news-card-video
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Film Women From Rote Island: Antara Tradisi dan Pencarian Keadilan

Angelica Pricilia Istanto
Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional, Universitas Kristen Satya Wacana
24 Februari 2025 12:53 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angelica Pricilia Istanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Edited by : Angelica Pricilia Istanto
zoom-in-whitePerbesar
Edited by : Angelica Pricilia Istanto
ADVERTISEMENT
Realitas kesetaraan gender di Indonesia masih jauh dari ideal. Dinamika perjuangan perempuan dalam menghadapi ketidakadilan dan ketegangan yang berakar pada tradisi patriarki, khususnya perempuan untuk mendapatkan hak dan keadilan yang setara dan menjadi isu krusial yang tak kunjung usai. Tradisi, sebagai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan yang diwariskan turun-temurun, sering kali menjadi justifikasi bagi praktik diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan Sehingga dalam dilema gender yang berada pada bagaimana tradisi seringkali memperkuat stereotip gender dan ketidaksetaraan. Beberapa tradisi yang membatasi peran perempuan dalam masyarakat, membenarkan kekerasan berbasis gender, atau norma-norma yang merendahkan perempuan. Dalam tradisi ini dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada terjadinya pelecehan seksual, karena norma-norma yang tidak setara dapat menciptakan lingkungan di mana pelecehan dianggap wajar atau dapat diterima, sehingga film Women From Rote Island ini sebagai representasi untuk membahas dilema gender karena tradisi, yang menjadi kasus pelecehan seksual banyak perempuan yang jadi korban hingga korban pembunuhan serta dilanggengkan oleh tradisi.
ADVERTISEMENT
Film Women from Rote Island mengisahkan perjuangan seorang ibu yang bernama Orpa yang menjadi orang tua tunggal bagi kedua anak perempuannya yaitu Martha dan Bertha, setelah kepergian sang suaminya Abraham. Anak sulungnya,Martha, kembali ke rumah setelah bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) buruh perkebunan sawit ilegal di Malaysia. Selama bekerja di perkebunan kelapa sawit, Martha mengalami pelecehan seksual yang menyebabkan trauma mendalam. Di kampung halamannya di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, Orpa dan anak-anaknya menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dan stigma dari masyarakat patriarkal setempat. Sebagai seorang janda, orpa sering menjadi sasaran stigma negatif, sementara Martha harus berjuang dengan depresinya akibat kekerasan yang dialaminya dan menjadi korban pelecehan seksual lagi di kampung halamannya sendiri pelakunya pun orang terdekat yang selalu terlihat baik pada keluarganya Orpa, dan adiknya bernama Bertha yang mencari Martha dan tidak sengaja melihat dan merekam sebuah kejadian intim yang seharusnya tidak dia saksikan namun, tindakan bertha berujung pada malapetaka. Dia diculik, disekap, dan akhirnya mengalami kekerasan seksual yang keji sebelum akhirnya dibunuh secara brutal. Ketika tubuhnya ditemukan dalam keadaan termutilasi, masyarakat hanya bisa menyaksikan realitas tidak sengaja mengalami pelecehan seksual yang tragis. Sehingga para wanita di pulau Rote melakukan demo di jalan sampai ke kantor polisi untuk menuntut keadilan.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual adalah suatu tindakan kejahatan yang merugikan dan menimbulkan trauma, terutama bagi perempuan. Tindakan ini mencakup kontak fisik dan non-fisik, seperti siulan, sentuhan tidak pantas, dan ucapan yang merendahkan. Pelecehan seksual terjadi karena sistem nilai yang menempatkan perempuan sebagai kelompok yang lemah,lebih rendah dibandingkan laki-laki, dan terpinggirkan serta perempuan masih dipandang sebagai second class citizens. Perlindungan hukum bagi korban pelecehan seksual diatur dalam Pasal 285 KUHP, yang melindungi martabat perempuan dari kekerasan seksual.
