Konten dari Pengguna

Mewujudkan Transformasi Digital dalam Pelayanan Publik

Ancelmus Andi Pratama
Awardee Beasiswa Kominfo - Bekerja sebagai PSM Ahli Muda Kemendesa PDTT, saat ini menempuh pendidikan Program Minat Master of Arts in Digital Transformation and Competitiveness di Hubungan Internasional UGM. Pendidikan S1 di Ilmu Komputer FMIPA Unud
28 September 2023 18:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ancelmus Andi Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi transformasi digital.  Foto: PopTika/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi transformasi digital. Foto: PopTika/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Transformasi digital memunculkan fenomena baru dalam interaksi sosial. Konektivitas global memungkinkan interaksi sosial yang lebih luas dan real-time sehingga memunculkan peluang pada berbagai sektor, termasuk dalam penyelenggaraan pelayanan publik dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Data dari EGDI (E-Government Development Index) yang digunakan untuk memetakan pembangunan e-government pada negara-negara anggota PBB, mencatatkan Indonesia pada rangking ke-77 secara global pada tahun 2022.
Gambar 2. EGDI Global Rank 2022 (Sumber : publicadministration.un.org, diakses pada 28 September 2023)
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada pada posisi ke-5 namun demikian dari perspektif pencapaian rata-rata, Indonesia telah melampaui indeks rata-rata pembangunan e-government dunia.
Gambar 3. EGDI Asia Tenggara 2022 (Sumber : publicadministration.un.org, diakses pada 28 September 2023)
Sehingga tentu sebagai masyarakat Indonesia kita patut berbangga atas pencapaian ini. Namun demikian tentu sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas, kita juga perlu untuk turut mendorong pencapaian ini agar menjadi lebih baik lagi kedepannya. Tujuannya tidak semata untuk berkompetisi namun untuk dapat mewujudkan pelayanan publik berbasiskan digital yang dapat bermanfaat dan memudahkan masyarakat.

Best Practice dari Estonia dalam Pelayanan Publik

Dalam prolog buku The Global Digital Economic (2015), Holroyd & Coates mengambarkan bahwa Toomas Hendrik Ilves, mantan Presiden Estonia periode 2006-2016, memiliki konsep untuk mengarungi era digital melalui penekanan pada tiga elemen utama meliputi: [1]. Teknologi komputer; [2]. Sistem konektivitas internet; serta [3]. Desain dan produksi dari digital konten.
ADVERTISEMENT
Sebagai hasil dari implementasi konsep tersebut, maka lahirlah identitas Estonia yang dalam headline di artikel Forbes diistilahkan sebagai “The Most Digitally Savvy Country On Earth”. Dalam artikel tersebut dideskripsikan strategi yang dikedepankan Estonia untuk menyelenggarakan pelayanan publiknya, yakni meliputi implementasi “identitas digital online”, dan arsitektur terdistribusi yang mendorong kolaborasi pada sektor publik dan privat.
Dalam wujud implementasi program digitalisasi di bidang pendidikan melalui insiatif bank, pemerintah dan LSM untuk mengajarkan lansia dan masyarakat pedesaan tentang cara menggunakan komputer. Tanggapan masyarakat Estonia pada awalnya bersikap skeptis, namun kebijakan publik melalui layanan digital yang berorientasi pada kemudahan pelayanan mampu mengubah respon masyarakat dan menjadi landasan fundamental dalam meraih dukungan masyarakat.

