news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Ramadan dan Refleksi Ketaqwaan di Era Post-Modern

M Nur Kamila Amrullah SPd MM
Dosen di perguruan tinggi (Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional-STPN) dan pemerhati sosial serta penulis berbagai isu secara nasional
4 Maret 2025 9:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Nur Kamila Amrullah SPd MM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengumumkan ketetapan sidang isbat bahwa 1 Ramadan 1446 H bertepatan dengan 1 Maret 2025, pada Jumat (28/2/2025). Sumber:Kemenag RI
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengumumkan ketetapan sidang isbat bahwa 1 Ramadan 1446 H bertepatan dengan 1 Maret 2025, pada Jumat (28/2/2025). Sumber:Kemenag RI
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan keputusan Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama, menetapkan berlakunya bulan Ramadan mulai 1 Maret 2025 di Indonesia. Keputusan ini tentu melegakan bagi Umat Islam Indonesia karena berarti memasuki ibadah bulan Ramadhan 1446H bisa serentak se Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ramadan tahun ini adalah Ramadan di tengah gempuran kemajuan teknologi post modern. Di tengah derasnya arus globalisasi, kemajuan teknologi, dan budaya instan, manusia modern semakin dihadapkan pada dilema eksistensial: di satu sisi, akses terhadap informasi dan hiburan semakin luas, tetapi di sisi lain, nilai-nilai spiritual dan moral sering kali terpinggirkan. Dalam konteks ini, Ramadan bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momentum kritis bagi manusia untuk mengoreksi arah hidupnya dan memperkuat ketaqwaan kepada Allah SWT.
Ramadan: Aktual di Setiap Zaman
Sejak awal Islam, Ramadan telah menjadi bulan transformasi bagi individu dan masyarakat. Tidak hanya mengajarkan pengendalian diri dari lapar dan dahaga, tetapi juga melatih manusia untuk menahan diri dari sifat konsumtif, individualisme, dan ketergantungan pada dunia materi. Jika pada zaman klasik puasa menjadi latihan bagi kesederhanaan dan ketangguhan fisik, maka di era digital ini, Ramadan adalah latihan untuk menahan diri dari distraksi dunia maya, budaya instan, dan perilaku konsumtif yang tidak terkendali.
ADVERTISEMENT
Allah SWT menegaskan tujuan puasa dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Taqwa dalam konteks ini bukan sekadar kesalehan pribadi, tetapi juga kesadaran moral untuk berperilaku etis dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Dalam masyarakat post-modern yang sering kali mengutamakan kepentingan individu di atas nilai kebersamaan, Ramadan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya terletak pada pemenuhan kebutuhan materi, tetapi juga pada keseimbangan spiritual dan sosial.
Ramadan sebagai Retreat Spiritual dan Intelektual
Di era dimana segala sesuatu berjalan cepat dan penuh tekanan, Ramadan menyediakan ruang bagi manusia untuk pause dan kembali kepada esensi kehidupan. Banyak orang mencari ketenangan melalui meditasi atau perjalanan spiritual, padahal Islam telah menyediakan Ramadan sebagai retreat yang sempurna.
ADVERTISEMENT
Salah satu aspek paling menarik dari Ramadan adalah hubungannya dengan intelektualitas. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barang siapa menghadiri majelis ilmu di bulan Ramadan, maka setiap langkahnya dicatat sebagai ibadah satu tahun, dan ia akan bersamaku di bawah Arsy Allah SWT.”
Hadis ini menunjukkan bahwa Islam menempatkan ilmu sebagai bagian integral dari ibadah. Mengapa menghadiri majelis ilmu di bulan Ramadan memiliki pahala begitu besar? Karena ilmu adalah fondasi ketaqwaan. Seseorang tidak bisa bertaqwa dengan optimal jika ia tidak memahami agamanya, tidak memiliki kesadaran kritis terhadap realitas sosial, dan tidak memiliki wawasan untuk menjalani kehidupan dengan lebih bijaksana.
Ramadan adalah momen bagi setiap individu untuk tidak hanya meningkatkan ibadah ritual, tetapi juga memperkaya pemahaman intelektualnya. Membaca, merenung, dan berdiskusi tentang nilai-nilai Islam menjadi bagian dari perjalanan menuju ketaqwaan yang lebih utuh.
ADVERTISEMENT
Refleksi: Akankah Kita Membiarkan Ramadan Berlalu Sia-sia?
Setiap tahun, Ramadan datang dengan peluang besar untuk refleksi dan perubahan. Namun, sejauh mana kita benar-benar memanfaatkannya? Apakah kita hanya menjadikannya sebagai rutinitas yang berlalu begitu saja, atau benar-benar menggunakannya sebagai momentum untuk memperbaiki kualitas diri?
Di era post-modern ini, ketaqwaan bukan hanya tentang seberapa sering kita beribadah, tetapi juga tentang bagaimana kita menggunakan pengetahuan, kebijaksanaan, dan kesadaran sosial untuk membangun kehidupan yang lebih bermakna. Ramadan seharusnya menjadi turning point, bukan hanya untuk menahan lapar dan haus, tetapi untuk menahan diri dari kebiasaan buruk, memperdalam pemahaman agama, dan memperbaiki hubungan dengan sesama.
Jangan biarkan Ramadan hanya menjadi ritual tahunan tanpa dampak nyata. Jadikan bulan ini sebagai titik balik menuju kehidupan yang lebih bermakna, lebih berilmu, dan lebih bertaqwa.
ADVERTISEMENT
Penulis : M.Nur K. Amrullah (Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional-STPN)