Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Film 'Happy Old Year' dan 6 Cara untuk Melepaskan Masa Lalu
14 Juni 2022 14:42 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ananda Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejarah adalah soal mengingat dan melupakan. Dalam film Happy Old Year (2021), kita diajak untuk belajar keduanya. Bukan bukan, sejarah dalam film yang akan saya bahas bukanlah sejarah tentang peperangan atau tragedi luar biasa berdarah-darah, tapi sesederhana sejarah tentang barang-barang personal, barang-barang yang membuat kita ingat seseorang yang memberinya atau bahkan suatu kenangan. Baik itu buruk atau menyenangkan tentang mantan atau bukan.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Awalnya, Jean tidak mendapatkan rintangan yang berarti. Ia digambarkan Nawapol Thamrongrattanarit sang sutradara, sebagai sosok perempuan independen yang dingin, pokoknya girl boss abiezz, dan mengemas hampir seluruh barang-barang yang dimilikinya termasuk milik ibu dan adiknya ke dalam tas sampah tanpa melibatkan perasaan.
Melakukan decluttering bagi Jean dengan sosok yang dingin tanpa perasaan ini ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Gejolak batin Jean bermula ketika sahabatnya, Pink (Patcha Kitchaicharoe) menemukan bingkisan CD pemberiannya di dalam tas sampah yang akan dibuang Jean. Pink merasa tidak dihargai dan mereka bertengkar kecil yang akhirnya membuat Jean memikirkan kembali tentang barang-barang yang akan ia buang.
Pertengkaran kecil dengan ucapan yang diutarakan Pink cukup menyentuh Jean, termasuk saya. Pink mengatakan bahwa “Sebagian hal tak akan menghilang hanya karena kamu pura-pura melupakan, tapi kedua pihak harus sama-sama melupakan agar semuanya bisa berakhir.” Dalam kata lain, suatu barang atau orang yang pernah mengunjungi hidup kita dalam bentuk apa pun, harus diselesaikan dengan closure dari kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Perkataan itulah yang akhirnya memutuskan Jean memilah barang-barang pemberian mana saja yang perlu dikembalikan pada orang yang telah memberinya barang tersebut. Satu per satu barang pemberian dikembalikan oleh Jean beserta bumbu-bumbu kenangan baik atau buruk yang menempel bersama barang-barang itu. Hingga akhirnya semua barang telah kembali kecuali satu barang yang belum berani dikembalikan Jean, barang dari mantannya, Aim (Sunny Suwanmethanont).
Bagi yang memiliki mantan , melakukan kontak dengan masa lalu lagi tentu saja sulit. Apalagi harus mengembalikan suatu barang yang akhirnya menguatkan kenangan-kenangan indah atau buruk. Tak terkecuali bagi Jean. Meskipun akhirnya Jean bisa menyelesaikan masa lalunya dengan meminta maaf dan memberikan closure sekaligus mengembalikan barang-barang Aim, hal ini tidak berlaku bagi Aim.
ADVERTISEMENT
Kedatangan Jean ternyata memendam rasa marah pada Aim yang sudah memiliki kekasih baru. Aim jadi merasa tidak pernah benar-benar bisa melupakan Jean dan berakhir dengan putusnya Aim dengan kekasihnya yang sekarang. Hal tersebut tentu saja menyakiti Jean, meskipun ia bisa melupakan hal itu karena sekalipun ia terbawa emosi dan menangis, ia tetap menjadi seorang perempuan yang dingin, independen, dan mudah merelakan dengan gaya hidup barunya yang minimalis itu.
Selain berkonflik dengan mantannya, atas keputusan decluttering tersebut membuat Jane juga beberapa kali harus berkonflik dengan ibunya karena ibunya tak ingin menjual atau membuang piano, satu-satunya barang peninggalan ayahnya yang sudah bercerai dengan ibu Jane. Premis film yang semula sangat amat sederhana hanya tentang membuang barang, semakin begitu kompleks karena pada setiap barang yang dimiliki Jane beserta keluarganya ternyata menyimpan sejarah, perasaan dan saksi bisu kenangan yang tak pernah tergantikan oleh barang atau harga mana pun.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut mengingatkan saya akan kutipan Leila S. Chudori dalam novel Pulang, “Mengapa benda mati disebut sesuatu yang mati? Terkadang mereka lebih 'hidup' dan lebih jujur memberikan saksi.” Namun bagi Jane, benda mati adalah benda mati. Barang adalah barang. Jika suatu barang sudah tidak terpakai lagi, barang tersebut pantas untuk dibuang dan tidak berguna lagi untuknya. Gaya hidup minimalis menurut Jane adalah gaya hidup merelakan seperti filosofi Buddha dan fungsionalis.
Gaya hidup minimalis dan decluttering dengan membuang barang yang tak berguna ini sebenarnya coba dikaitkan oleh Nawapol kepada hal-hal yang berbau dengan masa lalu, termasuk kisah asmara dan kenangan bersama orang-orang yang pernah hinggap ke dalam hidup. Kendati demikian, dalam salah satu dialog di film ini diutarakan pula bahwa “membuang barang, tidak sama dengan membuang atau mencampakkan seseorang.”
ADVERTISEMENT
Artinya, meskipun film ini mencoba untuk memberikan cara-cara mudah untuk melupakan seseorang dengan mengandaikan seseorang seperti barang dan kita harus membuangnya, seseorang tetaplah seseorang. Seseorang bukanlah barang, ia perlu closure dan kejelasan, tidak seperti barang yang tidak bisa berbicara dua arah. Film ini memberi kita opsi untuk melupakan orang yang pernah singgah di hidup kita seperti membuang barang, tapi tak menganggap orang itu sepenuhnya barang yang benar-benar layak dibuang.
Pesan yang saya dapat dari keseluruhan cerita tersebut juga sebenarnya diejawantahkan ke dalam layar hitam di beberapa adegan dengan tulisan “tutorial” yang seolah-olah film ini terbagi ke dalam enam babak selayaknya buku yang memandu kita dengan enam tips melupakan mantan. Enam tutorial untuk membuang barang atau berbenah di dalam film tersebut di antaranya:
ADVERTISEMENT
Pesan dan gaya hidup itulah yang coba diterapkan Jane untuk melupakan masa lalunya termasuk Aim, mantannya. Masa lalu pada akhirnya adalah musuh kita dan hal itu memang paling sulit dilupakan, tapi cobalah melupakan dan merelakannya jika kau tak benar-benar memerlukannya lagi.
Selain memberikan pesan subtil antara koherensi gaya hidup minimalis dengan merelakan masa lalu dan memberikan opsi melupakan masa lalu dengan melakukan 6 cara membuang barang, film ini membawa saya ke ranah penerimaan atas masa lalu yang lebih dalam dan hal-hal tentang sesuatu yang agaknya tidak akan muat jika saya tulis lagi. Intinya, after taste film ini memang ditujukan bagi orang-orang yang ingin merefleksikan dan mengintrospeksi tentang masa lalu, penyesalan, dan hal-hal yang seharusnya kita buang atau pertahankan. Air mata, sesak di dada, dan kelegaan adalah gambaran yang pas untuk menjelaskan keseluruhan film ini, ditambah shoot-shoot kamera yang memanjakan mata dengan unsur minimalisnya.
ADVERTISEMENT