Konten dari Pengguna

Laut dan Sampahnya yang Tak Kunjung Surut

Ananda Putri Wandika
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran tahun angkatan 2022
14 Mei 2025 9:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ananda Putri Wandika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Laut dan Sampahnya yang Tak Kunjung Surut - Lautan telah menutupi sekitar 70 persen permukaan bumi kita. Pada dasarnya manusia akan selalu bergantung kepada laut karena laut dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem global, dari produksi oksigen hingga regulasi iklim.
sc: canva.com
zoom-in-whitePerbesar
sc: canva.com
Namun, ironisnya di tengah ketergantungan kita yang begitu besar pada laut, ulah manusia justru menjadi ancaman terbesar bagi kebersihan dan kelangsungan hidup ekosistem laut. Peringatan Hari Laut Sedunia yang diperingati setiap tanggal 8 Juni seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan dan memperbaiki hubungan kita dengan laut.
ADVERTISEMENT
Ekosistem laut menjadi tempat penampungan berbagai material yang terbawa aliran air, termasuk residu aktivitas pertanian, sisa aktivitas domestik, berbagai jenis sampah, pembuangan dari kapal-kapal, ceceran minyak, serta beragam limbah lainnya (Johan et al., 2020 dalam (Aurora et al., 2023). Hal ini menjadikan laut sebagai muara akhir dari berbagai polutan yang dihasilkan dari aktivitas manusia di daratan maupun di perairan itu sendiri. Banyaknya aktivitas manusia yang bergantung pada laut membuat laut menjadi salah satu bagian dari hidup mereka. Namun, sayangnya dampak aktivitas manusia terhadap ekosistem laut telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Sampah plastik yang mencemari lautan bukan lagi rahasia. Diperkirakan 12,7 juta ton sampah plastik berakhir di lautan setiap tahunnya (Britany Ferries, 2025), membentuk "pulau-pulau sampah" yang mengapung di berbagai samudra dunia salah satunya adalah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Plastik merupakan penyumbang sampah terbesar di lautan Indonesia. Karakteristiknya yang sulit terurai membuat sampah plastik dapat tahan lebih lama dan membahayakan biota laut yang ada di dalamnya. Pencemaran air laut dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap ekosistem laut dan biota laut, namun manusia juga dapat terkena dampak jika terjadi pencemaran ekosistem tersebut (Sains et al., 2023). Media RRI berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Montana State University pada tahun 2012, limbah plastik mengandung zat-zat berbahaya seperti timbal, kadmium, dan merkuri yang sangat beracun. Kontaminan ini dapat memasuki sistem rantai makanan manusia, sehingga menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia. Plastik yang terurai menjadi partikel lebih kecil memungkinkan zat beracun tersebut berpindah dari organisme laut hingga akhirnya dikonsumsi oleh manusia, menciptakan ancaman kesehatan yang serius melalui jalur konsumsi makanan laut (Syamsudin, 2024) .
ADVERTISEMENT
Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, fenomena ini sudah sangat melekat dan tak asing di mata masyarakat. Laut bukan hanya sebagai sumber daya, tetapi juga identitas budaya dan penyangga ekonomi nasional. Kelestarian ekosistem laut haruslah dijaga dan dilindungi oleh manusia. Apapun yang telah diberikan maka akan menghasilkan hasil yang terbaik pula.
Lantas, bagaimana kita bisa melindungi ekosistem laut dari ulah manusia yang merusak? Solusinya tentu membutuhkan pendekatan dan kolaborasi yang melibatkan semua pihak mulai dari individu, komunitas, hingga pemerintah. Dalam buku berjudul Manajemen Komunikasi Lingkungan Berbasis Pengembangan Pariwisata karya Yasir dijelaskan bahwa penting memahami manajemen komunikasi melalui kolaborasi dengan berbagai stakeholder (Yasir et al., 2023).
Dalam konteks kesadaran lingkungan, pemahaman masyarakat adalah nomor satu. Bayangkan jika seseorang memiliki kesadaran akan menjaga ekosistem laut yang kita miliki dengan minimalnya tidak membuang sampah sembarangan ke pantai/lautan, jika hal itu dilakukan oleh 280 juta manusia di seluruh Indonesia, tak menutup kemungkinan laut kita akan aman dari sampah-sampah. Pada kenyataannya masih banyak sampah yang menumpuk di pinggir pantai yang tentu sampah tersebut akan terbawa arus ombak hingga membawa sampah-sampah tersebut tertarik jauh ke tengah laut (Margareta, 2022). Salah satu pantai yang dijuluki sebagai ‘pantai terkotor’ terletak di negara kita tercinta, Indonesia. Tepatnya di Pantai Teluk, Pandeglang, Banten. Pantai yang sempat viral di media sosial karena aksi bersih-bersih Pandawara Group ini menarik banyak perhatian dari kalangan masyarakat biasa, akademisi hingga pemerintah. Dikutip dari (Ghifarie, 2023) bahwasanya kekuatan sosial media melahirkan kabar positif: cepat, tepat dan informatif. Inisiatif inilah yang membuat seluruh lapisan masyarakat turut tergerak hatinya untuk membersihkan kawasan pantai demi kenyamanan bersama.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari (Lupiyanto, 2022) mengatakan bahwa “sampah mesti dikelola secara terpadu, prinsipnya dikelola dengan seminimal mungkin meninggalkan limbah”. Pengelolaan sampah ini tentu dimulai dari diri sendiri. Pengelolaan lebih lanjut melibatkan komunitas dan pemerintah untuk membantunya. Dengan melakukan berbagai kerja sama maka menghasilkan pengelolaan sampah yang maksimal dengan tidak mencemari lingkungan. Dimulai dari sampah atau limbah rumah tangga yang dipilah dan dipilih berdasarkan jenisnya, kontribusi dan dukungan pemerintah yang dapat berperan dalam memberikan pelatihan keterampilan kepada para masyarakat agar mereka dapat mengolah sampah menjadi produk yang bermanfaat. Selain itu, kelompok pemuda seperti karang taruna atau komunitas yang bergerak pada kelestarian lingkungan tentunya dapat ikut serta dalam mengelola sampah untuk memberikan inovasi sebagai langkah awal yang berdampak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penguatan regulasi dan penegakan hukum terhadap pembuangan limbah ke laut harus diperketat. Negara-negara harus bekerja sama dalam membentuk kerangka hukum internasional yang mengikat untuk mengatasi polusi laut lintas batas. Selain itu hal ini juga dapat meminimalisir aktivitas illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal besar yang memasuki zona teritorial tanpa izin. Kegiatan eksploitasi penangkapan ikan tentu dapat menjadi salah satu penyebab utama hilangnya biota laut. Maka dari itu, guna menjaga keseimbangan ekosistem laut perlu adanya aturan dan sanksi ketat bagi siapapun yang melanggarnya.
Permasalahan sampah tak selalu bisa berakhir cepat, pada setiap penanggulangannya ada saja oknum yang melanggar, membuat segala kegiatan penanggulangan yang telah dilakukan terasa sia-sia. Illegal fishing berada dalam jangkauan yang lebih luas lagi, sistem keamanan dan aturan yang telah ditetapkan pemerintah memiliki sanksi yang sepadan bagi para pelanggarnya. Segala tindakan kita untuk menjaga ekosistem laut tetap seimbang haruslah dibarengi dengan konsistensi yang ada pada diri kita. Bukan hanya untuk menjaga biota laut, tapi juga untuk kita para manusia dan juga alam semesta.
ADVERTISEMENT