Pasal penghinaan terhadap Presiden masuk dalam draf terbaru Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Hal ini sempat memicu polemik.
Bahkan, dalam rapat dengar pendapat, sejumlah anggota Komisi III DPR menanyakan hal tersebut kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Dalam penjelasannya, politikus PDIP itu menyebut bahwa sejumlah negara pun menerapkan hal yang serupa. Namun ia menyebut bahwa pasal ini nantinya merupakan delik aduan.
"Kalau di Thailand lebih parah, Pak, jangan coba-coba menghina raja, itu urusannya berat. Bahkan di Jepang sendiri, atau di beberapa negara hal yang lumrah, sekarang kan bedanya dia jadi delik aduan," kata Yasonna, Rabu (9/6).
Menurut dia, kritik dan hinaan merupakan dua hal yang berbeda. Yasonna mengaku dirinya tidak masalah bila mendapat kritikan.
Namun, berbeda bila kemudian yang ditujukan kepada dirinya adalah hinaan.
"Saya kan selalu mengatakan kalau saya dikritik 'Menkumham tak becus lapas, imigrasi' that is fine with me," ujar Yasonna.
"Tapi kalau sekali menyerang harkat martabat saya, misalnya saya dikatakan anak haram jadah, wah itu di kampung saya enggak bisa itu, itu enggak bisa, anak PKI lah, 'kau tunjukkan sama saya bahwa saya anak PKI kalau enggak bisa gua jorokin lu," sambungnya.
Meski kebebasan itu hak, tapi menurutnya tetap harus ada pembatasan.
"Enggak bisa, kalau kebebasan yang sebebas-bebasnya bukan sebuah kebebasan, Pak, itu anarki, Pak," ujar Yasonna.
"Mengkritik presiden sah, sekritik-kritiknya lah kebijakannya apanya, sehebat-hebatnya kritik enggak apa-apa, bila perlu enggak puas ada mekanisme konstitusional ada kok, seperti tadi Pak Benny (Benny K. Harman) sampaikan mekanisme-mekanisme untuk kebijakan pemerintah," ujar Yasonna.
Ia menyebut bahwa Presiden Jokowi banyak diserang secara personal. Namun, menurutnya, Jokowi tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Presiden kita dituduh secara personal dengan segala macam isu itu dia tenang-tenang saja, Beliau mengatakan kepada saya 'saya enggak ada masalah dengan pasal ini', tapi apakah kita biarkan presiden yang akan datang digituin?" ujar Yasonna.
Sejumlah pasal dalam draf RUU KUHP memang menuai sorotan. Salah satunya ialah pasal yang memuat penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Bagi penghina presiden dan wakil presiden di depan umum diancam penjara 3,5 tahun. Bila penghinaannya dilakukan di media sosial, ancaman hukumannya 4,5 tahun penjara.
RUU KUHP diketahui masuk dalam Prolegnas 2019-2024. Hingga kini RUU KUHP masih dalam tahap mendengar masukan publik.
Aktivitas terkini, Badan Keahlian DPR tengah safari ke berbagai universitas di Indonesia untuk menyerap masukan.