Memangnya Kenapa Kalau Nama Program Pemerintah Sering Berganti-ganti? Masalah?

Andri Saleh
ASN, Humas, Penulis, Kolumnis, Komikus
Konten dari Pengguna
30 Juli 2021 7:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
Tulisan dari Andri Saleh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Pixabay from Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Pixabay from Pexels
ADVERTISEMENT
Saya tidak habis pikir maunya netizen negara kosong enam dua ini. Segala sesuatu pasti dikomentari. Apapun itu, dari hal-hal yang penting sampai hal-hal yang sangat tidak penting, selalu jadi bahan hujatan. Ya Tuhan, apa tidak ada kerjaan lain yang lebih produktif gitu?
ADVERTISEMENT
Salah satu yang paling sering dikomentari oleh netizen adalah kebijakan-kebijakan pemerintah. Kebijakan yang (sepertinya) lahir dari hasil pemikiran yang mendalam, riset yang ilmiah, diskusi yang panjang, dan anggaran dana yang besar, eeeh dikomentari seenak udel sama netizen. Memang dipikirnya gampang apa ngurus negara?
Contoh yang baru saja ramai di dunia maya adalah kebijakan pemerintah mengenai penamaan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat yang baru. Setelah sebelumnya sukses dengan nama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PPKM Ketat, PPKM Transisi, PPKM Mikro, dan PPKM Darurat, kini pemerintah merencanakan penamaan yang baru: PPKM Level 1 sampai 4.
Mendengar rencana yang mahabrilian ini, netizen bertindak cepat. Ribuan komentar menyembur tak terkendali membanjiri dunia maya. Apalagi isinya kalau bukan hujatan? Ada yang bilang leveling PPKM ini mirip dengan ayam geprek lah, keripik pedas lah. Malah ada juga yang bilang penamaan baru ini ide konyol yang tidak berpengaruh terhadap hasil pandemi Covid-19. Tidak substansial, begitu bahasa kerennya.
ADVERTISEMENT
Ayolah. Netizen sepertinya perlu sedikit dewasa dalam menyikapi hal ini. Nama program/kebijakan pemerintah yang sering berganti-ganti tanpa mengubah substansi justru merupakan jati diri hakiki bangsa Indonesia. Perlu dicamkan bahwa karakter inilah yang diwariskan dan dilestarikan oleh nenek moyang kita sejak zaman dahulu kala. Tidak percaya? Ini ada beberapa contoh bahwa karakter seperti ini adalah budaya yang harus dilestarikan, selain korupsi tentunya.
#1 Jenjang Sekolah
Ada yang tahu jenjang sekolah setelah SMP? Jawabannya pasti beragam, tergantung rentang tahun berapa dia daftar. Ada yang jawab SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas), ada yang jawab SMA (Sekolah Menengah Atas), ada juga SMU (Sekolah Menengah Umum). Jangan tanyakan apa perbedaannya karena substansinya sama saja.
#2 Ujian Masuk Perguruan Tinggi
ADVERTISEMENT
Lulus SMA eh SMU, sebagian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka berkompetisi untuk masuk perguruan tinggi negeri melalui sistem ujian. Nama ujiannya pun tergantung di tahun berapa dia ikut. Tahun 1970-an, namanya SKALU (Sekretariat Kerjasama Antar Lima Antar Universitas). Tahun 1980-an, namanya berganti jadi SIPENMARU (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Nah, kalau saya dulu, tahun 1990-an, namanya UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Setelah itu namanya banyak berganti seperti SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri), dan seterusnya. Sekali lagi, jangan tanya apa bedanya karena substansinya sama saja.
#3 Jaminan Kesehatan
Hayo, siapa yang bingung dengan istilah ASKES (Asuransi Kesehatan), JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat), dan JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat)? Yaa ndak perlu bingung, Ngab. Intinya sih sama saja, jaminan kesehatan dari pemerintah untuk masyarakat. Kalau ada yang nanya kenapa namanya berganti-ganti? Jawab saja YNTKTS.
ADVERTISEMENT
#4 Mata Pelajaran
Buat yang sudah berumur seperti saya, pastinya pernah mendengar mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) ketika duduk di bangku SD. Selang beberapa tahun, mata pelajaran ini berganti nama menjadi PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Dan terakhir, ketika anak saya masuk SD, namanya sudah berubah lagi menjadi PKN (Pendidikan Kewarganegaraan). Apakah isi materinya ada perubahan? Entahlah, tapi intinya sama saja sih.
#5 Pemerintahan
Bidang pemerintahan juga tidak mau kalah untuk urusan pergantian nama ini. Dulu, seorang Menteri itu membawahi Departemen. Kalau sekarang namanya berganti menjadi Kementerian. Selain itu, pegawai negeri yang dulunya diberi nama PNS (Pegawai Negeri Sipil) berubah menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara). Saya sebagai seorang PNS, eh ASN, pun masih belum paham di mana letak perbedaannya.
ADVERTISEMENT
Nah, dari beberapa contoh ini -dan sebetulnya masih banyak lagi kalau mau dicari- seharusnya netizen kosong enam dua ini memahami apa yang dilakukan pemerintah saat ini. Pergantian nama program pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 ini adalah hal yang patut diapresiasi. Karena, selain menunjukkan bahwa pemerintah selalu punya progress dan inovasi, ini juga menunjukkan bahwa pemerintah berpegang teguh pada karakter dan jati diri bangsa Indonesia seutuhnya. Bravo, pemerintah!