Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tuhan Telah Mati
6 Juli 2024 13:26 WIB
·
waktu baca 12 menitTulisan dari Amelia Dwikristia N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kebimbangan Antara Tuhan Serta Iman Yang Hilang - 'Atheis'
ADVERTISEMENT
Kebimbangan Antara Tuhan Serta Iman Yang Hilang - 'Atheis'
ADVERTISEMENT
Tulisan dari Amelia DwiKristia.N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Novel yang berjudul 'Atheis' diterbitkan pertama kali dibalai pustaka pada tahun 1949. Novel Atheis merupakan novel karangan pertama Achidiat K. Mihardja yang terbit di Indonesia. Dalam analisis novel ini penulis mencoba menyampaikan tentang kemunculan filsafat eksistensialisme dan marxisme selepas kehancuran perang dunia kedua.
Bung Hasan dibesarkan di keluarga yang sangat taat agama, atau yang biasa disebut menganut tarekat. Sedari kecil Bung Hasan selalu dibubuhi ilmu yang mengaharuskan dirinya mengabdi kepada tuhan, seperti pada kutipan halaman (24). “seperti berpuasa sampai tujuh hari tujuh malam lamanya, mandi di kali Cikapundung sampai empat hari puluh kali selama satu malam dari sembahyang isya sampai subuh, mengunci diri dalam kamar, tiga hari tiga malam lamanya, dengan tidak makan, tidak tidur, tidak bercakap-cakap dengan orang lain.”
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dilakukan oleh Hasan sedari kecil, mengikuti ajaran kedua orang tuanya. Seiring berjalannya waktu Hasan terus melakukan tarekat, sisi sombong Hasan pun terukir, Hasan merasa dirinya adalah seseorang yang paling dekat dengan tuhan dan merasa sempurna iman karena terus berbakti kepada tuhan. Seperti yang dikutip pada halaman (23). “merasa seolah-olah sudah menjadi seorang-orang yang sudah sempurna dalam hal berbakti kepada tuhan. Sebab itu Hasan selalu ada ‘perasaaan’ sempurna. Merasa cukup ilmu dan merasa dirinya lebih tinggi, munculah pemikiran Hasan sendiri untuk ‘Menginsyafkan’ orang lain seperti yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Meski sebenarnya mengikuti jalan keimanan orang tuanya Hasan kehilangan kekasih cintanya yang bernama Rukmini, karena hal tersebut pula Hasan menjadi rajin beribadah.
ADVERTISEMENT
Pada saaat waktu bekerja, Hasan bertemu dengan teman kecilnya yang bernama Rusli, di Kantor Jawatan Air. Rusli memperkenalkan wanita yang elok penampilan kepada Hasan bernama Kartini, sesaat melihat Kartini Hasan seperti menemukan sosok Rukimini pada diri Kartini. Yang membuat Hasan jatuh cinta pada Kartini bekas istri rentenir keturunan Arab itu. kehidupan Rusli dan Kartini berbanding terbalik dengan kehidupan Hasan yang selalu terikat dengan pengabdian kepada tuhan. Sedangkan Rusli dan Kartini sangat menikmati kebebasan dalam hidupnya, Bahkan pemikiran Rusli pun sangat rasional dan tahu banyak mengenai materialisme.
Pemilihan latar cerita dalam novel ini pun mendukung perkembangan watak tokoh-tokonya. Seakan-akan watak-watak tokohnya tidak diciptakan oleh pengarang, tetapi lahir akibat peran lingkungannya. Latar cerita daerah pasundan dengan berbagai tradisi keagamaannya, memperkuat karakter hasan di awal yang digambarkan sangat religious.
ADVERTISEMENT
Latar bagian satu "Sempoyongan kartini keluar dari sebuah kamar dalam kantor Kenpeitai. Matanya kabur terpancang dalam muka yang pucat. Selopnya terseret-seret diatas lantai Gedung yang seram itu. tangan kirinya berpegang lemah pada punda Rusli yang membimbingnya, sedang saya memegang lengan kanannya. Perempuan malang itu amat lemah dan lesu nampaknya, seolah olah hanya seonggok daging layaknya yang tak berhayat di seret-seret atas lantai.” Pada kutipan tersebut menggambarkan kejadian sehabis perang kekuasaannya hancur oleh tentara sekutu dan rusia. Pemberontakan yang terjadi di dalam kantor mereka melibatkan Hasan, Rusli dan Kartini terkena efek dari pemberontakkan yang dilakukan oleh jepang."