Komparasi Kebijakan Digital

Kebijakan publik merepresentasikan optimisme pemeritah. Implementasi kebijakan diarahkan untuk merangkul kebutuhan masyarakat secara menyeluruh dan tidak hanya mewakili kepentingan pihak tertentu. Strategi pelayanan publik melalui media dan konten digital merupakan bentuk riil dari komitmen untuk mendorong pembangunan metode pelayanan yang lebih iklusif untuk menyingkirkan batasan-batasan geografis selama ini.
ADVERTISEMENT
Demi mewujudkan strategi pembangunan secara digital, tentu banyak hal yang hal yang perlu diupayakan dan karena itu diperlukan suatu kerangka yang dapat menjadi basis tolok ukur perkembangan pembangunan digital suatu negara. Melalui kerangka ini penulis berusaha untuk melihat fenomena pencapaian digital dari Indonesia dan Estonia sebagai arah pembangunan digital suatu negara.
UNDP Digital Development Compass merupakan alat dari United Nations Development Programme (UNDP) yang mendukung negara-negara anggota PBB dalam perjalanan transformasi digital yang berbasiskan pilar kerangka transformasi digital. Secara ringkas kerangka ini mengukur pembangunan digital suatu negara berdasar beberapa “Pilar”, meliputi Infrastructure, Government, Regulation, Business dan People, lalu pencapaian pada masing-masing pilar tersebut diperingkatkan pada “stage”, yang meliputi stage-1 (basic), stage-2 (opportunistic), stage-3 (systematic), stage-4 (differentiating) dan stage-5 (transformational).
Gambar 4. UNDP Digital Development Compass (Sumber : digitaldevelopmentcompass.org, diakses pada 28 September 2023)
Berdasarkan kerangka ini, secara “overall” Estonia berada pada stage-4 (differentiating) dan Indonesia pada stage-3 (systematic). Tentu banyak komponen yang menjadi basis fundamental dari perbedaan ini, khususnya pada pilar infrastructure, namun demikian penulis berusaha melihat perbedaan dari sisi transformasi digital dalam pelayanan publik, khususnya dari perspektif pilar Government.
Gambar 5. Pilar Government - UNDP Digital Development Compass - (Sumber : digitaldevelopmentcompass.org, diakses pada 28 September 2023)
Berdasarkan data yang dipaparkan melalui pilar Government, Estonia dan Indonesia sama-sama berada pada stage-4 (differentiating), namun secara khusus pada sektor pelayanan publiknya, Estonia memperoleh skor 5.90 sedangkan Indonesia memperoleh skor 4.69. Hal ini menandakan bahwa Indonesia telah berada pada lintasan yang tepat, khususnya dalam pelayanan publik berbasis digital, namun perlu lebih mendorong partisipasi digital dan juga pelayanan berbasis jejaring.
Gambar 6. Pilar People - UNDP Digital Development Compass - (Sumber : digitaldevelopmentcompass.org, diakses pada 28 September 2023)
Pada pilar People, Estonia berada pada stage-5 (transformational) dan Indonesia berada pada stage-3 (systematic), khususnya pada komponen digital literacy skill Estonia memperoleh skor 5,48 sedangkan Indonesia memperoleh skor 3,48. Kondisi ini mengilustrasikan kesenjangan dari Indonesia dan Estonia dari sisi literasi digital masyarakatnya, khususnya pada kuantitas masyarakat yang dapat mengakses internet.
ADVERTISEMENT

Strategi Transformasi Digital

Pembangunan inklusif menjadi orientasi politik yang wajib. Interdependensi antara pemeritah dan masyarakat akan terwujud apabila pemenuhan kebijakan publik dirasakan asas manfaatnya bagi semua lapisan masyarakat. Apabila melihat dari best practice dari mantan Presiden Estonia serta data dari UNDP Digital Development Compass diatas, maka ada beberapa hal yang dapat menjadi masukan bagi pelayanan publik digital di Indonesia, yakni :
Gambar 7. Pilar People - Indonesia vs Estonia - (Sumber : digitaldevelopmentcompass.org, diakses pada 28 September 2023)
[1]. Orientasi pelayanan publik digital sebaiknya memberikan kemudahan bagi masyarakat. Argumen ini didasarkan pada “digital literacy skill” masyarakat Indonesia yang berdasarkan data dari UNDP Digital Development Compass tahun 2023 berada pada stage-3 (systematic) dengan skor 3,48, tertinggal cukup jauh dari Estonia yang berada pada stage-5 (transformational) dengan skor 5,48.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini menjadi penting, sebab masyarakat perlu untuk memiliki kemampuan literasi digital yang adaptif dan memadai untuk dapat mewujudkan masyarakat jejaring di era yang mengedepankan konektivitas global. Sehingga dalam prosesnya diperlukan sistem pelayanan digital yang mudah dioperasikan oleh berbagai kalangan yang heterogen, khususnya kelompok marginal dalam struktur sosial;
Gambar 8. Pilar Government - Indonesia vs Estonia - (Sumber : digitaldevelopmentcompass.org, diakses pada 28 September 2023)
[2]. Mengacu pada data UNDP Digital Development Compass diatas, pilar Government dari Estonia dan Indonesia sama-sama berada pada stage-4 (differentiating), namun demikian secara perolehan skor pada sektor pelayanan publik masih ada perbedaan, dimana Estonia dengan skor 5.94 masih mengungguli Indonesia yang memperoleh skor 4,69.
Sehingga berkaca dari Estonia yang menerapkan sistem “Arsitektur Terdistribusi”, Pemerintah perlu untuk mendorong penyelenggaraan arsitektur pelayanan publik yang didesentralisasikan namun terintegrasi secara nasional. Hal ini juga berdapak pada aspek keamanan data, karena mengurangi kebocoran data akibat dari implementasi database sistem yang belum terintegrasi; dan yang terakhir adalah
ADVERTISEMENT
[3]. Penerapan “Single Identitas Digital” untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses barbagai layanan. sehingga harapannya melalui penerapan kebijakan publik yang berorientasi pada kemudahan pelayanan, masyarakat akan turut mendukung proses transformasi digital sebagai cita-cita bersama untuk mewujudkan Indonesia yang adaptif dalam mengarungi era Revolusi Industri 4.0.