Konten dari Pengguna

Mail Order Bride: Ketika Pernikahan Menjadi Komoditas dalam Persimpangan Ekonomi

Andrean Maulana
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada
7 Desember 2024 21:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andrean Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pengantin Pesanan    sumber: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengantin Pesanan sumber: shutterstock
ADVERTISEMENT
Fenomena mail order bride atau "pengantin pesanan" kembali menjadi sorotan setelah pengungkapan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia. Kasus ini tidak hanya menggambarkan sisi gelap perdagangan manusia, tetapi juga mencerminkan kompleksitas ekonomi dan dinamika sosial-budaya dalam masyarakat modern.
ADVERTISEMENT
Latar Belakang: Ketimpangan Gender dan Tekanan Ekonomi
Salah satu penyebab utama adalah ketidakseimbangan gender di China akibat kebijakan One Child Policy. Kebijakan ini memicu kelebihan populasi laki-laki yang sulit mendapatkan pasangan domestik. Menurut laporan Antara News banyak dari mereka mencari istri di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, faktor kemiskinan menjadi alasan utama perempuan tergiur dengan janji kehidupan lebih baik di luar negeri. Seperti dilaporkan oleh Kumparan para pelaku menawarkan imbalan finansial besar untuk menikah dengan warga negara asing, tetapi ini sering kali menjadi kedok eksploitasi.
Proses dan Modus Operandi
Modus operandi biasanya melibatkan agen perjodohan ilegal. Mereka menjanjikan uang kepada perempuan yang bersedia menikah dengan pria asing. Namun, dokumen yang digunakan sering kali palsu, dan pernikahan dilakukan secara siri. Dalam laporan Kumparan, perempuan yang menjadi korban biasanya dibawa ke luar negeri tanpa hak atau kebebasan yang dijanjikan.
ADVERTISEMENT
Dampak Ekonomi dan Budaya
Fenomena ini memiliki dampak besar secara ekonomi dan budaya. Perempuan yang meninggalkan komunitas lokal kehilangan identitas budaya, sementara keluarganya sering mengalami stigma sosial. Sebaliknya, di negara seperti China, pernikahan ini menjadi "solusi darurat" bagi pria yang kesulitan menemukan pasangan domestik. Namun, hubungan ini sering kali bersifat sepihak dan eksploitatif.
Langkah Pemerintah
Pemerintah Indonesia telah bekerja keras untuk menangani kasus ini. Menurut laporan dari SBMI annual report, beberapa langkah yang diambil adalah memperketat aturan pernikahan lintas negara, memperbaiki sistem hukum, dan memulangkan korban dari luar negeri. Selain itu, masyarakat didorong untuk melaporkan kasus semacam ini kepada pihak berwenang jika menemui indikasi eksploitasi.
Pentingnya Edukasi dan Kesadaran
Edukasi masyarakat menjadi kunci utama untuk mencegah fenomena ini. Media, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran akan risiko praktik ini. Perempuan Indonesia juga perlu diberdayakan agar lebih memahami hak mereka dalam pernikahan dan kehidupan lintas negara.
ADVERTISEMENT
Refleksi
Fenomena mail order bride mencerminkan dinamika ekonomi dan sosial yang rumit. Selain kebijakan hukum, diperlukan pendekatan berbasis komunitas dan edukasi untuk melindungi perempuan Indonesia dari eksploitasi.