Perppu Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Terbit

16 Mei 2017 20:35 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gedung Ditjen Pajak (Foto: setkab.go.id)
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Perppu tersebut diteken Jokowi pada 8 Mei 2017.
ADVERTISEMENT
Perppu tersebut diterbitkan untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Perppu yang terdiri dari sepuluh pasal tersebut mengatur wewenang pemerintah dalam hal ini Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan untuk melihat laporan yang berisi informasi keuangan nasabah untuk kepentingan perpajakan.
"Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan," demikian bunyi pasal 2 poin 1 Perppu tersebut seperti dikutip kumparan (kumparan.com) di laman resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa (16/5).
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 2 ayat 3 disebutkan lembaga jasa keuangan atau entitas lainnya wajib memberikan laporan informasi keuangan paling sedikit memuat identitas pemegang rekening keuangan; nomor rekening keuangan; Identitas lembaga jasa keuangan; saldo atau nilai rekening keuangan; dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.
Untuk laporan yang disampaikan melalui mekanisme elektronik, lembaga jasa keuangan wajib menyampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lama 60 hari sebelum batas waktu berakhirnya periode AEoI antara Indonesia dengan negara yurisdiksi lainnya berdasarkan perjanjian internasional. Adapun OJK wajib menyampaikan kepada Dirjen Pajak paling lama 30 hari sebelum AEoI berakhir.
Selain itu diatur juga pelaporan langsung dari lembaga jasa keuangan ke Dirjen Pajak paling lama empat bulan setelah akhir tahun kalender. Dalam menjalankan tugasnya terkait pelaksanaan akses dan pertukaran informasi keuangan, Menteri Keuangan dan pegawai Kementerian Keuangan tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
ADVERTISEMENT
Dalam beleid tersebut juga diatur mengenai lembaga jasa keuangan yang enggan memberikan informasi tersebut dikenakan pidana kurungan paling lama setahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.