Menjemput Tan Malaka

22 Februari 2017 6:37 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Prosesi adat penyerahan gelar di makam Tan Malaka. (Foto: Hari Triwasono)
Hengky Novaron Arsil tak bisa menahan tangis saat berbicara di depan pusara Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka. Suaranya parau tatkala mengulang kisah perjalanan hidup pamannya yang berpindah-pindah meninggalkan kampung halaman demi memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Dia akhirnya mati di tangan bangsanya sendiri,” kata Hengky, terisak.
Hengky adalah pewaris gelar Datuk Tan Malaka ketujuh, yang meneruskan jabatan pemimpin adat Ibrahim Tan Malaka keempat yang mati ditembak tentara di Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur, 21 Februari 1949.
Kisah pilu yang terucap dari mulut Hengky itu memicu tangis para peziarah yang memadati makam Tan Malaka di lereng Gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.
Prosesi adat penyerahan gelar di makam Tan Malaka. (Foto: Hari Triwasono)
Siang itu istimewa.
Selasa, 21 Februari 2017, tepat 68 tahun kematian Tan Malaka, 100-an masyarakat Minang menjenguk jasadnya.
Mereka --para kerabat, masyarakat, tokoh adat, pejabat, hingga pecinta Tan Malaka-- datang dari pulau seberang di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, tempat kelahiran Ibrahim Tan Malaka.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota menuntaskan janji untuk menjemput Ibrahim Tan Malaka guna dikebumikan di tanah kelahirannya.
Janji tersebut sekaligus menuntaskan prosesi penyerahan gelar adat kepada Hengky Novaron Arsil sebagai pucuk pimpinan adat atas 142 Niniak Mamak atau penghulu/kepala kaum di tiga nagari (desa) dari dua kecamatan, Suliki dan Gunung Omeh, di Kabupaten Limapuluh Kota.
Sesuai ketentuan adat, penyerahan gelar kepada Datuk Tan Malaka yang baru dari Datuk Tan Malaka sebelumnya, harus dilakukan di atas makam Datuk Tan Malaka jika sang pendahulu telah wafat.
Semula, masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota ingin memboyong makam Ibrahim Tan Malaka ke kampung mereka untuk disandingkan dengan makam para Datuk Tan Malaka lainnya.
“Namun pemindahan makam urung kami lakukan demi menjaga hubungan baik dengan masyarakat Kediri yang menginginkan makam Datuk kami tetap di sini,” kata Safruddin Datuk Bandaro Rajo, Ketua DPRD Kabupaten Limapuluh Kota yang memimpin upacara adat di Kediri, kemarin.
Prosesi adat penyerahan gelar di makam Tan Malaka. (Foto: Hari Triwasono)
Demi merampungkan prosesi serah-terima gelar Datuk, rombongan warga Limapuluh Kota menempuh perjalanan jauh menggunakan bus dan kendaraan pribadi ke Kediri.
ADVERTISEMENT
Dipimpin Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan, rombongan ini mengajak serta anggota DPRD Limapuluh Kota, keluarga Tan Malaka, ketua adat, serta masyarakat.
Dengan mengenakan pakaian adat Minang, rombongan memboyong peralatan upacara seperti kotak kayu atau peti peninggalan Ibrahim Tan Malaka, kain kafan, foto almarhum, foto Presiden dan Wakil Presiden RI, lambang negara Burung Garuda, bendara Merah Putih, dan buku berjudul Mencari & Menemukan Tan Malaka.
Anak tangga menuju makam Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kabupaten Kediri. (Foto: Istimewa)
Medan terjal menuju makam Tan Malaka di lereng Gunung Wilis memaksa para peziarah berjalan kaki menyusuri jalan setapak penuh lumpur.
Para peziarah, didampingi Wakil Bupati Kediri Masykuri dan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kediri Sugeng Waluyo, mendatangi makam Tan yang sempat diperebutkan dua pemerintah daerah.
Tapi siang itu, tak ada kesan permusuhan di antara kedua pemerintah daerah. Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan dan Wakil Bupati Kediri Masykuri terlihat khidmat mengikuti seluruh rangkaian upacara adat penyerahan gelar.
ADVERTISEMENT
Di hadapan ratusan masyarakat Limapuluh Kota dan Desa Selopanggung yang memadati makam, Ferizal menyampaikan syukur atas penemuan makam leluhurnya ini. Sebab semula kerabat tak tahu di mana makam Tan Malaka, sampai-sampai mereka melakukan pencarian hingga ke berbagai pelosok negeri.
Upaya pencarian itu tak pernah berhasil --hingga 10 tahun lalu.
“Hingga pada tahun 2007 Harry Poeze menemukan jejak makam datuk kami, pencarian kami nyatakan selesai,” kata Ferizal.
