Pandemi Covid-19 : Adu Kreatifitas Bank Syariah Menghadapi Krisis

anggitps
Master of Science (M.Si) Islamic Economic And Finance Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
11 Juni 2020 1:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari anggitps tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Foto : Pegawai Mandiri Syariah melayani nasabah yang tengah bertransaksi Gadai Emas di Kantor Cabang Rasuna Said Kuningan, Jakarta dengan menggunakan protokal kesehatan covid-19. (sumber : detik.com)
Dalam beberapa bulan terakhir ini dunia disibukkan dengan serangan wabah pandemi covid-19, tidak terkecuali juga dengan Indonesia. Dampak covid-19 terhadap perekonomian Indonesia tidak terhindarkan, setidaknya di pasar keuangan seperti yang ditunjukkan oleh dua indikator utama. Pertama, nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Dollar A.S yang terlemah sejak krisis keuangan Asia tahun 1998. Kedua, di Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai Jakarta Composite Index (JKSE) yang sebelumnya stabil di hingga akhir Januari 2020 mengalami penurunan minggu terakhir bulan Maret sebelum rebound pada awal April, berkat sentimen positif dari produsen farmasi seperti Sidomuncul, Indo Farma, Kimia Farma, dan Kalbe Farma karena meningkatnya permintaan akan produk kesehatan.
ADVERTISEMENT
Di sektor riil yang diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB), angka resmi belum saya dapatkan, namun dari beberapa sumber berita menyampaikan bahwa Bank Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari tingkat pertumbuhan 2019. Krisis juga akan mempengaruhi tenaga kerja, khususnya mereka yang mencari mata pencaharian di sektor informal, apalagi di Indonesia lebih dari 80% lapangan kerja berada di sektor-sektor informal. Selain itu, karena ekonomi Indonesia didominasi oleh Usaha Mikro dan Kecil (UMKM), maka dampak dari covid-19 tentu sangat terasa bagi mereka. Sektor UMKM ini memberikan kontribusi 99,90% dari total unit bisnis dan 93,87% dari total lapangan kerja di Indonesia.
Sementara itu di industri keuangan syariah, kinerjanya bisa dipertahankan dengan stabil sebelum kemunculan covid-19. Hingga Januari 2020 Rasio Kecukupan Modal (CAR) sebesar 20,27% dan Return on Asset (ROA) sebesar 1,88% (Bank umum Syariah) dan 2,44% (unit layanan Syariah). Sedangkan untuk Gross Non-Performing Financing (NPF) sebesar 3,46% (Bank umum Syariah) dan 3% (unit Usaha Syariah). Bahkan pada saat awal-awal covid-19 masuk ke Indonesia ada beberapa Bank Syariah yang mengalami kenaikan laba di kuartal I tahun 2020 di bandingkan kuartal yang sama di tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan yang lalu pada saat covid-19 mulai masuk ke Indonesia, saya membuat tulisan dengan judul “Pandemi Covid-19:Menguji Bank Syariah Menghadapi Krisis”. Pada tulisan tersebut saya menyampaikan kutipan dari JP Morgan bahwa ‘ada tiga risiko yang membayangi industri perbankan dalam masa pandemi covid-19 yaitu penyaluran kredit, penurunan kualitas aset dan pengetatan margin bunga bersih’. Dari ketiga risiko tersebut Bank Syariah memiliki satu keunggulan dibandingkan dengan Bank Konvensional, yaitu pada risiko ketiga karena Bank Syariah memiliki konsep bagi hasil yang akan sangat fleksibel pada neraca dana pihak ketiga/tabungan. Saya sampaikan juga bahwa kunci untuk Bank Syariah bisa leading di masa pandemi ini adalah dengan fokus pada digital banking. Pada tulisan kali ini saya akan coba menyambung pembahasan pada tulisan tersebut.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi dari KNEKS
Untuk bisa terus bertahan dalam menghadapi krisis pandemi covid-19 yang kita semua belum tahu kapan akan berakhirnya, beberapa rekomendasi dari Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah (KNEKS) bisa dijadikan bahan acuan oleh Bank Syariah. Rekomendasi tersebut tertuang dalam buku yang diterbitkan KNEKS pada tanggal 22 Mei 2020 dengan judul “Impact of The Covid-19 Outbrerak on Islamic Finance in The OIC Countries”.
