa itu, bahkan masa yang kelam dalam hidupku.
Dan entah bagaimana, rasa ini semakin menjadi-jadi. Puncaknya saat aku menyatakan padamu bahwa aku jatuh cinta. Kupikir kau akan bersikap senang dan tidak menyangka, tapi ternyata aku salah.
Responsmu tidak sesuai dengan ekspektasi. Dan yang membuatku terkejut, adalah pertanyaan mengapa aku bisa jatuh cinta pada dirimu.
Aku kalut, tidak tahu harus menjawab apa. Karena memang aku tidak memiliki alasan pasti mengapa aku jatuh cinta. Yang aku tahu, jantungku berdebar kencang, bahkan ketika kamu hanya mengirimiku pesan. Aneh, itu katamu. Bagimu, setiap orang memiliki alasan yang jelas mengapa ia bisa jatuh cinta. Dan aku dirundung rasa takut, bahwa aku seolah berbeda dari yang kamu pikirkan.
ADVERTISEMENT
Dan di sinilah aku menyesali semuanya; tentang menceritakan perasaanku padamu. Kau tiba-tiba berubah menjadi asing. Kau bukan lagi seperti yang aku kenal. Kau dengan terang-terangan menghindariku. Dan aku paham, aku harus mundur mulai saat itu.
Kini aku sadar. Mungkin memang kau hanya berusaha menyenangkanku, dan ketika kau mengetahuinya, kau mulai berkata jujur, bahwa kau tidak pernah ada perasaan lebih untukku.
Terima kasih untuk kenangannya, aku senang mengenalmu dan turut jadi bagian dalam hidupmu. Meski ini bukan yang aku harapkan, tapi tidak masalah. Untukku, bisa mencintaimu saja sudah lebih dari cukup.