Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Menjawab Tuduhan Musyrik Dedi Mulyadi
1 September 2017 12:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Aming Soedrajat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tuduhan-tuduhan memusyrikan kepada Dedi Mulyadi semakin hari semakin kencang. Entah apa yang salah darinya, hingga gelombang tuduhan kemusyrikan semakin hari semakin menjadi-jadi.
ADVERTISEMENT
Di momentum Idul Adha ini, kita sama-sama kembali untuk introspeksi terhadap diri kita sendiri.
Idul Adha mengajarkan kita ketaatan seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim As, dan pengorbanan Nabi Ismail As kepada Tuhannya atas titah suci.
Saya sangat tidak percaya dan sangat tidak yakin kalau Dedi Mulyadi itu musyrik.
Kenapa? Bagai saya, dilihat dari kebijaknnya memimpin Purwakarta mapun secara pribadinya, Dedi Mulyadi adalah orang yang soleh.
Bukan karena beliau seorang Pengurus Nahdatul Ulama, tetapi dilihat dari apa yang telah ia lakukan adalah sebuah jawaban kalau dia adalah orang yang soleh.
Kemarin, pukul 05:30 pagi selesai Sholat Shubuh saya berolahraga di kawasan Taman Sri Baduga, entah mengapa tiba-tiba saja saya ingin melihat keindahan taman pancawarna yang lokasinya berada di Komplek pendopo Purwakarta.
ADVERTISEMENT
Saya kaget ketika pagi-pagi berasa disana. Belum pernah saya melihat di areal pemerintah daerah manapun selain di Purwakarta setiap pagi selesai sholat shubuh ada ustad/Santri yang mengaji di Pendopo Purwakarta.
Menurut keterangan petugas yang merawat taman yang saya tanya. Bahwa ‘santri/ustad yang mengaji disana memang rutin dilakukan silih berganti setiap paginya semenjak Dedi Mulyadi menjabat sebagai Bupati.’
Kita kembali ke moment Idul Adha yang akan di bahas. Setiap hari Raya Idul Adha, Sudah menjadi kebiasaan Dedi Mulyadi mengunjugi masyarakatnya dari satu tempat ke tempat lain secara sembunyi-sembunyi tanpa ada protokoler dan pengamanan.
Sholat Idul Adha tiap tahunnya selalu berpindah-pindah. Saat akan sholat pun tidak mau di perlakuan istimewa, kalau datangnya telat, maka ia harus berada di barisan belakang.
ADVERTISEMENT
Saat pembagian daging qurban, Dedi meninjau langsung ke beberapa lokasi, ia melarang keras masyarakatnya mengantri, berdesak-desakan dan berpanas-panasan untuk mendapatkan daging qurban.
Maka, agar lebih efektif dan tertib, ia memerintahkan langsung panitia kurban untuk mendatangi rumah-rumah yang wajib menerima.
Langkah tersebut memang sederhan, tetapi lebih bermakna dan lebih manusiawi dari pada harus berdesak-desakan dengan antrian yang panjang.
Dedi lahir dan tumbuh besar di pedesaan, dari kecil sudah belajar berternak Domba, saat menjadi Bupati hobinya memelihara ternak tidak hilang. Domba, kambing, sapi, kerbau maupun ayam.
Ternaknya bukan untuk di jual maupun di konsumsi pribadi secara berlebihan. Tapi ternak itu untuk kebutuhan masyarakat maupun acara besar keagamaan maupun lainnya.
Tak pelak, Idul Adha seperti sekarang tiba, setiap tahunnya tak kurang dari 10 ekor sapi dan 100 ekor domba, ia kurbankan kepada masyarakat yang ia titipkan di beberapa tempat.

Belum lagi kebiasaanya yang tidak tega seketika melihat masyarakat yang sedang kesusahan. Uang sakunya mulai dari jutaan hingga puluhan juta ia keluarkan untuk membantu. Baginya, kekayaan secara pribadi tidak ada artinya kalau masyarakatnya masih ada yang kesusahan.
ADVERTISEMENT
Apakah itu belum cukup cukup untuk mengukur kesalehan seorang Dedi Mulyadi yang rela hidupnya menderita seketika pejabat di daerah lain sibuk menumpukan hartanya di setiap bank dan disetiap tempat, lantas apa tolak-ukurnya religius seseorang itu?
Alih-alih kita bersyukur dan menteladaninya karena mempunyai pemimpin yang peduli dan rela mengorbankan dirinya sendiri untuk kepentingan rakyatnya. Yang ada hanya memaki-makinya dengan tuduhan ‘Musyrik’ dan ‘Kafir.’
Ah… jangan-jangan kita sendiri yang sering memaki-maki itu malah mengadahkan tangan menunggu daging kurban datang. Dibanding menteladani cara beliau dalam kehidupan sehari-harinya dan setiap Idul Adha.