Legalisasi Ganja untuk Keperluan Medis di Indonesia

Angeli Valencia Pratiwi
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
13 Juli 2022 18:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Angeli Valencia Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tanaman Ganja (Sumber Foto : unsplash.com)
zoom-in-whitePerbesar
Tanaman Ganja (Sumber Foto : unsplash.com)
ADVERTISEMENT
Legalisasi ganja medis di Indonesia semakin menguat setelah dilakukannya sejumlah penelitian yang menunjukkan adanya potensi dari ganja medis sebagai alternatif dalam pengobatan.
ADVERTISEMENT
Pembahasan mengenai legalisasi ganja untuk keperluan medis, setelah saya cari tahu awalannya, ternyata hal ini mencuat setelah seorang ibu bernama Santi Warastuti, ketika berada di kegiatan car free day membawa poster yang berisikan harapan agar ganja medis dapat dilegalkan sebagai obat untuk anaknya yang menderita celebral palsy. Di dalam ganja mengandung minyak CBD (cannabidiol), minyak ini dibutuhkan untuk terapi penyakit anak dari ibu Santi Warastuti.
Ganja menurut hukum positif di Indonesia termasuk golongan narkotika yang dianggap paling berbahaya karena memiliki kecanduan yang sangat tinggi dan tanaman telah lama dipandang negatif oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, Indonesia merupakan salah satu negara yang belum melegalisasikan ganja sebagai keperluan medis. Beberapa negara yang sudah melegalkan ganja untuk medis antara lain adalah Kanada, Amerika Serikat, Turki, Thailand, Belanda, Sri Lanka, Italia dan Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Kandungan Ganja
Senyawa yang paling utama yang terkandung dalam ganja adalah THC (tetrahydrocannabinol) yang mampu menyebabkan kecanduan dan ketergantungan. Selain itu THC juga memiliki turunan yang minim efek psikoaktif yakni CBD, senyawa ini berefek sebagai anti kejang.
Dikutip dari vo.id, menurut peneliti ganja dari Universitas Syiah Kuala Aceh, Profesor Musri, ganja medis melalui CBD (cannabidiol) oil yang diekstrak dari tanaman ganja dapat menangani cerebral palsy.
Meskipun mempunyai manfaat medis dan secara ekonomi menggiurkan yang berpotensi menambah pendapatan negara, ganja juga punya sisi buruk. Seperti yang diungkapkan oleh pakar hukum narkotika Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Dr Slamet Pribadi, bahwa ganja bisa berbahaya jika dipakai berkepanjangan karena bisa mencapai ketergantungan serta menyebabkan masalah seperti keterlambatan berpikir, mengambil keputusan, serta mengurangi sistem imun tubuh pengguna.
ADVERTISEMENT
Penelitian
Pemanfaatan ganja hanya dilakukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Merujuk UU Narkotika Pasal 8 disebutkan bahwa dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedangkan izin penelitian atau regulasi untuk meneliti ganja sebagai keperluan medis belum diputuskan. Selain itu juga ternyata terhambat oleh birokrasi sehingga sampai saat ini, status penelitian itu pun masih menggantung. Regulasi ini akan mengatur beberapa kategori dalam pemanfaatan ganja medis untuk kepentingan penelitian.
Gagasan legalisasi ganja bukanlah ide yang mudah untuk diwujudkan karena proses yang dibutuhkan harus melalui tahapan, terutama terkait dengan konstruksi pola pikir pendidikan masyarakat tentang penggunaan ganja.
Lagipula saat ini, di Indonesia belum memiliki payung hukum yang kuat untuk melindungi peneliti dalam pemanfaatan ganja untuk keperluan medis. Pengawasan yang ketat juga belum dilakukan guna mengawasi pemanfaatan atau penggunaan ganja medis.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, menurut saya, dengan banyaknya potensi yang terkandung dalam ganja, terutama keberadaannya di bidang kesehatan, patut diharapkan bagi pemerintah untuk merevisi undang-undang agar legalisasi ganja dapat dijadikan sebagai alternatif solusi bagi Indoensia untuk mensejahterakan masyarakat karena dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan.
(Angeli Valencia Pratiwi/Politeknik Negeri Jakarta.)