Tak Ada Cinta di Pasifik

Andy Laksmana
Lulusan FISIP UI yang gemar jalan-jalan, olah raga dan menonton film. Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak lebih dari 15 tahun lalu
Konten dari Pengguna
20 Februari 2021 15:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andy Laksmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bulan Februari adalah bulannya cinta. Saatnya Valentine’s Day bagi yang sedang jatuh cinta. Sayangnya, itu tidak terjadi di Pasifik. Bulan Februari 2021 ini adalah bulan penuh ketegangan di kawasan itu. Terpilihnya Henry Puna, Mantan Perdana Menteri Cook Islands sebagai Sekjen baru Pacific Islands Forum (PIF) pada Special Leaders’ Retreat (SLR) atau pertemuan para pemimpin negara anggota PIF tanggal 3 Februari 2021 justru mengakibatkan keluarnya 5 negara anggotanya. Hal tersebut diperparah dengan diusirnya Wakil Rektor University of South Pacific (USP) dari Suva Fiji. Kedua kejadian memang tidak berkaitan langsung, namun pertanda ada sesuatu yang “salah” di sana.
ADVERTISEMENT
SLR PIF seharusnya jadi momen besar di Pasifik, karena pertemuan itu sudah ditunda beberapa kali akibat Pandemi Covid-19. Seperti pertemuan-pertemuan internasional lainnya, SLR dilaksanakan secara virtual. Artinya para Presiden dan Perdana Menteri harus duduk berdebat dan berdiskusi tentang masa depan kawasannya selama berjam-jam di depan layar; suatu hal yang pertama kali terjadi dalam sejarah PIF. Padahal pertemuan langsung dan berbicara dari hati ke hati adalah bagian penting dari budaya Pasifik.
Bibit Perpecahan
Sejak Oktober tahun lalu, pemimpin kelompok negara Mikronesia sudah ancang-ancang saat diputuskan SLR PIF akan diadakan secara virtual. Pemimpin Nauru, FS Mikronesia, Palau, Kep. Marshall, dan Kiribati sepakat dukung Gerald Zackios, mantan Duta Besar kep. Marshall untuk Amerika Serikat, sebagai Sekjen PIF berikutnya, untuk gantikan Sekjen Meg Taylor asal PNG. Kesepakatan itu disertai ancaman: akan keluar dari PIF kalau calon mereka tidak terpilih. Alasan mereka, adanya gentlemen’s agreement menggilir posisi sekjen PIF. Selain itu, wakil kelompok Mikronesia terakhir kali menjabat sebagai sekjen PIF di tahun 1998. Sejak itu, sekjen PIF dipegang oleh wakil-wakil dari kelompok Melanesia (2 orang), Polinesia (2 orang), dan Australia (1 orang)
Namun tidak disangka, ternyata kelompok lain juga mengajukan calon-calon sekjen, hingga total mencapai 5 orang. Kelompok Mikronesia memandang hal ini sebagai pengingkaran kesepakatan bersama/gentlemen’s agreement tentang rotasi posisi sekjen PIF. Di lain pihak, kelompok lain (Melanesia dan Polinesia) punya pandangan berbeda tentang hal ini. Mereka melihat upaya pemaksaan kehendak dari kelompok Mikronesia ini sebagai pengingkaran dari napas konsensus dan dialog (talanoa) yang menjadi budaya di Pasifik. Kelompok Mikronesia dianggap menutup ruang dialog dan memaksa negara-negara PIF lainnya memilih calon mereka, padahal posisi sekjen didasarkan pada merit dan rekam jejak masing-masing calon.
ADVERTISEMENT
Keputusan Keluar
Ilustrasi Mikronesia. Foto: Getty Images
Saat tiba di ujung agenda pertemuan, para pemimpin Pasifik tidak berhasil mencapai kata sepakat hingga lewat tengah malam tentang sekjen berikutnya. Fiji berbesar hati memundurkan calonnya, Ratu Inoke Kubuabola, untuk menjaga keutuhan Pasifik. Saat mencapai tahap akhir pemilihan, terjadi persaingan keras antara wakil kelompok Polinesia dan Mikronesia, yang dimenangkan secara tipis 9 vs 8 oleh wakil Polinesia (Henry Puna).
