Konten dari Pengguna

Abu-Abu Kesejahteraan Guru

Andre Syahbana Siregar
Guru Sejarah yang Selalu Ingin Berguru
1 Desember 2024 11:46 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andre Syahbana Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri acara Puncak Hari Guru Nasional di Velodrome, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024). Foto: Zamachsyari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri acara Puncak Hari Guru Nasional di Velodrome, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024). Foto: Zamachsyari/kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Persoalan kesejahteraan guru di Indonesia hingga kini masih jauh dari harapan. Meski pada 28 November lalu Presiden Prabowo mengumumkan rencana kenaikan gaji guru, sebenarnya yang dimaksud bukanlah kenaikan gaji secara langsung, melainkan peningkatan tunjangan, dan itu pun hanya terbatas pada guru yang telah mendapatkan sertifikasi.
Untuk guru honorer, tunjangan yang diberikan memang meningkat, namun jumlahnya masih sangat minim. Penambahan sebesar Rp500.000 ini hanya membuat total pendapatan mereka naik dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan, angka yang masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
Sementara itu, untuk guru ASN yang telah bersertifikasi, tunjangan disebut-sebut akan menjadi sebesar satu kali gaji pokok. Namun, perlu diingat bahwa kebijakan ini sebenarnya bukan hal baru, melainkan sudah berlaku sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada masa itu, hingga saat ini guru ASN bersertifikasi memang telah menerima tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk penghargaan atas profesionalisme mereka. Dengan demikian, klaim adanya penambahan gaji bagi guru ASN bersertifikasi pada dasarnya tidak membawa perubahan nyata dalam kebijakan yang sudah berjalan.
Ilustrasi Guru, Sumber: unsplash.com/HusniatiSalma
Abu-abu Kesejahteraan Guru
ADVERTISEMENT
Kesejahteraan guru di Indonesia tampaknya masih berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian. Hingga saat ini, perjuangan guru untuk mencapai taraf hidup yang layak masih jauh dari harapan. Mereka terus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, sementara regulasi yang menjamin upah layak bagi profesi guru masih belum jelas dan konkret.
Tidak adanya kebijakan yang tegas dan menyeluruh tentang kesejahteraan guru mencerminkan lemahnya perhatian negara terhadap mereka yang menjadi ujung tombak pendidikan. Meskipun guru memegang peran krusial dalam membentuk generasi penerus bangsa, penghargaan terhadap profesi ini masih jauh dari memadai. Banyak guru, terutama guru honorer, yang harus hidup dalam keterbatasan ekonomi, meskipun tugas dan tanggung jawab yang mereka emban semakin kompleks.
Situasi ini menciptakan ironi yang menyakitkan: di satu sisi, guru diharapkan untuk mencurahkan seluruh tenaga, pikiran, dan hati mereka demi mencerdaskan anak bangsa, namun di sisi lain, mereka dibiarkan bergulat dengan beban hidup yang berat.
ADVERTISEMENT
Ketidakjelasan regulasi terkait upah layak bagi guru juga menimbulkan dampak sistemik. Guru-guru muda yang potensial dan berbakat mungkin enggan untuk memilih profesi ini karena kurangnya jaminan kesejahteraan. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada kualitas pendidikan di masa depan.
Diperlukan langkah nyata dari pemerintah untuk mengakhiri "abu-abu" ini. Negara harus hadir dengan kebijakan yang jelas, adil, dan berpihak kepada guru, baik ASN maupun honorer, dengan memastikan mereka mendapatkan penghargaan yang setara dengan pengabdian dan tanggung jawab yang mereka emban. Sebab hanya dengan guru yang sejahtera, pendidikan yang bermutu dapat terwujud.
Ilustrasi Guru Sedang Mengajar, Sumber: unsplash.com/HusniatiSalma
Lentera Pengabdiannya dipaksa Tak Boleh Padam
Menjadi seorang guru adalah panggilan jiwa, sebuah pengabdian mulia yang tak pernah mengenal kata lelah. Banyak orang percaya bahwa profesi guru harus dijalani dengan penuh keikhlasan, pengabdian, dan rasa syukur yang mendalam. Namun, di balik harapan ini, terselip persoalan besar yang sering kali diabaikan: pengekangan terhadap hak-hak dasar guru untuk hidup sejahtera.
ADVERTISEMENT
Guru kerap dipandang tidak pantas jika hidup dalam kebahagiaan yang melimpah, kesejahteraan yang memadai, atau bahkan kekayaan. Dalam banyak pandangan, guru seolah hanya pantas menjalani hidup yang serba pas-pasan, meskipun tuntutan pekerjaan mereka terus meningkat. Mulai dari tanggung jawab membangun generasi bangsa, menghadapi kompleksitas dunia pendidikan, hingga menjadi teladan moral, semua ini dibebankan kepada mereka tanpa diimbangi dengan kesejahteraan yang layak.
Ironisnya, di tengah beratnya beban yang dipikul, guru juga harus menghadapi ancaman baru dalam dunia pendidikan. Ketegasan yang mereka tunjukkan dalam mendidik murid sering kali disalahartikan, bahkan dapat berujung pada masalah hukum. Begitu mudahnya seorang guru dilaporkan dan dijebloskan ke penjara hanya karena mencoba mendisiplinkan muridnya. Hal ini menambah luka dalam perjuangan mereka, menjadikan profesi guru semakin terasing dari penghargaan yang seharusnya mereka terima.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, lentera pengabdian guru dipaksa tidak boleh padam. Sudah seharusnya penghargaan atas jasa mereka harus diwujudkan dalam bentuk yang nyata, bukan sekadar kata-kata indah, atau harapan-harapan palsu belaka. Kesejahteraan guru bukan hanya hak, melainkan juga kewajiban bagi bangsa ini. Sebab bagaimana mungkin pendidikan akan maju jika mereka yang berdiri di garis terdepan pendidikan sendiri tidak dihargai dan tidak hidup layak?