Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kepercayaan Masyarakat pada Pemerintah dan Kepatuhan Wajib Pajak
16 Februari 2023 8:06 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Amir Hidayatulloh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kepatuhan pajak masih menjadi isu yang hangat untuk dikaji. Hal ini terlihat masih banyaknya penelitian yang mengangkat tema terkait kepatuhan pajak. Salah satu penyebab masih hangatnya penelitian terkait kepatuhan pajak yaitu belum maksimalnya penerimaan pajak di negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal ini terbukti dari realisasi penerimaan pajak yang setiap tahunnya belum mencapai target yang ditetapkan, namun penerimaan pajak setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Data yang disajikan pada laman Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa penerimaan pajak pada tahun 2020-2022 mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, penerimaan dari sektor pajak mencapai Rp1.285.136.320.000.000, tahun 2021 Rp1.547.841.100.000.000, dan tahun 2022 sebesar Rp1.924.977.500.000.000.
Dari data ini diharapkan penerimaan sektor pajak pada tahun 2023 harus lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, minimal sama dengan tahun sebelumnya.
Seperti yang kita ketahui, sektor pajak menjadi sumber penerimaan negara Indonesia terbesar. Sehingga, dapat kita katakan pajak adalah ujung tombak dari penerimaan negara.
Penerimaan negara dari sektor pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat dan kemakmuran rakyat, seperti pembangunan infrastruktur, beasiswa, pembangunan rumah sakit, pembangunan sekolah dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Menurut Shafer dan Wang (2017), kepatuhan pajak adalah dorongan pada diri individu, kelompok, maupun organisasi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan regulasi yang sah.
Indikator kepatuhan pajak terdiri dari perhitungan pajak dengan benar, pembayaran pajak dengan benar, pelaporan pajak sesuai dengan jadwal, serta pembayaran pajak tepat waktu (Rahayu, 2010).
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, wajib pajak dikatakan patuh apabila SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir disampaikan secara tepat waktu, tidak memiliki tunggakan untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengatur atau menunda pembayaran pajak, tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun, pada dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan yang memadai dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%, wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir dilakukan audit oleh akuntan publik, serta memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan pada pemerintah adalah salah satu faktor yang memengaruhi kepatuhan pajak. Kepercayaan pada pemerintah diartikan sebagai kesediaan warga negara untuk patuh atau tunduk pada tindakan pemerintah walaupun warga negara tersebut tidak mampu secara aktif untuk mengendalikan tindakan pemerintah (Jimenez dan Lyer, 2016).
Kepercayaan pada pemerintah adalah konsekuensi dari keadilan dari sistem serta bagaimana warga negara terpuaskan dengan layanan publik yang disediakan (Guzel dkk, 2019).
Dengan demikian, pemerintah harus berupaya untuk memberikan layanan publik yang baik bagi warga negaranya. Semakin baik layanan publik yang diberikan oleh pemerintah, maka warga negara semakin terdorong untuk membayarkan pajaknya.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan kepastian hukum perpajakan karena dapat memberikan rasa aman kepada warga negara yang akhirnya dapat meningkatkan keyakinan warga negara bahwa uang pajak yang dibayarkan tidak akan disalahgunakan atau dikorupsi oleh pihak tertentu.
ADVERTISEMENT