Dalam konsep Interseksionalitas yang merupakan acuan dalam melihat bagaimana berbagai faktor sosial saling berinteraksi dalam menciptakan diskriminasi dan bagaimana untuk memahami perempuan sehingga tidak mengalami berbagai bentuk penindasan yang tidak hanya disebabkan oleh gender, tetapi juga oleh faktor lain seperti kelas sosial, etnisitas, dan lokasi geografis yang terpinggirkan. Interseksionalitas, yang diperkenalkan oleh Kimberlé Crenshaw, menekankan bahwa seseorang dapat mengalami diskriminasi berlapis akibat identitas sosialnya yang saling berpotongan. Dalam film ini, perempuan di Pulau Rote tidak hanya menghadapi batasan karena sistem patriarki, tetapi juga akibat status ekonomi dan adat istiadat yang membatasi akses mereka terhadap keadilan. Ketika hukum adat lebih diutamakan daripada hak asasi, perempuan dari latar belakang kurang mampu dan terpencil memiliki hambatan yang jauh lebih besar dibandingkan perempuan dari kelas sosial yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Melihat dari kacamata feminisme,yang di mana gerakan untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap gender. Perjuangan perempuan dalam film Women From Rote Island mencerminkan bagaimana sistem patriarki yang mengakar kuat telah menciptakan struktur sosial yang telah menindas perempuan dalam aspek kehidupan. Feminisme interseksional melihat bagaimana perempuan tidak hanya mengalami ketidakadilan berbasis gender, tetapi juga terjebak dalam diskriminasi yang berakar pada kelas sosial, budaya, dan hukum adat yang tidak berpihak pada mereka. Dalam film ini kekerasan seksual yang dialami martha tidak hanya merupakan tindakan kriminal yang merenggut martabatnya, tetapi juga penindasan kekerasan seksual yang dialami Martha tidak hanya merupakan tindakan kriminal yang merenggut martabatnya, tetapi hal ini juga menunjukkan bagaimana adat dan aturan masyarakat masih mengatur dan membatasi kebebasan perempuan. Sehingga Nilai feminisme pada situasi ini menuntut perubahan sistem gender yang lebih adil, di mana perempuan memiliki kebebasan untuk menentukan masa depannya tanpa tekanan ekonomi, budaya, maupun sosial. Perjuangan perempuan di Rote dalam film ini dapat dilihat sebagai simbol perlawanan terhadap tatanan patriarki, di mana mereka mulai menyadari hak-hak mereka dan berani menantang tradisi yang tidak memberikan ruang bagi keadilan gender.
ADVERTISEMENT
Pada Film Women from Rote Island mengangkat isu kekerasan dan pelecehan seksual sebagai dampak sistem patriarki, norma adat yang merugikan, dan ketidaksetaraan sosial. Martha, seorang buruh migran, mengalami kekerasan seksual di luar negeri dan di kampung halamannya hingga menimpa Bertha, termasuk pembunuhan, mencerminkan realitas pahit yang dihadapi banyak perempuan dalam masyarakat patriarkal. Film ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak mengenal batas tempat dan waktu. ketidakadilan diperparah oleh sistem yang mengabaikan keadilan bagi korban. Perempuan seringkali tidak memiliki kendali penuh atas tubuh dan keinginan mereka, bahkan di lingkungan yang seharusnya melindungi mereka, serta Pelecehan seksual dalam film ini bukan hanya dilihat sebagai tindakan individu, tetapi juga sebagai masalah sosial yang lebih luas. Melalui lensa feminisme, film ini menyerukan perubahan sistem gender yang lebih adil, di mana perempuan memiliki kebebasan untuk menentukan masa depan mereka tanpa tekanan ekonomi, budaya, dan sosial.
ADVERTISEMENT
Kesuksesan Film Women From Rote Island ini yang mengangkat isu gender dalam tradisi yang mencari keadilan, berkompetisi dalam kategori Best International Feature Film di Academy Awards (Oscar) 2025 ini menembus daftar panjang yang merupakan pencapaian luar biasa bagi perfilman Indonesia. Film yang disutradarai oleh Jeremias Nyangoen ini berhasil masuk dalam daftar panjang 95 besar film internasional dan diharapkan dapat melangkah lebih jauh hingga masuk nominasi 14 besar. Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, secara tegas menyatakan dukungan penuh pemerintah terhadap Film Women From Rote Island serta dukungan dari Kementerian Kebudayaan maupun Kementerian Ekonomi Kreatif, hingga menunjukkan bahwa negara mulai memberikan perhatian serius terhadap industri film sebagai alat diplomasi budaya dan penyampaian pesan sosial yang kuat. Film ini tidak hanya mengangkat nama Indonesia di kancah internasional, tetapi juga menyoroti masalah kekerasan seksual dan ketidakadilan gender yang terjadi di seluruh dunia. Sehingga dukungan pemerintah dan kualitas film yang baik menunjukkan bahwa film Indonesia mampu menjadi alat untuk menyuarakan isu sosial yang penting.
ADVERTISEMENT
Film ini mengajarkan nilai berharga tentang perjuangan perempuan menghadapi ketidakadilan gender dan kekerasan, khususnya pada pelecehan seksual. Melalui kisah perempuan di Pulau Rote, film ini menggambarkan bagaimana mereka terus berjuang melawan tradisi dan norma yang mengekang, meskipun lingkungan seringkali tidak berpihak pada mereka. Keberanian para perempuan dalam menentang budaya patriarki menjadi simbol perlawanan yang kuat. Mereka tidak hanya menyadari hak-hak mereka, tetapi juga berani menantang tradisi yang tidak memberikan ruang bagi keadilan gender. Film ini menegaskan bahwa perempuan berhak hidup bebas dan dan perlunya perubahan sosial dari kekerasan dan diskriminasi.