Buku tersebut ditulis oleh 24 penulis dari 12 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Negara-negara ini mewakili 87 persen aset keuangan syariah di dunia, antara lain Bahrain, Bangladesh, Brunei Darussalam, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Oman, Pakistan, Saudi Arabia, Turki dan Uni Emirat Arab. Saya coba uraikan secara singkat penjelasan pada bab keuangan syariah di Indonesia karena disitu ada beberapa rekomendasi untuk Perbankan Syariah di Indonesia
ADVERTISEMENT
Rekomendasi yang pertama, diharapkan Bank Syariah mengikuti instruksi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan restrukturisasi pembiayaan. Restrukturisasi pembiayaan ini diperlukan untuk memastikan nasabah yang terkena dampak wabah tidak akan menderita beban keuangan tambahan karena ketidakmampuan mereka untuk membayar angsuran selama perlambatan ekonomi.
Yang kedua, dalam situasi pandemi dan krisis saat ini Bank Syariah diharapkan bisa melakukan reformasi operasional bisnis. Yang mana pada saat ini masih didominasi oleh murabahah di sisi pembiayaan. Bank Syariah bisa pikirkan untuk menggunakan lebih banyak mekanisme pembagian risiko seperti mudarabah dan musharakah yang mungkin lebih baik dalam membantu mereka menyerap risiko. Sehingga tidak hanya di sisi tabungan saja yang didominasi oleh sistim mudharabah. Kalau dari sisi tabungan dan pembiayaan sama-sama besar porsinya untuk mudharabah dan musyarakah maka elastisitas Bank Syariah dalam menghadapi krisis akan semakin baik.
ADVERTISEMENT
Selain dua rekomendasi khusus untuk Perbankan Syariah tersebut, ada juga rekomendasi untuk Lembaga Keuangan Syariah secara umum. Lembaga Keuangan Syariah harus mengintegrasikan keuangan sosial Islam seperti zakat dan wakaf ke dalam operasi mereka dalam rangka menyediakan sistem jaminan sosial berbasis masyarakat yang akan membantu mempertahankan mata pencaharian, kebutuhan dasar, dan daya beli masyarakat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh IPB dan IRTI-IsDB, potensi zakat di Indonesia mencapai 217 triliun rupiah. Jika potensi ini terwujud, ini dapat secara signifikan membantu merawat mereka yang membutuhkan sebagai akibat dari krisis ini.
Sementara itu, potensi wakaf di Indonesia sama besar, dengan aset dalam bentuk tanah saja mencapai hingga 510 km2. Jika tanah wakaf digunakan secara produktif untuk pertanian, dapat mendukung penyediaan kebutuhan dasar di Indonesia selama masa krisis. Wakaf tunai di Indonesia juga dapat memainkan peran penting di Indonesia. Lembaga Keuangan Syariah di seluruh negeri dapat memobilisasi wakaf tunai, dari wakaf untuk mendukung pembelian peralatan medis seperti ventilator yang sangat dibutuhkan saat ini.
ADVERTISEMENT
Jika integrasi ini dapat dilakukan secara optimal, pemulihan ekonomi dapat segera dicapai dan Lembaga Keuangan Syariah dapat beroperasi dalam kondisi normal lagi.
Fokus Digital Banking, Merambah Komunitas Bisnis Online
Beberapa Bank Syariah yang sudah mulai fokus terhadap bisnis digital banking mengalami kinerja yang baik di tahun 2020. Saya coba ambil contoh salah satu Bank Syariah yang telah fokus pada bisnis digital banking yaitu Bank Mandiri Syariah. Dikutip dari Kontan.co.id tanggal 12 Mei 2020, di beritakan bahwa pada kuartal I tahun 2020 Bank Mandiri Syariah membukukan laba bersih sebesar Rp.368 miliar atau naik 51,53% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan laba ini ditopang pendapatan margin dan fee based income yang antara lain disumbang dari transformasi bisnis digital. Pendapatan komisi mobile banking berkontribusi tertinggi dengan pertumbuhan sebesar 55,75% dari periode yang sama tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Melalui pengembangan digital banking, maka nasabah dapat melakukan pembayaran melalui QRIS, transaksi ke berbagai marketplace, pengisian saldo e-wallet dan juga pembukaan rekening secara onlie dari rumah jadi tidak perlu datang ke kantor bank. Kemudahan-kemudahan seperti ini tentunya akan sangat membantu masyarakat di masa pandemi seperti sekarang ini. Masyarakat yang menjadi nasabah Bank Syariah bisa tetap melakukan transaki keuangan dari rumah.