Menanggapi hal tersebut, kelima pemimpin kelompok Mikronesia mengadakan pertemuan darurat pada tanggal 8 Februari 2021, dengan keputusan utama adalah keluar secara kolektif dari PIF. Sebagai kelompok negara kecil yang paling rentan secara ekonomi, negara-negara Mikronesia merasa sering di-bully oleh negara-negara besar di Pasifik. Oleh karenanya, masing-masing negara akan segera memulai proses internalnya, dan akan sampaikan notifikasi ke Sekretariat PIF tentang keluarnya negara masing-masing.
ADVERTISEMENT
Sesuai aturan main di PIF, proses tersebut akan berlangsung selama setahun sejak diserahkannya notifikasi, dan apabila dalam kurun waktu tersebut proses tidak dilanjutkan, pengunduran diri secara otomatis batal.
Indonesia dan PIF
Sebagai salah satu negara mitra wicara, Indonesia punya kepentingan besar di PIF. Visi Pacific Elevation telah disampaikan oleh Menlu RI di tahun 2019. Melalui visi tersebut, Indonesia akan meningkatkan persahabatan dan kemitraan di Pasifik di segala bidang, baik bidang ekonomi, kerja sama pembangunan, bisnis, maupun people-to-people contact.
Indonesia memiliki posisi unik di Pasifik, karena adalah rumah bagi masyarakat kelompok Melanesia di 5 Provinsi Timur Indonesia, dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta jiwa, atau hampir setara dengan seluruh populasi di Pasifik, minus Australia dan Selandia Baru. Indonesia adalah kawasan Pasifik paling barat yang menjadi jembatan kawasan Pasifik dengan kawasan Asia, khususnya wilayah ASEAN. Indonesia juga berada di khatulistiwa, menjadi penghubung antara kawasan Pasifik selatan (kelompok Melanesia dan Polinesia) dan Pasifik utara (kelompok Mikronesia)
ADVERTISEMENT
PIF juga merupakan institusi penting bagi diplomasi kedaulatan Indonesia di Pasifik. Meskipun PIF tetap mengakui kedaulatan Indonesia, isu Papua beberapa kali dibahas dalam pertemuan sebagai bagian dari semangat Talanoa di Pasifik. Indonesia diberikan kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan isu Papua dalam forum diskusi yang digelar oleh PIF dan dihadiri oleh berbagai kalangan di Pasifik.
PIF Quo Vadis
Dengan keputusan keluarnya 5 negara Mikronesia, PIF akan kehilangan hampir sepertiga dari kawasan Pasifik. Artinya PIF akan berkurang kredibilitasnya sebagai pembawa suara Pasifik di forum internasional untuk isu-isu penting seperti climate change dan penanganan pandemi Covid-19.
Indonesia dalam hal ini bisa memainkan peran konstruktif dalam hal: pertama, membawa berbagai pengalaman Indonesia di ASEAN, khususnya dalam menerapkan budaya konsensus sebagai landasan sebuah organisasi regional yang berkelanjutan. Kedua, Indonesia bisa menjembatani kepentingan yang berbeda di Pasifik dengan menjadi honest broker antara kelompok-kelompok berbeda di Pasifik, bersama-sama dengan Australia dan Selandia Baru. Ketiga, Indonesia bisa jalin hubungan yang lebih erat dengan negara-negara kelompok Mikronesia sebagai bagian dari visi Pacific Elevation.
ADVERTISEMENT
Jadi, selama setahun ke depan, negara-negara Pasifik bisa merenung mengenai pilihan-pilihan mereka. Apakah akan tetap terus dalam cinta, atau putus. In this case, Indonesia bisa menjaga agar cinta itu tetap ada di Pasifik.