Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan Pembangunan
25 Februari 2024 16:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Anestia Lairatri Prabandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Implikasi Otonomi Daerah
ADVERTISEMENT
Otonomi daerah pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 1999 dengan didukung adanya peraturan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 saat ini digantikan dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
ADVERTISEMENT
Kebijakan desentralisasi akan menciptakan daerah otonom, dimana daerah tersebut memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam pengambilan kebijakan untuk daerahnya sendiri. Selain itu setiap daerah otonom memiliki kewajiban untuk merencanakan, mengatur dan melaksanakan serta membiayai pembangunan daerah.
Kebijakan desentralisasi ini memberikan dampak positif maupun negatif untuk daerah dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki di setiap daerah. Kebijakan desentralisasi ini bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien serta demokratis.
Tantangan dari sistem desentralisasi muncul ketika adanya perencanaan atau pengembangan fasilitas publik yang lintas daerah, permasalahan tersebut berupa aspek kewenangan, koordinasi, birokrasi ataupun pendanaan infrastruktur yang membuat terhambatnya pembangunan fasilitas publik. Fasilitas publik yang diperlukan kerja sama baik antar pemerintah ataupun non-pemerintah antara lain pembangunan TPA regional, pengendalian banjir, pengurangan polusi,kemacetan dan beberapa isu lainnya.
ADVERTISEMENT
Adanya perbedaan kemampuan setiap daerah dalam mengelola daerahnya sendiri membuat munculnya ketimpangan pembangunan. Oleh karena itu strategi “collaborative governance” perlu diterapkan untuk membantu setiap daerah dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Collaborative Governance Jawaban untuk Pembangunan Daerah
Collaborative governance merupakan jawaban dari banyaknya tantangan yang dihadapi pemerintah. Kolaborasi adalah bentuk kerja sama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat (Haryono,2012).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah Dengan Daerah Lain Dan Kerja Sama Daerah dengan Pihak Ketiga merupakan usaha bersama yang dilakukan oleh Daerah dengan Pihak Ketiga dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan percepatan pemenuhan pelayanan publik.
ADVERTISEMENT
Kerja sama pemerintah selain dalam pemenuhan pelayanan publik dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, kerja sama antara pemerintah dengan pemerintah ataupun non-pemerintah dilakukan untuk pengurangan disparitas wilayah. Melalui hubungan kerja sama yang baik, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas daerah dalam penggunaan sumber daya secara lebih optimal, pengembangan ekonomi dan pengurangan disparitas wilayah.
Sebagai contoh dalam proses kerja sama dalam pembangunan di Kawasan Metropolitan Jakarta atau kerap di sebut Kawasan Jabodetabek-punjur, dilakukan kerja sama dalam beberapa bidang. Kerja sama ini merupakan kerja sama lintas daerah ataupun dengan non-pemerintahan. Adanya tim kerja PMO Jabodetabek-punjur dibawah Kementerian ATR/BPN menjawab kegelisahan daerah khususnya kawasan Jabodetabek-punjur dalam kegiatan koordinasi, sinkronisasi, dan debottlenecking permasalahan di Jabodetabek-punjur. PMO Jabodetabek-punjur memfasilitasi daerah untuk melakukan kerja sama pemerintah lintas daerah maupun kerja sama pemerintah dan lembaga non-pemerintahan.
ADVERTISEMENT