OJK Bentuk 2 Direktorat untuk Mengembangkan Industri Fintech

16 Juni 2017 15:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan membentuk dua unit Direktorat untuk mengatur industri startup financial technology (fintech). Kebijakan itu diambil OJK untuk merespons tantangan semakin tumbuhnya industri fintech di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto, mengatakan dua departemen yang dibentuk tersebut adalah Direktorat Inovasi Keuangan dan Direktorat Perizinan dan Pengawasan Fintech.
"Sudah ditunjuk direkturnya, tapi belum bisa diumumkan karena belum resmi. Keduanya akan sama-sama memajukan fintech. Kalau inovasi keuangan digital tentu akan menangani regulator dan research-nya," kata Rahmat di main Hall Bursa Efek Idonesia, Jakarta, Juat (16/6).
Startup fintech memang semakin berkembang di Indonesia. Bisnis baru tersebut biasanya berupa penyaluran dana pinjaman dan mikro bagi Usaha Kecil Mikro (UKM) lewat sarana digital.
Hingga Januari 2017, Asosiasi fintech Indonesia mencatat startup fintech domestik yang beroperasi di Indonesia telah mencapai 165 perusahaan, atau tumbuh hampir mencapai empat kali lipat dibanding kuartal keempat 2014 sebanyak 40 perusahaan. Kebanyakan bergerak di bidang payment, peer to peer lending.
ADVERTISEMENT
Dalam Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Peer to peer Lending), perusahaan harus terdaftar dan berbadan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor paling sedikit Rp 1 miliar.
Keberadaan fintech memang akan memudahkan masyarakat mendapatkan akses jasa keuangan. Perbankan kini dituntut mencari cara serupa yang inovatif agar tak tertinggal. Persaingan ini menuntut bank bisa bertransformasi ke arah digital.
Menurut Rahmat, pesatnya perkembangan bisnis fintech di Indonesia harus disikapi secara proporsional. Sehingga kapasitas inovasinya dan inherent risk bisa tetap dijaga dengan baik.
"Seperti kualitas perlindungan konsumen, pelanggaran tindak pidana pencucian uang dan pembiayaan terorisme, serta stabilitas sistem keuangan dapat dikelola dengan baik dan memberikan manfaat yang optimal," jelasnya.
ADVERTISEMENT