Kreatifitas terus muncul di kalangan Perbankan Syariah dalam pengembangan digital banking ini. Kalau kita buka mobile banking Bank Syariah maka akan terlihat lebih lengkap dibandingkan dengan mobile banking Bank Konvensonal. Pada mobile banking Bank Syariah kita bisa menemukan fitur-fitur yang tidak ada di mobile banking Bank Konvensonal seperti : jadwal sholat, Al Qur’an digital, arah kiblat, masjid terdekat, untaian hikmah, zakat, infaq, wakaf dll.
ADVERTISEMENT
Selain fokus pada fasilitas digital baking di atas, Bank Syariah juga sebaiknya mulai merambah pasar ke komunitas pebisnis online. Karena pasar online ini adalah pasar yang sangat pas untuk bisa disinergikan dengan strategi bisnis digital banking di masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini dan juga sangat pas dengan konsep bisnis Perbankan Syariah seperti adanya skema bagi hasil musyarakah dan mudharabah.
Menurut data Statista mencatat jumlah pengguna e-commerce di Indonesia pada 2017 mencapai 139 juta pengguna, kemudian naik menjadi 154,1juta di tahun 2018. Tahun 2019 diprediksikan mencapai 168,3juta pengguna dan diproyeksikan naik lagi menjadi 212,2juta pengguna pada tahun 2023.
Dikutip dari kontan.co.id beberapa marketplace memiliki jumlah pengunjung yang sangat tinggi setiap bulannya. Berdasarkan data kuartal IV tahun 2019 beberapa marketplace yang jumlah pengunjung per bulannya mencapai puluhan juta pengunjung diataranya Shopee (72,97jt/bln), Tokopedia (65,95jt/bln), Bukalapak (39,26jt/bln), Lazada (28,38jt/bln) dan Blibli (26,86jt/bln). Itu belum termasuk yang bertransaksi lewat Facebook, Instagram, Twitter dll. Dan semua itu butuh sarana pembayaran digital untuk bertransaksi.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya merambah ke bisnis online ini, Bank Syariah bisa memulai dengan pendekatan kepada para penjual marketplace (seller) terlebih dahulu. Kalau kita pernah ikut masuk grup para seller marketplace ini di Facebook atau sosial media yang lain, kita bisa melihat bahwa ternyata mereka ini kebanyakan adalah para anak muda yang haus untuk belajar dan murah untuk berbagi ilmu. Mereka ini suka sharing, diskusi dan tidak malas untuk belajar. Omset penjulan mereka juga sangat beragam mulai dari ratusan ribu sampai milyaran rupiah per bulan.
Dengan profile para seller seperti disebutkan di atas, Bank Syariah bisa menggandeng Marketplace dan para YouTuber untuk bisa bersinergi melakukan pelatihan-pelatihan seputar tentang kewirausahaan atau even-even online lainnya yang tentunya sangat menarik bagi mereka, karena tema itulah yang paling sering mereka bicaraka di grup-grup para seller. Sistem belajarnya juga sangat murah, karena Bank Syariah tidak perlu mengadakan gathering makan siang di restoran mewah. Merekasudah sangat familiar dengan kursus-kursus online melalui webiner dan media onlie yang lainnya, jadi sistim pelatihannya bisa secara online. Ya tidak apa-apalah kalau suatu waktu nanti setelah pandemi covid-19 reda melakukan kopdar (kopi darat) bersama mereka. Mereka suka dengan kopdar untuk saling berbagi ilmu dan menambah jejaring.