Latar bagian kedua “Di lereng gunung Telaga Bodas di tengah-tengah Pegunungan Priangan yang indah, terletak sebuah kampung, bersembunyi di balik hijau pohon-pohon jeruk garut, yang segar dan subur tumbuhnya di tanah dan hawa yang nyaman dan sejuk. Di antara rumah-rumah kecil dan rumah-rumah besar dari batu itu, ada lagi beberapa rumah yang dibikin dari “setengah batu”. di salah satu rumah setengah batu itulah tinggal orang tua Hasan, Raden Wiradikarta. Sebelum menjadi pensiunan seorang guru, tinggalnya berpindah-pindah saja. Mula-mula sebagai guru bantu di Tasikmalaya, pindah ke Ciamis, ke Banjar, ke tarogong dan beberapa tempat lainnya. pada kutipan tersebut terdapat letak geografis yang disebutkan dan dituliskan dalam novel tersebut. Hasan dan keluarganya tinggalndalam kesederhanaan, dengan uang pensiunan ayahnya yang hanya berkisar, enam puluh rupiah".
ADVERTISEMENT
Latar kedua bagian dua “Sebulan kemudian ayahku memecahkan celengannya, dan dengan uang yang ada di dalamnya itu berangkatlah ia ke Banten bersama dengan ibu.” Pada kutipan tersebut berlatar dirumah untuk memecahkan celengan dan berangkat menuju ke banten untuk berguru kepada kiyai disana. Banten yang terkenal dengan banyaknya kiyai dari berbagai kalangan, namun keluarga hasan mengenal dekat yang bernama Haji Dahlan. Sebab di banten adalah daerah yang memang banyak menganut agama islam secara mendalam. Seperti yang kita ketahui juga terdapat banyak pengajaran-pengajaran yang mendalam tentang suatu agama. Entah aliran apa saja didalam agama tersebut".
Latar ketiga bagian satu ”Di loket bagian jawatan air dari kotpraja tidak begitu ramai seperti biasa. Ruangan di muka loket-loket yang berderet itu sudah tipis orang-orangnya. Berlatar di loket (tempat kantor yang terdapat jemdela kecil, untuk membayar pajak, menjual karcis dan sebagainya). Yang bertempat di Bandung, kota yang dikhawatirkan membawa hal buruk untuk kehidupan agama Hasan".
ADVERTISEMENT
Latar ketiga bagian dua ”Demikianlah kutempuh jalan hidup di kota ramai seperti Bandung itu dengan tidak menyimpang dari perintah-perintah agama dan mistik. Hasan sudah menginjakkan kaki di bandung, yang diyakini oleh orang tua Hasan dan Hasan sendiri adalah kota yang jauh dari kata agama. Bahkan orang tua Hasan takut jika menjadi seorang buaya atau akan tersesat ke jalan pelacuran".
Latar ketiga bagian tiga”Sebentar kemudian aku sudah sampai ke tikungan Kebon Manggu. Telah sampailah dirinya di rumah Rusli”. Awal niat Hasan berkunjung ke Rusli semata-mata bukan untuk membuatnya bertemu kartini, tetapi dirinya ingin menginsyafkan Rusli dan Kartini, sebab menurut Hasan mereka menempuh hidup yang terlalu bebas dan haram”.
