Konten dari Pengguna

Normalisasi Ketimpangan: Sebuah Refleksi Sosial

Dr Andree Armilis
Sosiolog dan Ahli Manajemen Strategik
10 Mei 2025 13:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Andree Armilis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di keseharian zaman ini, acap kita dihadapkan pada kenyataan yang sulit dipahami. Misal, sebuah insiden yang baru-baru ini menyita perhatian publik; seorang ibu tua dihukum secara fisik hanya karena mencuri lima kilogram bawang. Kejadian ini, yang direkam dan kemudian viral, menggambarkan sekelumit realitas ketimpangan sosial yang tengah terjadi di masyarakat kita. Bukan semata soal tindakan kekerasan terhadap si ibu tersebut tampak tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukannya, namun ia juga merupakan cerminan dari kondisi sosial yang lebih besar: kemiskinan struktural yang memaksa sebagian orang untuk bertindak di luar norma.
ADVERTISEMENT
Kemiskinan struktural, sebagaimana dijelaskan oleh Durkheim, merupakan keadaan di mana seseorang terperangkap dalam kondisi sosial dan ekonomi yang tidak memberikan ruang bagi individu untuk memilih tindakan yang lebih "ideal" secara sosial. Bagi banyak orang di lapisan bawah, kemiskinan bukan sekadar kekurangan materi, tetapi juga kekurangan akses terhadap sistem hukum yang adil, pendidikan, atau bahkan kesempatan untuk memperbaiki nasib mereka. Ketika seorang perempuan tua terpaksa mencuri untuk bertahan hidup, kita harus mempertanyakan apakah sistem yang ada masih mampu memberikan jalan keluar yang memadai bagi mereka yang terpinggirkan.
Di sisi lain, kita juga menyaksikan kejadian yang semestinya lebih mengejutkan, namun menjadi biasa bagi mereka yang berada di puncak hierarki sosial. Seorang mantan direktur perusahaan negara yang terlibat dalam skandal korupsi dengan kerugian negara yang sangat besar, divonis dengan hukuman yang lebih ringan dari tuntutan jaksa. Vonis yang jauh lebih rendah daripada yang diharapkan menunjukkan ketimpangan lain dalam penerapan hukum. Meskipun hukum kita seharusnya berlaku setara, kenyataannya, mereka yang memiliki kekuasaan atau akses ke sumber daya sering kali dapat mempengaruhi jalannya proses hukum.
ADVERTISEMENT
Dari kacamata Weber, kekuasaan bukan hanya soal siapa yang paling kuat, tetapi juga siapa yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi struktur dan proses sosial. Dalam kasus ini, mereka yang berada di puncak kekuasaan sering kali memiliki "otoritas yang sah" yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan perlakuan yang berbeda, meskipun tindakannya merugikan banyak pihak. Ketidaksetaraan dalam penegakan hukum ini semakin menebalkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem yang seharusnya melayani kepentingan umum.
Ada lagi, baru-baru ini kita kembali disuguhkan dengan berita kontroversial yang melibatkan seorang mantan presiden. Meski sudah tidak menjabat, ia tetap menyedot energi, emosi dan perhatian publik dengan melaporkan lima orang—termasuk akademisi dan aktivis—ke polisi, dengan tuduhan menyebarkan fitnah terkait ijazah palsunya. Aksi ini tidak hanya memperpanjang kontroversi, tetapi juga menunjukkan bagaimana elit politik terkadang lebih sibuk dengan urusan pribadi yang tidak relevan, ketimbang memusatkan perhatian pada permasalahan yang lebih penting bagi masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Bourdeau dalam pikirannya soal habitus menjelaskan bahwa para elit sosial sering kali berupaya untuk terus-menerus mempertahankan gaya hidup dan cara pandang mereka yang terbentuk selama berada di posisi kekuasaan. Mereka acap kali gagal melihat dunia di luar lingkaran mereka, dan lebih cenderung untuk memperpanjang narasi yang mereka kenal—sebuah pola yang terus berulang meski sudah tidak lagi relevan. Dalam konteks ini, tindakan melaporkan orang lain atas isu-isu pribadi menjadi semacam pengalihan perhatian dari masalah sosial yang lebih besar dan lebih mendesak.
Ketimpangan ini memperlihatkan dua dunia yang sangat berbeda. Di satu sisi, kita melihat mereka yang hidup dalam kemiskinan yang terperangkap dalam ketidakadilan struktural dan ketidakhadiran negara, sementara di sisi lain, mereka yang memiliki kekuasaan menikmati perlakuan istimewa dalam banyak hal, termasuk dalam penegakan hukum. Ketika rakyat kecil dihukum dengan keras karena berbuat kesalahan kecil untuk bertahan hidup, sementara yang berkuasa bisa lolos dari jeratan hukum meskipun melakukan kejahatan besar, maka kita harus mulai bertanya—apakah sistem kita masih berjalan sesuai dengan prinsip keadilan sosial yang seharusnya?
ADVERTISEMENT
Apa yang kita hadapi adalah ketimpangan yang telah lama berakar dalam masyarakat. Kita tidak hanya berbicara tentang kegagalan dalam penegakan hukum, tetapi juga tentang ketidakmampuan sistem untuk melihat dan menangani perbedaan yang mendalam ini. Sebagai masyarakat, kita perlu mulai menyadari bahwa ketimpangan sosial ini bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan begitu saja. Kita memerlukan pendekatan yang lebih manusiawi, yang tidak hanya melihat kesalahan dari satu perspektif, tetapi memahami mengapa kesalahan itu terjadi, dan bagaimana kita dapat menciptakan sistem yang lebih inklusif dan adil.
Sebagai penutup, kita perlu mengingat bahwa keadilan sosial bukanlah sebuah konsep abstrak. Ini adalah prinsip yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada yang lebih penting daripada menciptakan sebuah sistem yang memberikan perlakuan yang adil bagi semua lapisan masyarakat, tanpa membedakan status sosial, kekayaan, atau kekuasaan. Itulah yang akan membawa kita pada masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan lebih dari sekadar perbaikan pada sistem hukum. Yang paling penting adalah keberanian masyarakat untuk berjuang demi kesetaraan dan keadilan sosial. Tanpa keberanian ini, ketidakadilan akan terus berlarut-larut, dan sistem yang tidak berpihak pada rakyat akan terus memperpanjang ketimpangan. Maka, sudah saatnya kita semua, sebagai bagian dari masyarakat, berdiri bersama, bersuara, dan memastikan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, diperlakukan secara adil. Hanya dengan begitu kita bisa menciptakan perubahan yang nyata, untuk masa depan yang lebih baik dan lebih berkeadilan bagi bangsa ini.
Ilustrasi Kondisi Sosial Masyarakat. Sumber: AI