Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan berkunjung ke Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (16/5). Kedatangan Anies disambut oleh tiga orang seniman.
ADVERTISEMENT
Seorang seniman yang membawa kerajinan anyaman bambu langsung mendekati Anies. Pada anyaman bambu itu tertulis 'Selamat Datang Gubernur Terpilih'. Seniman yang lainnya membacakan puisi dengan lantang. Sedang seorang lagi tampak sibuk menggambar sketsa Anies di atas sebuah kertas.
Anies memperhatikan si pembaca puisi lekat-lekat dan kemudian dia berdiri di samping gambar Chairil Anwar yang tengah mengepit sebatang rokok. Pada gambar itu juga tertulis petikan terkenal Chairil, 'sekali berarti, sudah itu mati'.
Bersama sastrawan Ajip Rosidi dan beberapa pegawai, Anies kemudian berkeliling ruang pusat dokumentasi. Ia menyusuri rak-rak yang dipenuhi dengan tumpukan arsip dan buku-buku.
"Jadi keadaannya begini pak, ini isinya terlalu banyak bukan karena tidak dibereskan," ucap seorang pegawai yang juga memandu Anies.
ADVERTISEMENT
"Sudah mulai didigitalisasi?" tanya Anies.
"Sekarang untuk koran-koran lama kita sudah mulai digitalisasi, untuk koran baru belum," jawabnya.
Anies sering berdecak, baik karena mengagumi koleksi dokumentasi mau pun miris karena keterbatasan yang belum dapat ditangani. Pada sebuah meja Anies ditunjukkan tulisan tangan Chairil Anwar.
Sambil menempelkan perhatiannya pada lembaran kertas dan membuka halamannya, ia berdecak dan berdecak.
"Wah priceless ini. Untung ada tempat ini ya. Priceless ini," kata Anies mengungkapkan kekagumannya.
"Masih banyak buku-buku yang belum kami tempatkan ke dalam rak, karena keterbatasan rak dan keterbatasan ruang, Pak," ujar seorang petugas. "Jadi kayaknya kalau mimpi Pak Jasin sih lebih dari ini (besar tempatnya)," tambahnya.
ADVERTISEMENT
"Saya juga melihat tumpuk-tumpukan begini ya Allah ini barang yang tidak ternilai. Tadi saya lihat naskah tulisan tangannya Chairil Anwar. Itu tidak bisa dibeli," ucap Anies.
Pegawai itu mengungkapkan keresahannya karena anggaran untuk pusat dokumentasi sastra, yang disebut sebagai salah satu terlengkap itu, sudah dihentikan sejak tahun lalu.
Beberapa kali Anies mengambil sebuah buku dari rak tersebut. Kebanyakan adalah buku-buku yang usianya sudah lebih dari 30 tahun. Anies sempat menemukan sebuah buku kecil tentang Ali Sadikin.
"Lihat ni cerita Bang Ali dalam bahasa Sunda. Bang ali si macan ti cangkudu," kata Anies membaca sebuah kalimat dalam buku tersebut disambung decak.
ADVERTISEMENT
Kemudian Anies mengungkapkan kesannya melihat rak-rak yang berdiri tegak berjajar dipenuhi buku-buku tua.
"Rasanya kayak lihat lemari zaman kecil. Saya kebetulan di rumah yang isinya adalah warisan buku lama tinggalan dari zaman kakek. Kira-kira 4500-an buku. Buku-bukunya berbahasa Belanda, Inggris, Jerman dan Arab. Dan banyak sekali justru novel-novel (penulis kelompok) Lekra. Ada terjemahan Anton Chekov juga," jelasnya.
Kemudian ia menemukan sebuah buku tentang Candi Mendut yang diproduksi tahun 1903. Buku berukuran besar itu ditulis menggunakan bahasa Belanda.
"Wah ini sih harta karun di sini," ujar Anies.
Hal menarik terjadi ketika seorang pegawai malah menawarkan Anies untuk bekerja di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin itu. Tawaran itu muncul saat Anies menyebutkan hobinya mengerjakan kliping.
ADVERTISEMENT
"Hobinya bikin kliping kan?" tanya pegawai tersebut.
"Iya dari SD saya suka bikin kliping," jawab mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
"Bisa kerja di sini, Pak. Kita tawaran kerjanya terlambat delapan bulan," sahut si pegawai yang disambut tawa orang-orang di tempat itu.
Di akhir perjalanannya berkeliling itu Anies kembali ditunjukkan sebuah bundel tentang Chairil Anwar. Ia tampak mengagumi dokumentasi tersebut dan juga mengagumi sosok Chairil Anwar.
"Sebenarnya kalau tidak ada bahasa Indonesia, tidak ada negara ini," tukas Ajip Rosidi.
"Iya betul, Pak," ucap Anies. "Ini yang bikin bahasa Indonesia jadi berotot, Chairil Anwar," pungkas Anies.