Latar ketiga bagian empat ”Aku duduk seraya membebaskan mata melihat-lihat keadaaan di dalam serambi muka itu. Sekarang segala-galanya sudah beres teratur. Tidak banyak perkakas rumahnya serambi itu. tidak ada lapad-lapad atau gambar Mekah dengan Kaabah di tengah-tengah yang menghiasi kamarku. Selanjutnya melangkah ke bawah salah satunya, kubaca, dibawahnya: Friedrich Engeles itu. seprang petani belanda pikirku. Tidak jauh dari potret tergantung itu kubaca lagi dibawahnya: Karl Marx. Dari tempat situ Hasan beranjak lagi ke tempat rak buku. Banyak bukunya, pikirku, tapi buku-buku apa semuanya? Banyak bahasa inggris juga. Ingin ku mengetahuinya. Namun tiba-tiba teringat ucapan ayah, tatkala aku masih sekolah “San, berhati-hatilah engkau dalam hal bacaan. Banyak buku-buku tak baik kau baca.” Pada kutipan tersebut latar cerita yang disajikan bertempat dirumah Rusli yang memang banyak buku-buku yang menuru Hasan buku “kafir” terlebih Rusli sebelumnya tinggal di Singapura selama empat tahun. Dan belajar tentang soal-soal politik. Bukan hanya dengan membaca buku-buku politik saja, tetapi juga bergaul dengan orang-orang pergerakan internasional. Banyak mempelajari juga tentang macam-macam aliran dan stesel, serta ideologi-ideologi politik. Terutama sekali ideologi Marxisme".
ADVERTISEMENT
Latar ketiga bagian lima "Hasan dan Rusli berteman sejak kecil, agak karib juga mereka berteman. Namun Rusli yang memang sangat berbeda tabiat dengan Hasan. Kalau mereka ke masjid Bersama-sama Rusli berbuat nakal, dan apabila Hasan sendiri melakukan sembahyang. Orang tua Hasan melarang nakal. Sedangkan orang tua Rusli tidak peduli. Maka ketika beranjak dewasa pun Rusli menurut Hasan seperti tidak mengenal Tuhan. sebab awalnya Hasan mengatakan “oleh karena bagiku manusia yang berangan-angan mau membikin nyawa, adalah orang yang miring otaknya, kemasukan setan. Dan sebetulnya bukan harus tertawa saya tadi itu, melainkan harus menangis. Orang-orang macam begitu itu adalah orang yang kufur, murtad dan durhaka, karena mau menyamai Tuhan Maha Pencipta. Disautnya perkataan Hasan oleh Rusli “Ah, mengapa Saudara berkata begitu? Itu pikiran kolot. Tuhan itu tidak ada, saudara!” sebab itu pula Ruslitidak ada pegangan keimanan yang tinggi, dan selama empat tahun hidup di lingkungan yang kurang mempercayai adanya tuhan".
ADVERTISEMENT
Robert Stanton dalam "An Introduction to Fiction" menyatakan bahwa latar mencakup tiga aspek utama: tempat (lokasi geografis), waktu (periode sejarah atau waktu dalam sehari), dan sosial (lingkungan sosial dan budaya yang mempengaruhi karakter dan cerita).
Tokoh pada novel atheis ini bervariasi. Mulai dari tokoh Hasan, Rusli, dan Kartini. Mereka semua mempunyai peran tokoh yang mempunyai jiwa nya tersendiri.
Tokoh menurut Robert Stanton, tokoh yang dapat dikembangkan melalui deskripsi fisik, dialog, tindakan, pikiran, dan reaksi tokoh lain terhadapnya. Pengembangan ini membantu pembaca memahami kepribadian, motivasi, dan tujuan tokoh dalam cerita.
1. Tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perubahan yang siginifikan, mulai dari pandangan, kepribadian, sikap, atau nilai-nilai mereka di sepanjang cerita. Perubahan ini biasanya dipicu oleh konflik, pengalaman atau interaksai dengan tokoh lain.
Tokoh Hasan sendiri, merupakan tokoh yang dinamis. Yang dimana sejak berusia lima tahun Hasan sudah dibubuhi ilmu-ilmu agama, diajarkan sembahyang dan ibadah lainnya. Orang tua Hasan pun, adalah seorang agamis yang berguru pada kiyai yang berguru di Banten. Sejak kecil Hasan selalu diceritakan tentang panasnya api neraka jika tidak taat menjalankan sareat agama. Karena hal tersebut seiring berjalan nya waktu, semakin Hasan dewasa, semakin memiliki perasaaan yang sombong bahwa Hasan memiliki ilmu agama lebih tinggi dari siapapun. Berjalan dan melihat orang-orang yang menurut Hasan “kosong” dalam ilmu keagamaannya.