Harry A. Poeze ialah sejarawan Belanda yang menghabiskan separuh lebih umurnya untuk meneliti Tan Malaka --dan akhirnya memecahkan misteri kematiannya sekaligus menemukan kuburannya di Kediri itu.
Diawali dengan doa bersama dan mendengarkan sejarah perjalanan hidup Ibrahim Tan Malaka oleh Ketua DPRD Limapuluh Kota, Safruddin Datuk Bandaro Rajo, prosesi penyerahan gelar dilakukan dengan mengganti pakaian batik yang dikenakan Hengky Novaron Arsil --selaku Datuk Tan Malaka VII-- dengan pakaian raja berwarna kuning emas.
ADVERTISEMENT
Prosesi yang disebut “Basalin Baju” ini merupakan simbol penyematan gelar Datuk Tan Malaka kepada Hengky yang dilakukan di pusara Ibrahim.
Usai penobatan Hengky Novaron Arsil menjadi Datuk Tan Malaka VII, prosesi dilanjutkan dengan pengambilan segenggam tanah pekuburan oleh 8 ketua adat, keluarga, dan Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan.
Tanah yang dijumput dari pusara itu kemudian dimasukkan ke dalam peti kayu beralas kain kafan. Peti tersebut merupakan benda peninggalan Tan Malaka semasa hidupnya yang hingga kini tersimpan di rumah kelahirannya di Pandam Gadang, Suliki, Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
Pengambilan tanah tersebut mewakili proses pengambilan jasad Tan Malaka.
Makam Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kediri. (Foto: Prasetia Fauzani)
Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan mengatakan tak akan melakukan pembongkaran makan. Menurutnya, pembongkaran akan melanggar syariat. Sebab makam Tan Malaka sudah pernah dibongkar pada tahun 2009.
ADVERTISEMENT
“Kami sudah meyakini ini adalah makam Tan Malaka, tak perlu pembuktian lagi,” tegas Ferizal.Ia berharap prosesi penyerahan gelar yang dilakukan di depan makam Tan akan membuat pemerintah pusat, khususnya Kementerian Sosial, tergerak untuk memberikan hak-hak kepahlawanan bagi Tan yang selama ini tak diberikan.
Tan Malaka ditetapkan Presiden Sukarno sebagai Pahlawan Nasional pada Maret 1963 --14 tahun setelah kematiannya.
Penghormatan dan penghargaan untuk penerima tanda jasa yang telah meninggal dunia, berdasarkan Pasal 33 ayat (4) Bab IV soal Hak dan Kewajiban pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, ada 5 jenis.
Pertama, pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta. Kedua, pemakaman dengan upacara kebesaran militer. Ketiga, pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara. Keempat, pemakaman di taman makam pahlawan nasional. Kelima, pemberian sejumlah uang secara sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya.
Tan Malaka, pejuang kemerdekaan sayap kiri Indonesia. (Foto: KITLV)
Masyarakat Limapuluh Kota juga mendesak pemerintah untuk merehabilitasi nama Tan Malaka yang selama ini dianggap seorang komunis anti-Tuhan.
ADVERTISEMENT
Ferizal megatakan, Tan adalah putra Minang yang berjuang bersama komunis untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Itu bukan berarti dia anti-Tuhan.
Sejak kecil, ujar Ferizal, Tan mengaji, beribadah di musala, bahkan hafal Alquran.
Tan Malaka (ilustrasi). (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Datuk Tan Malaka VII Hengky Novaron Arsil lega bisa menuntaskan prosesi penyematan gelar yang selama bertahun-tahun tak bisa dilakukan dengan sempurna.
Hengky berharap bisa mengemban tampuk ketua adat untuk menghidupkan dan melestarikan pemikiran Tan Malaka yang pernah dikubur dalam-dalam.
“Sudah waktunya pemikiran Tan Malaka dihidupkan kembali untuk menyelesaikan persoalan bangsa,” kata Hengky.
Wakil Bupati Kediri Masykuri Iksan menyatakan dukungannya, bahkan meminta masyarakat Desa Selopanggung bersama-sama membantu kelancaran penyelenggaraan prosesi, dan meninggalkan perseteruan yang sempat terjadi antara Kediri dan Limapuluh Kota.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kabupaten Kediri menyerahkan sepenuhnya soal makam Tan Malaka kepada Kementerian Sosial. Kediri akan mematuhi rekomendasi apapun dari pemerintah pusat, termasuk jika diminta memugar dan menjadikan pekuburan itu sebagai lokasi wisata sejarah.
Reporter: Hari Tri Wasono
Makam Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. (Foto: Istimewa)
Ikuti jejak Tan Malaka di sini