Era Jokowi, Laporan Keuangan Pemerintah Wajar Tanpa Pengecualian

19 Mei 2017 12:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Gedung BPK RI (Foto: Ela Nuralaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung BPK RI (Foto: Ela Nuralaela/kumparan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016 kepada DPR RI. Dalam laporannya, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT
Ini merupakan opini WTP pertama yang diterima pemerintah setelah selama 12 tahun laporan keuangannya selalu mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian.
"Opini WTP atas LKPP Tahun 2016 ini merupakan yang pertama kali diperoleh pemerintah pusat setelah 12 tahun menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa LKPP tahun 2004," kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara saat menyampaikan pidatonya di Paripurna DPR, Jumat (19/5).
Moermahadi mengatakan, opini tersebut diberikan karena pemerintah telah berhasil menyelesaikan Suspen yaitu, perbedaan realisasi Belanja Negara yang dilaporkan Kementerian Lembaga dengan yang dicatat oleh Bendahara Umum Negara (BUN).
Hal ini dilakukan dengan membangun single database melalui e-rekon dan sistem informasi penyusunan LKPP yang lebih baik, sehingga tidak ada lagi Suspen pada LKPP Tahun 2016.
ADVERTISEMENT
BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified opinion), Tidak Memberikan Pendapat (TMT/Disclaimer opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse opinion).
Adapun opini WTP diberikan BPK dengan kriteria sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan, laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP.
Sementara WDP diberikan dengan kriteria sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Sementara opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah.
ADVERTISEMENT
Adapun opini TW diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP.
BPK bertemu Presiden Jokowi. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
BPK bertemu Presiden Jokowi. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
Dalam LKPP 2016, BPK melaporkan 7 temuan. Pertama mengenai sistem informasi penyusunan LKPP yang belum terintegrasi. Kedua, pelaporan saldo anggaran lebih (SAL), pengendalian piutang pajak, dan penagihan sanksi administrasi pajak berupa bunga atau denda belum memadai serta inkonsistensi tarif Pajak Penghasilan (PPh) migas.
"Ketiga, penatausahaan persediaan, aset tetap, dan aset tak berwujud belum tertib. Keempat, pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai. Kelima, pertanggungjawaban kewajiban pelayanan publik kereta api belum jelas," kata Moermahadi.
Sementara temuan keenam mengenai penganggaran dana alokasi khusus (DAK) fisik bidang sarana prasarana penunjang dan tambahan DAK yang dianggap belum memadai. Temuan ketujuh adalah mengenai tindakan khusus penyelesaian aset negatif dana jaminan sosial kesehatan yang dianggap belum jelas.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, BPK juga mengungkapkan temuan-temuan pemeriksaan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Di antaranya pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan piutang bukan pajak pada 46 kementerian dan lembaga yang belum sesuai ketentuan.
Selain itu, pengembalian pajak tahun 2016 senilai Rp 2,25 triliun tidak memperhitungkan piutang pajaknya senilai Rp 879,02 miliar. Serta pengelolaan hibah langsung berupa uang, barang dan jasa senilai Rp 2,85 triliun pada 16 kementerian dan lembaga yang tidak sesuai ketentuan.
Selanjutnya, penganggaran pelaksanaan belanja senilai Rp 11,41 triliun juga dinilai tidak sesuai ketentuan dan penatausahaan utang senilai Rp 4,92 triliun belum memadai.
"Kami meminta pemerintah menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan atas SPI dan kepatuhan serta mengupayakan penyajian pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tahun mendatang dilakukan dengan lebih baik," pungkasnya.
ADVERTISEMENT