ADVERTISEMENT
Bahkan perasaan Hasan semakin tidak masuk logika, karena membuat Hasan berangan-angan ingin menginsyafkan orang lain tentang kebaikan agama, kebenaran ilmu tarekat yang dipeluknya sedari kecil. Hasan sendiri bahkan tidak bisa menyembunyikan kebencian kepada orang-orang yang menurutnya tidak saleh dan kurang iman, padahal agama adalah pilihan manusia masing-masing. Hasan terlalu berpikir mencampuri urusan orang lain tentang keagamaan. Pada suatu pertemuan dengan guru besarnya, seorang ihwan yang menjabarkan tentang kegamaan, seperti melakukan sembahyang maghrib dan isa. Terkadang pertemuan itu mengejek pendirian orang lain. Pada pertemuan itu pula seorang ihwan itu berkata “janganlah engkau berbuat sesuatu yang bertentangan atau melanggar ajaran-ajarannya. Ingatlah akan akibatnya dunia-akhirat. Demikianlah kehidupan Hasan yang semulanya tidak pernah menyimpang dari perintah-perintah agama dan mistik yang dipeluknya sedari kecil.
ADVERTISEMENT
Setelah beranjak dewasa, Hasan merantau ke kota Bandung untuk bekerja, tentu dengan membawa agama-nya denngan bangga. Di Bandung Hasan bertemu dengan teman kecilnya bernama Rusli, yang baru pindah dari Singapore, lalu tinggal di bandung dan bekerja disana. Pada suatu ketika Rusli bertemu dengan Hasan yang sedang bekerja di loket, lupa-lupa ingat Hasan kepada Rusli yang merupakan teman kecilnya, namun Rusli segera mengenalkan dirinya yang merupakan teman Hasan ketika masih kecil. Sampailah Hasan ingat kepada Rusli dan bercerita banyak. Pada hari itu juga Hasan diajak mengunjungi rumah Rusli yang tidak terlalu jauh juga dari tempat tinggal Hasan. Mereka mulai bertukar ceirta, bagaimana kehidupan di Singapore dan berlanjut berpindah-pindah. Hasan juga menceritakan perjalanan nya dari Jakarta pindah ke bandung. Rusli banyak cerita tentang ilmu yang digarapnya selama di singapore tentang politik.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu Hasan sering mengobrol dengan Rusli, pada kala Hasan harus segera menginsyafkan Rusli yang menurutnya sudah jauh dari keimanan. Alih-alih niat ingin menginsyafkan Rusli, ternyata tetapi Rusli mulai membuat argumentasinya sendiri, tentang mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada!. Perkataan tersebut keluar dari mulut Rusli, pada kala itu Hasan terlihat sangat terkejut. Pada obrolan itu Hasan berkata “oleh karena bagiku manusia yang berangan-angan mau membikin nyawa, adalah orang yang miring otaknya, kemasukan setan. Orang macam begitu adalah orang yang kufur, yang murtad, yang durhaka, karena mau menyamai Tuhan Maha Pencipta”. Langsung dijawab lagi oleh Rusli yang kian membangun argumentasinya. “ah, mengapa saudara berkata begitu? Itu pikiran kolot. Tuhan tidak ada, saudara!”. Mendengar apa yang dikatakan Rusli, Hasan seperti tersambar geledek, pikiran nya merasa sangat terganggu dan tersinggung bukan main. Pada saat obrolan itu Hasan terdiam, tidak sanggup mengucapkan apapun. Hasan berusaha menahan amarah, menahan sesak di dada. Hari-hari terus dijalani Hasan dengan perkataan Rusli yang mengganggu pikirannya. Berkali-kali meyakinkan diri untuk tetap dijalan Tuhan. Pada hari-hari berikutnya tak disangka Rusli melanjutkan obrolah itu, halaman (tujuh puluh satu-tujuh puluh dua). Rusli mengatakan “Dan agama hanyalah salah satu dari bentuk-bentuk kehidupan yang banyak itu, yang masing-masing mempunyai soal-soalnya sendiri yang sama-sama minta dikupas dan diselesaikan oleh kita. Barangkali saudara belum pernah memikirkan, kenapa misalnya negara-negara yang beragama Kristen pada zaman sekarang lebih maju daripada negara-negara atau bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam? Kenapa dulu Islam maju, sekarang