ADVERTISEMENT
Kenapa saya menekankan hal ini, karena berdasarkan hasil survey saya beberapa waktu yang lalu terhadap para pengguna mobile banking dengan studi kasus di salah satu Bank Syariah, ternyata di dapatkan data sebagai berikut. Pertama, rata-rata pengguna mobile banking Bank Syariah saat ini masih di dominasi usia di atas 25 tahun, ini artinya untuk anak-anak milenial yang usianya di bawah 25 tahun masih belum tergarap maksimal oleh digital banking Bank Syariah. Kedua, mayoritas pengguna mobile banking Bank Syariah hampir dominan diisi oleh segmen karyawan perusahaan, ini artinya bahwa segmen UMKM belum tergarap secara maksimal oleh digital banking Bank Syariah. Padahal sektor UMKM ini memberikan kontribusi 99,90% dari total unit bisnis dan 93,87% dari total lapangan kerja di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain itu dengan menggandeng pelaku bisnis online terutama yang berada di marketplace, Bank Syariah bisa menyalurkan pembiayaan skema mudharabah dan musyarakah. Dua skema pembiayaan tersebut selama ini susah diterapkan kepada para pelaku bisnis offline. Kendala yang utama adalah karena susahnya mendapatkan laporan keuangan dari nasabah yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai dasar untuk menghitung bagi hasil.
Dengan bekerjasama dengan pihak marketplace, maka Bank Syariah bisa melihat laporan keuangan para seller di markeplace tersebut. Berapa jumlah penjualan setiap tahun, setiap bulan dan setip hari sudah terdata disitu. Ini tentunya akan memudahkan petugas Bank syariah untuk menghitung analisa keuangan nasabah dan menentukan porsi bagi hasil. Sistim angsuran juga bisa dilakukan dengan cara mengambil dari saldo transaksi penjualan nasabah di marketplace yang menjadi porsi pengembalian pembiayaan kepada pihak bank.
ADVERTISEMENT
Saya optimis apabila Bank Syariah bisa meluncurkan produk pembiayaan musyarakah dan mudharabah yang bisa diakses oleh custumer retail secara online maka akan menjadi suntikan darah segar bagi perkembangan Bank Syariah. Karena skema itulah yang selama ini selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat di Indonesia sejak Bank Syariah lahir di Indonesia, apalagi sekarang semangat keislaman masyarakat lagi tumbuh kuat.
Pandemi covid-19 memang telah banyak merubah perilaku kita dalam banyak hal. Orang yang biasa kerja di kantor bisa kemudian bekerja dari rumah tanpa mengurangi produktifitas. Kalau bisa justru dengan kerja dirumah produktifitas bisa lebih ditingkatkan, karena tubuh kita bisa lebih fit sebab tidak terkuras tenaganya untuk perjalanan berangkat dan pulang kantor.
Kalau saat ini Bank Konvensional sedang dipusingkan dengan masalah efisiensi karena jumlah kantor cabang dan karyawan yang terlalu banyak sehingga tidak relevan dengan kondisi bisnis sekarang, maka Bank Syariah bisa lebih gesit dalam bergerak karena jumlah kantor cabang dan karyawannya tidak sebanyak Bank Konvensional.
ADVERTISEMENT
Jumlah karyawan Bank Syariah yang ada sekarang bisa dioptimalkan untuk mencari calon nasabah di pasar online. Skil mereka dalam pemasaran juga tentunya harus ditingkatkan dari sebelumunya cukup dibekali dengan marketing skill, maka mulai sekarang harus ditingkatkan menjadi markeing online skill.
Kalau hal ini bisa dilakukan maka efisiensi penggunaan gedung, listrik, bahan cetakan, transportasi dll bisa banyak dilakukan karena mereka bisa bekerja secara online dari rumah. Dan yang lebih penting lagi adalah Bank Syariah tidak perlu ikut-ikutan dengan Bank Konvensional yang melakukan pengurangan pegawainya secara besar-besaran karena terbebani oleh masalah efisiensi.
Mungkin nanti para Account Officer (AO) Bank Syariah tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu untuk bermacet-macetan pergi menemui nasabah. Suatu saat nanti Account Officer (AO) Bank Syariah dalam mencari nasabah cukup berselancar di dunia maya menghubungi para seller di lapak-lapak Shopee, Tokopedia, Bukalapak dan mafketplace yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Mudah-mudahan banyak hikmah yang bisa dipetik oleh insan-insan Bank Syariah dari pandemi covid-19 ini dengan melahirkan banyak kreatifitas dalam mengembangkan perekonomian syariah di Indonesia.
Anggit Pragusto Sumarsono, Praktisi Ekonomi Islam, Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia