Konten dari Pengguna

Penerapan Kampus Inklusif, Ruang Impian yang Penuh Tantangan

Ananda Putra Satria
Mahasiswa Departemen Sosiologi Universitas Brawijaya
5 Desember 2022 7:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ananda Putra Satria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penerapan kampus inklusi. Sumber: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penerapan kampus inklusi. Sumber: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Memperoleh pendidikan merupakan hak bagi setiap masyarakat. Tidak terkecuali bagi para penyandang disabilitas yang memiliki kedudukan yang sama dengan masyarakat lainnya. Sebagai bagian dari masyarakat, penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan masyarakat lainnya (Puspitosari et al, 2022). Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah membuat peraturan yang memungkinkan para penyandang disabilitas memperoleh pendidikan yang sama dengan masyarakat lainnya bahkan hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu setiap perguruan tinggi harus mulai berbenah diri agar dapat menjadi sebuah tempat di mana para penyandang disabilitas juga dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik atau biasa disebut dengan kampus inklusif.
ADVERTISEMENT
Tantangan dalam Penerapan Kampus Inklusif
Dalam perkembangannya kampus inklusif tidak terlepas dari adanya tantangan yang menyebabkan terhambatnya penerapan kampus inklusif di Indonesia. Berbagai tantangan tersebut meliputi stigma atau pandangan masyarakat, mekanisme pembelajaran, hingga fasilitas kampus yang kurang memadai.
Tantangan pertama adalah pandangan masyarakat terhadap para penyandang disabilitas. Meskipun konsep kampus inklusif telah diterapkan, namun nyatanya tetap saja masih terdapat berbagai pandangan dari warga kampus yang masih menganggap bahwa mahasiswa difabel merupakan sosok yang merepotkan dan menjadi beban. Pandangan itu menyebabkan terpinggirkannya mahasiswa difabel pada saat kegiatan belajar kelompok, karena mahasiswa difabel dianggap sebagai beban yang menghambat jalannya pembelajaran atau pekerjaan dalam kelompok.
Selain pandangan dari masyarakat, tantangan lainnya juga dapat ditemukan dalam mekanisme pembelajaran yang terjadi pada perguruan tinggi. Dalam mekanisme pembelajaran, perguruan tinggi masih menerapkan kurikulum yang belum disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa difabel. Sehingga kerap kali mahasiswa difabel mengalami kesulitan dalam melakukan pembelajaran. Mulai dari sulitnya mengakses materi pembelajaran yang sesuai hingga dosen pengampu mata kuliah yang kurang paham mengenai cara pembelajaran dengan mahasiswa difabel. Kedua hal tersebut menyebabkan tidak optimalnya pembelajaran yang diterima oleh mahasiswa difabel sehingga secara tidak langsung membuat mahasiswa difabel seakan tertinggal dibandingkan dengan mahasiswa lainnya.
ADVERTISEMENT
Tantangan terakhir adalah kurangnya fasilitas kampus yang ramah difabel. Apabila sebuah Universitas telah menerapkan konsep kampus inklusif artinya pihak Universitas wajib untuk menyediakan pelayanan dan fasilitas yang layak dan dapat diakses oleh setiap warga kampus, termasuk para penyandang disabilitas. Fasilitas yang ramah difabel merupakan salah satu hal yang wajib dipenuhi oleh Universitas guna menunjang aktivitas mahasiswa difabel di lingkungan kampus. Akan tetapi fasilitas penunjang difabel tersebut terkadang belum dimiliki oleh kampus, seperti tidak tersedianya bidang miring untuk membantu mahasiswa tunadaksa dalam melakukan mobilisasi ke tempat yang lebih tinggi, atau tidak tersedianya guide block atau jalan bertekstur untuk membantu penyandang tunanetra.
Upaya Pengoptimalan Kampus Inklusif
Berdasarkan berbagai tantangan dan hambatan yang telah disebutkan tadi tentunya akan menyebabkan mahasiswa difabel tidak maksimal dalam melakukan aktivitas belajar di perguruan tinggi. Bahkan terkadang mereka justru seakan dipinggirkan dan tidak dianggap sebagai bagian dari civitas akademik di kampus. Oleh karena itu penting untuk dilakukan upaya pengoptimalan agar penerapan kampus inklusif dapat memperoleh manfaat secara maksimal dan mampu menanggapi tantangan dan hambatan yang ada.
ADVERTISEMENT
Upaya pengoptimalan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan akan pentingnya inklusivitas pada setiap elemen kampus khususnya pada mahasiswa guna menghindari kejadian di mana mahasiswa difabel seakan tereksklusi dan dikucilkan. Pemberian pendidikan mengenai pentingnya inklusivitas dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti pada saat ospek, ataupun program-program pelatihan yang diadakan oleh pihak Universitas.
Upaya selanjutnya adalah dengan menyediakan program pendampingan bagi mahasiswa difabel dalam menjalani aktivitas perkuliahan di kampus. Program pendampingan seperti ini sebenarnya telah dilakukan di beberapa Universitas salah satunya adalah Universitas Brawijaya. Melalui Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) yang telah memberikan layanan pendampingan bagi mahasiswa difabel dalam melakukan aktivitas mereka di kampus, mulai dari perkuliahan, ekstrakurikuler, pengurusan surat-menyurat, pengerjaan skripsi, tugas akhir, observasi maupun penelitian (Jannah dan Sihkabuden, 2017).
ADVERTISEMENT
Selain itu upaya lainnya adalah penyediaan berbagai fasilitas yang ramah difabel di lingkungan kampus. Hal ini sudah sewajarnya dilakukan oleh pihak Universitas, karena pihak Universitas memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan dan fasilitas yang layak bagi setiap warga kampus, termasuk terhadap mahasiswa difabel (Muhibbin, 2021).
Penutup
Dengan demikian, dapat terlihat betapa sulitnya untuk menerapkan konsep kampus inklusif. Begitu banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi guna mewujudkan sebuah ruang yang disebut kampus inklusif. Tantangan dan hambatan tersebut hadir karena masih minimnya pengetahuan terkait permasalahan disabilitas di antara masyarakat kampus. Oleh karena itu penting untuk mengembangkan kesadaran mengenai inklusivitas pada setiap masyarakat kampus. Hal tersebut dapat dimulai melalui diri sendiri dengan merubah pola pikir terhadap para penyandang disabilitas bahwa mereka bukanlah orang-orang dengan kekurangan maupun kecacatan melainkan perbedaan kemampuan. Mereka sama seperti kita sama-sama manusia dan berkedudukan setara.
ADVERTISEMENT
Referensi
Jannah, M. & Sihkabuden. (2017). Implementasi Model Pendampingan Mahasiswa Difabel oleh Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya Malang. Jurnal Ortopedagogia, 3(1).
Muhibbin, M. A. (2021). Tantangan Dan Strategi Pendidikan inklusif di Perguruan Tinggi di Indonesia: Literature Review. Jurnal Pendidikan inklusif, 4(2).
Puspitosari, dkk. (2022). Tantangan Mewujudkan Kampus inklusif di Pendidikan Tinggi dalam Telaah Literatur. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 7(1).