tidak? Kenapa agama-agama itu timbulnya di Asia? Kenapa di dunia ini ada bermacam-macam agama? Kenapa tidak cukup satu agama saja? Padahal tiap agama mengakukan dirinya untu segenap manusia? Kenapa perbedaan-perbedaan agama itu sangat banyak, dan kadang-kadang malah bertentangan, seperti antara agama Islam dan Hindu. Agama Hindu memandang sapi sebagai binatang yang suci, sedang bagi uman Islam binatang itu sangat enak untuk dibikin gulai. Agama Kristen tidak mengharmkan babi, tapi agama Islam mengharamkannya. Kenapa begitu? Kenapa agama Hindu yang memuja sapi sebagai suatu bintang yang suci sampai bisa mempunyai kasta manusia yang ditindas dan dihina seperti kasta-kasta lainnya? selanjutnya, apakah tidak ada dasar-dasar yang sama pada pelbagai macam agama itu?”. Setelah mengatakan hal itu Hasan hanya tertegun dan diam seribu bahasa, Rusli terdiam sebentar setelah meluncurkan berbagai pertanyaan kepada Hasan. Namun lagi, Rusli melanjutkan pembicaraan nya “Sudah terpikirkan oleh saudara, mengapa misalnya dunia dan kehidupan ini selalu kacau saja, padahal agama sudah beribu-ribu tahun dipeluk manusia? Mengapa ketidakadilan dan kelaliman malaj sekarang makin merjalela saja? Ingatlah kepada imperialism dan bahaya fascism yang menyeringai hendak mengergap kemanusiaan. Sesungguhnya, saudara, sebagai kataku tadi, hidup di dunia ini adalah laksana sebuah Gedung yang maha besar, yang penuh dengan seribu satu macam soal yang minta diselesaikan oleh kita”. Begitu kira-kira Rusli yang terus berbicara. Sedang Hasan hanya melontarkam gelengan kepala saja. Sebenarnya hati Hasan pun berontak Rusli mengatakan hal-hal tersebut, tetapu Hasan pun tidak mau berdebat. Dengan demikian Hasan yang awalnya mengira dirinya tinggi keagamaan nya di banding dengan yang lain, merasa malu dan sangat berpengaruh besar terhadap jiwa Hasan. Bergusar pikirannya secara terus menerus, mata Rusli yang kian terbayang saat memandang Hasan yang penuh dengan jiwa yang dipercayainya. Seperti terkena doktrin dari segala pendirian nya Rusli yang menafsirkan agama dan Tuhan adalah bikinan manusia. Akibat dari sesuatu keadaan masyarakat dan susunan ekonomi pada sesuatu zaman yang tidak sempurna. Hal tersebut terus Hasan bandingkan dengan pengetahuan dirinya bahwa agama yang dianutnya adalah benar adanya, dan Tuhan bukan merupakan buatan manusia. Pertemanan Rusli dan Hasan kian semakin sejalan dan dekat. Hasan semakin tak tertolong pikiran-nya mengenai agama danTuhan, karena Rusli.
ADVERTISEMENT
2. Tokoh Rusli, berperan menjadi suatu karakter yang statis. Menurut Robert Stanton, tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami perubahan sginifikan sepanjang cerita. Sebabnya Hasan yang berteman sejak kecil bersama Rusli, tidak terlalu mementingkan ibadahnya kepada Tuhan yang Maha Esa. Bahkan setelah pindah ke Singapore dan memperlajari tentang ilmu politik, Rusli memandang sebuah keadaan agama dan Tuhan adalah buatan Manusia. Karena pengetahuan nya tersebut, Hasan yang awalnya berniat menginslamkan Rusli malah terdoktrin dengan segala omongan Rusli.
3. Tokoh Kartini, berperan sama seperti tokoh Rusli mempunya tokoh statis. yang sedari awal bertemu dengan Hasan, dikenalkan oleh Rusli sebagai adiknya. Menurut Hasan kehidupan Kartini sama dengan kehidupan Rusli yang terkesan bebas dan tidak mementingkan adanya sebuah tiang agama, oleh sebab itu Hasan tidak terlalu suka kepada kartini sebab itu. Namun paras kartini yang sangat anggun dan cantik membuat Hasan teringat kepada mantan kekasihnya bernama Rukmini. Pada akhirnya Kartini dan Hasan menikah, tetpi jelas Kartini adalah wanita anggun berkelas yang sangat suka kebebasan, dan tidak suka diatur oleh suaminya Hasan.
ADVERTISEMENT