Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Peran Wanita Sebagai Breadwinner dalam Anggota Keluarga (Kajian feminisme)
26 Oktober 2022 16:34 WIB
Tulisan dari Anggi Sagita Uswatun Hasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Wanita dilahirkan untuk menjalankan sesuai dengan ketentuannya. Wanita memiliki kemampuan yang luar biasa, multitasking dan kecerdasan dalam melakukan apapun yang selalu bisa. Multitasking bukan berarti seorang wanita bisa dalam segala hal, akan tetapi ia mampu menyesuaikan diri dalam persoalan yang ia hadapi dengan kesederhanaan dari setiap yang ia miliki dengan pandai beretika dan berkarakter.
ADVERTISEMENT
Wanita memiliki qudrat yang dimana semua wanita pasti mengalami haid, melahirkan, menyusui. Selain dari tiga hal ini wanita bebas menentukan keinginannya masing-masing. Faktanya, seorang wanita di lingkungan masyarakat hanyalah mengurus rumah, bersih-bersih, menyiapkan makanan kepada keluarga dan segalanya tentang kegiatan berumah tangga.
Namun, apa boleh buat. Wanita sering kali diremehkan, bahkan tidak diberi kesempatan untuk berkembang dan menggapai impiannya, wanita selalu dianggap lemah. Sangat aneh bukan? tidak aneh, jika hal ini terjadi di zaman sekarang yang selalu mengutarakan kesetaraan gender. Tapi, memang itulah faktanya.
Wanita yang terus berkembang harus belajar dan mengembangkan diri untuk keluarga, suami dan anak-anaknya. Terkadang sebagian orang mengira bahwa wanita adalah orang yang lemah. Mungkin dari segi fisik, kekuatan laki-laki dan wanita tentu saja tertimpah. Tidak peduli seberapa kuat seorang wanita, dia pasti memiliki sifat penyayang.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui dalam berumah tangga, bahwa seorang laki-laki bertanggung jawab menafkahi anak dan istrinya, dan seorang wanita yang melayani dan mengurus semua yang ada di rumah. namun jika dibalikan wanita menjadi pencari nafkah, kemudian laki-laki mengurus rumah apakah itu hal yang pantas?
Dalam kehidupan, seseorang berhak berpendapat apa saja yang ia inginkan, terutama bagi seorang wanita. Jika wanita sudah menikah seorang istri berhak berpendapat kepada suami, kemudian di rundingkan dan disepakati oleh kedua belah pihak.
Kerabat di sekitar saya, seperti ibu, bibi, dan saudara-saudara perempuan saya banyak yang menjadi dua peran dalam hidupnya. Pagi menjadi guru, siang dan seterusnya mengurus rumah. Dan hal ini telah dilakukan sejak ibu saya belum menikah hingga saat ini saya sudah berumur dua puluh tahun ibu, bibi dan saudara-saudara perempuan saya masih bertahan mengajar di satu yayasan.
ADVERTISEMENT
Jika kita amati, banyak sekali wanita hebat di luar sana. Yang tidak bergantung pada seseorang, dan masih banyak wanita yang peduli dengan karirnya. Bahkan saya pernah menemukan seorang wanita sendiri yang bilang bahwa wanita tidak lain kerjaannya pasti di dapur. Aku yang mendengar itu sangat tidak menyetujui, karena tidak semua wanita berpikiran seperti itu. Masih banyak wanita yang lebih memilih menggapai karirnya.
Saya pernah menemukan sepasang suami istri, suaminya ialah seorang pegawai karyawan swasta di salah satu PT di karawang, saat suami sedang cuti bekerja karena sedang kurang sehat, sang istri yang menjaga dan mengurus rumah dan mengurus anak-anaknya ia mampu membuat bisnis kecil-kecilan. Dari hasil bisnis tersebut sang istri dapat membantu kebutuhan pokok keluarga, walaupun tidak sepenuhnya, semuanya tecukupi.
ADVERTISEMENT
Wanita yang bekerja sekaligus menjadi pencari nafkah utama bagi keluarga telah berhasil mematahkan sudut pandang konservatif selama ini, yakni bahwa perempuan adalah pihak yang submisif, tidak berdaya di bawah kuasa laki-laki.
Adanya anggapan bahwa wanita tidak pantas bekerja dan terlihat sukses dengan pekerjaan yang dijalani. Dari sini wanita jauh lebih hebat dari pada laki-laki.